Pages

Showing posts with label teori belajar. Show all posts
Showing posts with label teori belajar. Show all posts

Perspektif Pembelajaran Menurut Teori Behaviorik, Kognitif, Gestalt, dan Humanistik

Tuesday, March 4, 2014

Perspektif Pembelajaran Menurut Teori Behaviorik, Kognitif, Gestalt, dan Humanistik

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa,sehingga tingkah laku berubah kearah yang lebih baik. Pembelajaran secara khusus menurut perspektif beberapa teori pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Teori Behaviorik (Teori Tingkah Laku)
Teori Belajar Tingkah Laku (Behaviorik) menekankan bahwa pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus). Agar terjadi hubungan stimulus dan respon (tingkah laku yang diinginkan) perlu latihan.

b. Teori Kognitif
Pembelajaran menurut Teori Belajar Kognitif adalah cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari. Ini sesuai dengan pengertian belajar menurut aliran kognitif yang menekankan pada kemampuan mengenal pada individu yang belajar.

c. Teori Gestalt
Menurut teori pembelajaran ini pengertian pembelajaran adalah usaha guru memberikan materi pembelajaran sedimikian rupa, sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikannya menjadi suatu yang
bermakna. Bantuan guru diperlukan untuk mengaktualkan potensi mengorganisis yang terdapat pada diri siswa.

d. Teori Humanistik
Menurut Teori Belajar Humanistik, pembelajaran akan membawa perubahan bila orang yang belajar bebas menentukan bahan pelajaran dan cara yang dipakai untuk dipelajarinya. Pembelajaran adalah memberikan kebebasan kebebasan pada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya
sesuai dengan minat dan kemampuan.

Munculnya berbagai pengertian mengenai pembelajaran sebagaimana terungkap di atas, adalah suatu pertanda bahwa kegiatan pembelajaran itu memang suatu yang sangat kompleks. Pembelajaran itu sendiri sebenarnya mempunyai tujuan untuk membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun kualitas.

Beberapa karakteristik pembelajaran yang dapat diungkapkan dengan melihat pengertian pembelajaran dari berbagai perspektif teori pembelajaran di atas yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis.
2. Pembelajaran merupakan pemberian bantuan yang memungkinkan siswa dapat atau terfasilitasi untuk belajar
3. Pembelajaran lebih menekankan pada pengaktifan siswa baik secara hands on (aktivitas fisik) maupun minds on (aktivitas mental/pikiran).

Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu keberhasilan dari proses pembelajaran akan dapat dicapai apabila keaktifan siswa diutamakan atau lebih ditingkatkan dan dominasi guru perlu dikurangi dimana sebelumnya pembelajaran yang akan dilaksanakan tersebutpun harus dirancang dengan teliti.

==

pengertian pembelajaran, teori pembelajaran, Teori Tingkah Laku, Teori Belajar Kognitif, Teori Humanistik, karakteristik pembelajaran, Teori Gestalt

Mungkin Anda ingin membaca ini:
Macam-Macam Strategi Belajar
Teori Piaget
Teori Vygotsky
Teori Ausubel tentang Belajar Bermakna (Meaningful Learning)
Prinsip-Prinsip Penilaian

Pembelajaran Konstruktivis (Constructivist Theories of Learning)

Saturday, February 22, 2014

Teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning) adalah sebuah teori yang menyatakan bahwa masing-masing pebelajar harus menemukan dan mengubah informasi yang rumit, dengan cara memeriksa informasi baru terhadap aturan lama dan mengubah aturan apabila hal itu tidak lagi berguna.

"Guru tidak dapat hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa itu sendirilah yang harus membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri." Demikian adalah salah satu prinsip terpenting dari psikologi pendidikan terkait teori konstruktivis. Cara yang dapat dilakukan guru untuk membantu siswa melakukan hal ini adalah dengan menjadikan informasi bermakna dan relevan bagi siswa. Guru juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan gagasan-gagasan. Selain itu guru dapat mengajari siswa untuk mengetahui dan dengan sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Juga, guru dapat memberikan tangga menuju pemahaman yang lebih tinggi, namun siswa sendirilah yang seharusnya memanjat tangga ini.

Pandangan teori konstruktivis mempunyai implikasi yang sangat besar bagi pengajaran dan pembelajaran. Teori ini menyarankan peran aktif yang lebih besar dari siswa dalam belajar. Oleh karenanya, pembelajaran konstruktivis sering pula disebut sebagai pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada pembelajaran yang berpusat pada siswa ini, guru menjadi "pemandu di samping", bukan sebagai "orang bijaksana di atas panggung", dengan cara membantu siswa menemukan makna mereka sendiri, bukannya mengajari dan menguasai semua kegiatan di ruang kelas.

Pembelajaran konstruktivis sangat dibutuhkan penerapannya, karena pembelajaran jauh melebihi daya ingat siswa. Agar siswa benar-benar dapat memahami dan menerapkan pengetahuan, mereka harusnya diberikan kesempatan menyelesaikan masalah, menemukan sesuatu bagi diri mereka sendiri, berkutat dengan gagasan-gagasan. Misalnya, seorang guru matematika dapat saja langsung memberikan rumus volume silinder, lalu guru dapat meminta mereka berlatih agar mampu memasukkan angka-angka ke dalam rumus tersebut dan menghasilkan jawaban yang benar. Akan tetapi, seberapa bermakna pembelajaran demikian bagi diri siswa? Seberapa baikkah siswa akan menerapkan gagasan di balik rumus tersebut untuk menyelesaikan masalah-masalah lain? Sekali lagi, tugas pendidikan bukanlah menuangkan informasi ke dalam kepala siswa, tetapi melibatkan secara aktif pikiran siswa dengan konsep-konsep ampuh dan bermanfaat.

Perkembangan Menurut Psikologi

Friday, February 21, 2014

Istilah perkembangan dalam psikologi pendidikan mengacu pada beberapa perubahan yang terjadi pada manusia. Perubahan yang dimaksud di sini bukan perubahan dalam segala hal, tetapi lebih mengacu pada kenampakan secara urut dan bersifat tetap bertahan sampai periode waktu tertentu.

Perkembangan manusia dapat dibagi ke dalam sejumlah aspek meliputi: perkembangan fisik, perkembangan personal, perkembangan sosial, dan perkembangan kognitif. Perkembangan fisik berkaitan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh. Perkembangan personal berkaitan dengan perubahan kepribadian. Perkembangan sosial berkaitan dengan bagaimana cara seseorang berhubungan dengan orang lain. Dan perkembangan kognitif mengacu pada perubahan dalam berpikir.

Beberapa prinsip umum tentang perkembangan manusia menurut psikologi pendidikan adalah sebagai berikut:
  1. Setiap orang memiliki laju perkembangan yang berbeda-beda. Pada setiap ruang kelas, kita akan dengan mudah melihatbahwa setiap peserta didik memiliki tingkat perkembangan yang tidak sama. Beberapa siswa mungkin terlihat bertubuh besar, sementara yang lainnya bertubuh lebih kecil. Beberapa siswa mungkin dapat terkoordinasi dengan baik sementara yang lain belum. Dan, beberapa orang siswa mungkin tampak dapat berpikir secara dewasa dibanding siswa lainnya. Perbedaan kecepatan perkebangan pada anak didik adalah hal yang sangat wajar, selama perbedaan itu menunjukkan bahwa mereka tidak terlalu jauh terlambat atau terlalu jauh maju dari tingkat perkembangan seharusnya.
  2. Perkembangan terjadi relatif secara berurutan. Setiap orang umumnya mengembangkan suatu kemampuan terlebih dahulu sebelum ia mengembangkan kemampuan lainnya. Pada masa kanak-kanak, mereka lebih dahulu belajar duduk, baru kemudian berjalan, mengoceh sebelum berbicara, dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang mereka sendiri sebelum mereka dapat melihat dari sudut pandang orang lain. Siswa di sekolah, terlebih dahulu harus belajar penjumlahan sebelum mempelajari aljabar.
  3. Perkembangan terjadi secara bertahap. Sangat jarang terjadi suatu perubahan atau perkembangan dalam waktu semalaman. Semua perkembangan membutuhkan waktu. Seorang anak yang tidak dapat memegang pensil dengan baik, atau siswa yang tidak dapat menjawab pertanyaan bersifat hipotetis akan mengembangkan kemampuannya dalam bidang ini secara bertahap dan butuh waktu.
Berhubungan:
Karakteristik Peserta Didik dalam Proses Pembelajaran
Scaffolding: Contoh Implementasi pada Anak Usia Dini
Teori Piaget
Teori Vygotsky
Pengaruh Scaffolding dalam Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini - Scaffolding
Laporan Penelitian Pengembangan: Pendidikan Anak Usia Dini
Sejarah Teori Konstruktivisme
Teori Pembelajaran Konstruktivis
Manfaat Penggunaan Nilai Portofolio
Meningkatkan Kemampuan Pengamat yang Ada pada Anak Kelas Satu
Membangun Kemampuan Pendengar pada Anak Kelas Satu
Interaksi Sebagai Proses  Belajar-Mengajar





Teori Behaviorisme: Plus-Minus dan Aspek-Aspek Menarik

Wednesday, February 19, 2014


Pada sisi negatif, behaviorisme sangat dikaitkan dengan kekuasaan dan kontrol, serta selalu dikonotasikan sebagai training untuk hewan. Teori behaviorisme juga sering dikaitkan sebagai model pelatihan di dunia industri yang telah sangat ketinggalan jaman. Teori ini juga dapat dipertimbangkan sebagai teori yang anti-humanistik, dimana teori ini menolak adanya pilihan dan kebebasan dalam diri manusia. Teori behaviorisme gagal untuk menjelaskan faktor-faktor kontekstual seperti faktor kondisi sosial, ekonomi, dan politik dan kekuatan-kekuatan yang memicu munculnya suatu aksi. Teori behaviorisme juga gagal untuk menjelaskan bagaimana terjadinya perbedaan hasil belajar yang disebabkan oleh intelejensi yang diwariskan oleh orang tua dan kepribadian seseorang.

Pada belajar di tingkatan yang lebih tinggi, teknik-tekknik behavioris tidak efektif untuk memicu belajar yang lebih dalam (deep learning), yang mana berkaitan dengan pemahaman dan pembentukan makna. Pada pembelajaran orang dewasa, pembelajaran tingkat lanjut, dan pembelajaran di tingkat pendidikan yang lebih tinggi, juga sangat sulit untuk mengaplikasikan teori behaviorisme karena teori ini gagal menjelaskan proses kreatif dan proses insidental dalam belajar, serta pebelajar mandiri. Secara umum, tampaknya teori behaviorisme adalah teori belajar yang anti intelektualitas.

Di sisi lain, behaviorisme sangat efisien dalam memicu belajar cepat (rapid learning) karena spesifikasi aksi dan tujuan pembelajarannya yang akurat. Prinsip-prinsip behaviorisme juga bermanfaat—yaitu menawarkan saran yang spesifik dan praktis kepada guru atau perancang kurikulum tentang apa yang harus mereka lakukan.

Behaviorisme sesungguhnya tidaklah total antagonistik dengan teori-teori belajar yang lain, bahkan ia dapat eksis bersama-sama berdampingan dengan teori-teori belajar terbaru dengan berfokus pada kognisi atau akuisisi sosial dari pemaknaan. Teori behaviorisme dapat berperan sebagai elemen fondasi bagi proses-proses kognitif yang lebih kompleks. Sebagai contoh, beberapa budaya Asia memandang pentingnya perolehan keterampilan repetitif (berulang / pengulangan) sebagai syarat mutlak untuk perkembangan kreativitas.

Behaviorisme masih menjadi interes bagi para pelajar dan pendidik karena banyak tingkah laku manusia dapat dihubungkan atau dijelaskan oleh teori ini. Beberapa praktisi behaviorisme baru-baru ini banyak bekerja sama dengan dunia pendidikan—termasuk penggunaan tujuan pembelajaran terstandar yang merangsang kemajuan belajar dan belajar sepanjang hayat. Sebenarnya teori behaviorisme dapat dipandang sebagai teori yang lebih memuaskan terutama bila dipandang sebagai pelengkap bagi teori belajar konstruktivisme dan kognitivisme.

Implikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran

Blog penelitian tindakan kelas dan model pembelajaran kali ini menyajikan tulisan tentang Implikasi Teori Behaviorisme (Tingkah Laku) dalam pembelajaran. Yuk kita simak.

Meskipun para praktisi pendidikan saat ini sangat dipengaruhi oleh Teori Belajar Konstruktivisme (Membangun Makna), ada 4 aspek dalam bidang pendidikan saat ini yang masih sangat berhubungan erat dengan Teori Belajar Behaviorisme, yaitu: (1) perencanaan kurikulum; (2) tujuan pembelajaran; (3) asesmen; dan (4) manajemen perilaku.Teori belajar Behaviorisme memiliki aspek-aspek kelebihan karena itu masih sangat berpengaruh dalam pembelajaran di kelas.

Perencanaan Kurikulum
Di bawah ini merupakan langkah-langkah perencanaan kurikulum yang umum dilakukan oleh guru-guru pada beragam level lembaga pendidikan:
  • Mengidentifikasi kebutuhan pada program
  • Menentukan tujuan dan indikator pembelajaran pada program
  • Mendaftar tujuan pembelajaran secara akurat
  • Mengkategorikan tujuan pembelajaran berdasarkan taksonomi Bloom
  • Membagi materi ajar ke dalam unit-unit atau bagian-bagian yang lebih kecil
  • Secara hati-hati mengurutkan unit-unit tersebut di atas
  • Menyediakan banyak kesempatan untuk latihan-latihan untuk memperkuat ikatan stimulus-respon
  • Memastikan bahwa pebelajar memberikan respon (melakukan sesuatu)
  • Mengamati dan mengases perubahan perilaku
  • Memberikan umpan balik (feed back) kepada pebelajar
  • Menguatkan (reinforce) perilaku yang sudah benar dengan penghargaan (reward)
  • Mengevaluasi keefektifan program
  • Memodifikasi dan memperbaiki program

Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan tujuan pendidikan berdasarkan perubahan tingkah laku sebagaimana yang tersebut di atas, sangat umum digunakan dalam dunia pendidikan meskipun aplikasinya lebih nampak ketika tingkah laku lebih mudah teramati. Penggunaannya menjadi lebih sulit ketika diaplikasikan pada pemikiran internal (dalam otak) dan proses berpikir internal sesorang. Tujuan pembelajaran adalah sebuah pernyataan eksplisit tentang apa yang akan pebelajar dapat lakukan sebagai hasil dari menyelesaikan suatu kegiatan pembelajaran. Pernyataan tujuan pembelajaran terdiri dari:
  • Aksi, yang diekspresikan dengan kata kerja tingkah laku yang tepat
  • Konteks, yang memerlukan referensi syarat (kondisi) dari tingkah laku
  • Ambang batas, yang merupakan suatu indikasi untuk menunjukkan bahwa suatu tingkah laku dapat diterima / dianggap benar
Tujuan pembelajaran membantu pebelajar pada semua level untuk memahami secara tepat apa yang diharapkan dari mereka dan kegiatan belajar apa yang harus mereka lakukan.

Asesmen
Seringkali dianggap bahwa asesmen yang efektif haruslah tes kinerja tentang tingkah laku yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran pada kondisi (syarat) yang sama dengan kondisi saat mereka belajar / mempelajari tingkah laku tersebut. Contoh, jika tujuan pembelajaran menyatakan bahwa seorang calon tukang kayu akan dapat memasang sebuah daun pintu, maka asesmen haruslah meminta calon tukang kayu untuk memasang daun pintu daripada meminta calon tukang kayu menjelaskan teknik memasang daun pintu dalam ujian tertulis.  

Prinsip-prinsip teori behaviorisme mungkin juga terlihat jelas pada asesmen berdasarkan kriteria (criterion referenced assessment). Saat pebelajar diases dengan asesmen berdasarkan kriteria, dimungkinkan untuk melihat bahwa semua yang dilakukan oleh pebelajar telah memenuhi semua kriteria yang dimaksudkan pada tingkat yang memuaskan. Prinsip-prinsip behaviorisme juga berguna sebagai bagian dari tes formatif, yang merupakan sebuah tes yang dirancang untuk menyediakan feed back (umpan balik) baik untuk pebelajar maupun untuk guru itu sendiri. Formatif asesmen dapat memotivasi pebelajar.

Manajemen Tingkah Laku
Mengubah atau menguatkan tingkah laku pebelajar adalah tujuan pembelajaran kebanyakan program pembelajaran di tingkat sekolah dasar. Sebagai bagian dari proses manajemen tingkah laku, guru dapat menggunakan teknik operant-conditioning, yang telah diklaim oleh Skinner paling efektif untuk memberikan motivasi belajar (Skinner 1969). Penguatan positif (postive reinforcement) atau penggunaan pujian sebagai pemotivasi merupakan dasar dari pemberian reward kepada pebelajar. Penguatan dapat berupa:
  • Materi, berupa hadiah atau award
  • Sosial, seperti perhatian guru, atau pujian
  • Hal yang berkaitan dengan aktivitas, seperti kesempatan untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan.

Pebelajar mungkin selalu mencoba menghindari tertangkap basah melakukan kegiatan / tingkah laku yang tidak sesuai dengan harapan guru. Penggunaan sanksi atau konsekuensi adalah hukuman yang diperbolehkan karena strategi ini merupakan bagian dari teknik operant-conditioning.

Bagaimana Tanggung Jawab Belajar pada Siswa Kita?

Tuesday, February 11, 2014

Tanggung Jawab Belajar dan PR

Kemarin siang, salah seorang rekan guru di sekolah saya hampir saja lepas kendali emosi. Untungnya, beliau yang sudah senior dengan puluhan tahun menghadapai berbagai tingkah polah siswa dapat meredakan marahnya. Dua anak kelas 9 yang dimintanya mengumpulkan kembali buku paket pelajaran yang dipinjami setahun yang lalu saat kelas 8 selalu tidak membawa buku tersebut. Sudah beberapa kali mereka ditagih dan selalu berkata bahwa mereka lupa membawanya. Wajar dan manusiawi jika beliau merasa gondok banget.

Perhatian Siswa Terpecah oleh Hal-Hal lain

Itu hanya sebuah ilustrasi kecil, betapa hal-hal yang berkaitan dengan sekolah seringkali tak diacuhkan oleh mereka. Boro-boro belajar, membawa buku yang dipinjamkan kepada mereka saja lupa. Padahal buku tersebut akan dipinjamkan kembali kepada adik kelas mereka yang kini sudah naik kelas dan duduk di kelas 8. Dewasa ini banyak kalangan pendidik (baca: guru) mengeluh tentang siswa-siswi mereka yang sekan-akan kehilangan rasa tanggung jawab terhadap belajar mereka. Tidak mengerjakan PR, lupa membawa buku tertentu, salah jadwal, dsb selalu terjadi di hampir setiap kelas. Memang ini adalah sesuatu yang sangat penting artinya dalam pendidikan anak. Siswa sekarang cenderung banyak terpecah perhatian akan hal-hal lain selain belajar. Padahal, justru pada masa-masa bersekolah inilah, kemandirian dan tanggung jawab belajar perlu dibina pada diri mereka.
tanggung jawab belajar siswa
Televisi merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh
Banyak hal yang dapat mengakibatkan para siswa itu terpecah perhatiannya. Beberapa di antaranya adalah acara tv yang pada jaman sekarang bermacam-macam dan tersedia sepanjang waktu.  Seorang guru kolega saya pernah berkata begini: “Anak-anak sekarang gak pernah bisa lepas dari kegiatan menonton tv. Beda dengan saya dulu ketika masih bersekolah, bagi saya mengerjakan PR dan belajar selalu menjadi prioritas utama. Setelah selesai mengerjakan PR dan belajar baru saya menonton tv.”

Memang, pada jaman teman saya itu masih berpredikat sebagai pelajar, acara tv dan stasiun tv masih belum begitu semarak. Apalagi ketika saya masih sd dulu. Saya ingat betul, stasiun tv yang mengudara hanya TVRI, dan tak ada pilihan acara tv selain itu. Jadi wajar saja jika tv tidak terlalu berpengaruh pada aktivitas saya sepulang sekolah atau pada malam hari. PR yang diberikan oleh guru dapat saya kerjakan sebelum shalat Isya, dan belajar lagi sekitar 45 – 60 menit. Nah, bandingkan pada jaman sekarang, jika saja saya mau getol duduk di depan tv, acara yang menarik untuk disimak selalu tersedia. Jika tayangan di stasiun A tidak menarik, saya tinggal pencet remote dan segera beralih ke tayangan lain dari stasiun B, atau stasiun lain yang berbeda. Selama 1 x 24 jam, selalu ada tayangan yang menarik untuk ditonton. Beberapa aktivitas lain yang juga sering mengganggu belajar anak adalah bermain game di PS (play station), dan tentu saja internet (fb, chat, dsb).

Konklusi dan Kemungkinan Solusi

Sungguh berat godaan terhadap pelajar jaman sekarang. Bila mereka tak pandai memanajemen waktu dan kurang pengawasan maka pendidikan mereka akan dengan mudah terganggu. Peran orang tua di rumah menjadi sangat penting. Orang tua seharusnyalah yang menjadi pengontrol kegiatan anak. Menegur jika mereka lalai akan waktu dan belajar. Membimbing dan mengarahkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan sekolah dan pendidikan adalah nomor satu. Sementara guru, sebaiknya selalu memberikan tindak lanjut terhadap pembelajaran yang dilakukannya di kelas dengan memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah. Dan, jika siswa melalaikan tugas tersebut, ada baiknya mereka diberikan sangsi atau tindakan lain yang dapat membuat mereka lebih bertanggung jawab terhadap kegiatan belajarnya.

Asumsi Tentang Belajar dan Pembelajaran

Saturday, February 8, 2014

Asumsi tentang Belajar dan Pembelajaran

Di bawah ini blog ptk (penelitian tindakan kelas) akan membagi beberapa asumsi tentang belajar atau pembelajaran, berdasarkan beberapa literatur pada bidang psikologi pendidikan. Pengetahuan guru tentang apa itu belajar atau pembelajaran amat penting, di antaranya saat seorang guru ingin merancang sebuah pembelajaran yang efektif. Berikut beberapa asumsi tersebut:

Potensi Belajar

Setiap orang pada semua tingkatan usia, mempunyai potensi untuk belajar, walaupun dengan kecepatan yang berbeda-beda. Usia dapat mempengaruhi atau dapat pula tidak, terhadap kecepatan belajar seseorang, dan setiap orang mempunyai kesukaan yang bervariasi terkait cara /bagaimana ia belajar.

 Proses Belajar dan Pembelajaran

Proses perubahan dalam mental/pemikiran seseorang saat ia mempelajari sesuatu seringkali membuat bingung orang yang bersangkutan. Keragu-raguan dan kebingungan yang muncul seringkali pula memacu munculnya motivasi yang lebih kuat untuk belajar. Akan tetapi, saat seseorang terlalu ragu-ragu dan bingung, proses belajar justru akan terhambat, karena ia akan kehilangan konsentrasi sama sekali. Belajar akan terjadi padanya apabila kondisi/situasi lingkungan belajar mendukung, seperti adanya tukar pendapat, diskusi, dan strategi pemecahan masalah. Atmosfer belajar harus mendukung adanya perbedaan pendapat di antara pebelajar, dan menganggap kesalahan saat mempelajari sesuatu adalah hal yang wajar.
    belajar dan pembelajaran
    Apa itu belajar dan pembelajaran?

Pengalaman Belajar yang Bermakna (Meaningful Learning)

Di dalam kelas, seorang guru hendaknya memfasilitasi kegiatan belajar melalui penyediaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Guru juga harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan pengamatan secara nyata, memahami pendapat /  gagasan setiap siswa. Selain itu guru juga harus memodelkan tingkah laku yang sesuai yang mendukung terjadinya proses belajar dan menunjukkan bahwa sepenuhnya mereka akan memperoleh bantuan bila diperlukan.

Pengalaman Belajar Bermakna dan Prosesnya

Pembelajaran yang bermakna dan tersimpan dalam memori jangka panjang  akan terjadi bila siswa mempunyai kesempatan menganalis, mengartikulasikan,mengklarifikasikan, dan menerapkan pengetahuan yang diperolehnya dari proses pembelajaran di kelas pada situasi nyata dalam kehidupan sehari-harinya di keluarga atau di lingkungan sosial. Pembelajaran akan semakin bermakna apabila konsep/prinsip/atau apapun yang telah diperolehnya dalam pembelajaran itu bermanfaat pada situasi nyata sehari-hari untuk memecahkan masalah.

Perubahan Tingkah Laku

Program pendidikan/pembelajaran hanya memberikan satu langkah kepada individu dalam perubahan tingkah lakunya (belajar). Adopsi hasil belajar itu sendiri tergantung dari banyak faktor. Langkah berikutnya yang dibutuhkan agar terjadi adopsi antara lain adanya akses fasilitas untuk berlatih, kondisi lingkungan, karakteristik keluarga untuk memberikan penguatan terhadap perubahan tingkah laku, dsb.

Keterlibatan Siswa Secara Aktif

Proses belajar/pembelajaran akan terjadi jika hanya siswa terlibat aktif. Jadi saat seorang guru harus memilih metode/strategi/model pembelajaran, maka ia harus memilih yang paling mungkin akan melibatkan siswa lebih dalam pada proses belajar tsb. Sedangkan penggunaan beragam metode/strategi/model akan memelihara minat dan motivasi mereka, serta membantu penguatan penguasaan konsep-konsep tanpa harus melalui banyak pengulangan.

Belajarnya Orang Dewasa Sama Dengan Belajarnya Anak

Penelitian akhir-akhir ini ternyata menunjukkan bahwa prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran orang dewasa juga cocok untuk anak-anak atau remaja. Contohnya, baik orang dewasa maupun anak dan remaja, lebih suka jika mereka ikut terlibat langsung (aktif) dalam proses/kegiatan belajar; mereka belajar lebih cepat jika mereka merasa bahwa apa yang sedang dipelajari akan bermanfaat di kemudian hari. Peran guru adalah mengasses minat peserta didik, pengetahuan yang telah dimiliki sebelum pembelajaran, dan tujuan pembelajaran. Informasi yang diperoleh dari ketiga kegiatan tersebut seharusnya digunakan untuk menciptakan atmosfer belajar dan memilih metode/strategi yang paling memuaskan dan efektif bagi mereka.

Perbedaan Berbagai Teori Belajar


3 Teori Belajar

Blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com kali ini akan menguraikan berbagai perbedaan teori belajar yang digunakan dalam pembelajaran di sekolah. Setelah membaca tulisan ini, mudah-mudahan kita semua bisa membedakan berbagai teori belajar dalam pembelajaran. Paling tidak, di dalam dunia pendidikan kita dikenal ada 3 teori belajar yang sangat berpengaruh yaitu:
  • teori belajar behavioristik (teori belajar tingkah laku);
  • teori belajar kognitif;
  • teori belajar konstruktivis (teori belajar konstruktif). 

Perbedaan ketiga teori belajar


Perbedaan Teori Belajar Behavioristik, Teori Belajar Kognitif, dan Teori Belajar Konstruktivis
Aspek Behavioristik Kognitif Konstruktivis
Tokoh Pavlov (1849-1936), Watson (1878-1958), Thorndike (1874-1949), Skinner (1904-1990) Jean Piaget, Lev Vygotski Schuman (1996), Merril (1991), Smorsganbord (1997), Gagne, Bloom, Clark.
Dasar Pemikiran Perubahan tingkah laku Proses berpikir dibalik tingkah laku Pengetahuan dibangun secara aktif
Kekuatan Siswa difokuskan pada tujuan yang jelas sehingga dapat menanggapi secara otomatis. Contoh: Siswa mampu menjelaskan sifat-sifat zat cair, maka diharapkan siswa mampu menjawab pertanyaan tentang sifat-sifat zat cair Penerapan teori kognitif bertujuan untuk melatih siswa agar mampu mengerjakan tugas dengan cara yang sama dan konsisten. Contoh: Cara belajar siswa berbeda-beda, mereka perlu secara rutin dilatih untuk mencapai cara umum yang tepat. Siswa diajak untuk memahami dan menafsirkan kenyataan dan pengalaman yang berbeda, supaya mereka lebih mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata. Contoh: Bila siswa dapat menyelesaikan masalah dengan berbagai cara, maka siswa akan terlatih untuk menerapkannya dalam situasi yang berbeda (baru).
Kelemahan Siswa dapat berada dalam situasi di mana rangsangan (stimulus) dari jawaban yang benar tidak tersedia. Contoh: Siswa harus membuang sampah pada tempatnya, tetapi di tempat tersebut tidak tersedia tempat sampah. Siswa belajar suatu cara menyelesaikan tugas, tetapi cara yang dipilih belum tentu baik (sesuai). Contoh: Siswa belajar cara menulis surat dengan cara yang sama, perlu diperhatikan perbedaan selera dalam menulis surat. Dalam keadaan dimana kesepakatan sangat diutamakan, pemikiran dan tindakan terbuka dapat menimbulkan masalah. Contoh: Mengikuti aturan sekolah tidak dapat ditawar dan didiskusikan agar peraturannya dibuat berbeda bagi sekelompok siswa tertentu. Mungkin hal itu merupakan gagasan yang konstruktif tetapi akan sulit dilaksanakan.

teori belajar
Teori Belajar
Karena ketiga teori belajar tersebut mempunyai kekuatan/kelebihan dan kelemahan masing-masing, maka pemahaman dan penggunaan ketiganya secara tepat akan membuat pembelajaran yang dilakukan oleh guru kepada siswa akan lebih efektif. Ketiga teori belajar tersebut saling melengkapi.

Beberapa tulisan yang mungkin juga dapat memperjelas pemahaman tentang perbedaan teori-teori belajar tersebut dapat dibaca di sini:
Teori Behavioristik:
Implikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran 
Plus Minus Teori Behavioristik 

Teori Kognitif: 
Memahami Teori Kognitif
Teori Piaget (Teori Belajar Kognitif)

Teori Konstruktivis: 
Sejarah teori Konstruktivis 
Pembelajaran Konstruktivis 
Teori Konstruktivis
Teori Belajar Konstruktivis 

Referensi:
Ella Yulaelawati. 2007. Kurikulum dan pembelajaran (Filosofi, Teori, dan Aplikasi). Pakar Jaya. Jakarta.

Kondisi dan Asas tentang Belajar

Saturday, February 1, 2014

Kondisi dan Asas Belajar

Pembelajaran yang efektif ditandai dengan adanya suatu proses belajar. Proses belajar dapat dikatakan terjadi apabila seseorang setelahnya mengetahui atau dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui atau tidak dapat dilakukannya. Jadi hasil belajar  akan terlihat dengan adanya tingkah laku baru pada tingkat kemampuan berpikir atau tingkat kemampuan jasmaniah.

Tujuan suatu proses perancangan pembelajaran adalah membantu terjadinya proses belajar, maka guru harus menyadari dan memanfaatkan kondisi-kondisi dan asa-asas yang  telah terbukti mendukung terjadinya proses belajar tersebut dengan baik. Setiap teori belajar (misalnya teori kognitif dan behaviorisme (tingkah laku)) didasarkan pada sejumlah bukti yang telah dikumpulkan berdasarkan banyak hasil pengamatan dan eksperimen. Ada beberapa kesamaan, dan ada pula perbedaan di antara kedua teori besar tersebut sebagaimana telah kami tulis sebelumnya di blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com ini (Perbedaan berbagai Teori Belajar). Nah, berikut ini kami sajikan beberapa kondisi dan asas belajar yang penting menurut kedua teori belajar tersebut, terkait proses perancangan pembelajaran.

Persiapan sebelum belajar

Sebelum mengikuti suatu pelajaran, siswa-siswa seharusnya telah menguasai pengetahuan prasyarat. Kalau pengetahuan prasyarat belum dikuasai dengan baik, seringkali belajar menjadi tidak bermakna sama sekali. Mereka hanya belajar dengan menghafal saja tanpa terjadi perubahan tingkah laku apapun. Dan dijamin, dalam waktu singkat, apa yang baru saja dibelajar kepada mereka akan hilang dari memori.

Tujuan Pembelajaran

Besar kemungkinan proses belajar akan berhasil dengan baik apabila tujuan pembelajaran dinyatakan dengan jelas pada awal pembelajaran atau pokok bahasan. Dengan demikian, siswa dapat memperoleh informasi yang lebih banyak dan mengingatnya dalam jangka waktu yang lebih lama apabila sasaran belajar ditulis secara cermat dan tersusun secara bersistem.

Susunan bahan ajar

Proses pembelajaran pada siswa dapat ditingkatkan apabila bahan ajar atau tata cara yang akan dipelajari oleh mereka tersusun dalam urutan yang bermakna. Kemudian, bahan pembelajaran itu harus disajikan kepada siswa dalam beberapa bagian. Banyak sedikitnya tergantung pada urutan, kerumitan, dan tingkat kesulitannya. Susunan bahan ajar yang baik dapat membantu siswa menggabungkan dan memadukan pengetahuan atau tata cara/proses melakukan sesuatu secara pribadi dan mandiri.
kondisi dan asas tentang belajar
Kondisi dan asas tentang belajar

Perbedaan antar individu

Harus diingat bahwa setiap siswa adalah individu yang unik. Mereka belajar dengan kecepatan yang berbeda-beda. Pengajaran kelompok dapat menguntungkan untuk tujuan-tujuan pembelajaran tertentu dan lebih disuaki oleh beberapa siswa. Tetapi adakalanya, siswa belajar dengan lebih baik bila mereka diberikan kebebasan menggunakan cara-cara atau metode yang dapat memuaskan jiwa mereka, menggunakan bahan yang sesuai, menurut kecepatan masing-masing.

Motivasi belajar

Proses pembelajaran pada diri seseorang hanya akan terjadi jika ada kemauan dari si pebelajar. Kemauan dan keinginan untuk belajar mempersyaratkan adanya motivasi. Keinginan sedemikian akan muncul apabila (a) pengajaran dipersiapkan  dengan baik sehingga dirasakan penting dan menarik oleh siswa; (b) tersedia berbagai pengalaman belajar; (c) siswa mengetahui bahwa bahan yang akan dipelajari akan dapat digunakan/bermanfaat sesegera mungkin; (d) adanya pengakuan terhadap keberhasilan belajar.

Sumber belajar

Jika beragam sumber belajar yang tersedia dipilih dan dipilah dengan bijak maka dapat diasumsikan proses pembelajaran pada siswa akan berhasil dengan baik.

Keikutsertaan dalam kegiatan belajar

Supaya proses pembelajaran berlangsung, maka setiap siswa harus dapat memaknai informasi yang diberikan, bukan sekedar disuapi saja. Mengikuti kegiatan pembelajaran secara aktif akan meningkatkan kualitas pembelajaran mereka. Baca: Kelebihan Pembelajaran Aktif (Active Learning).

Balikan saat belajar

Motivasi belajar dapat ditingkatkan dengan cara memberikan balikan. Balikan (feed back) dapat diberikan kepada siswa dengan secara berkala memberitahukan seberapa jauh kemajuan mereka dalam belajar. Balikan akan memperkuat pemahaman dan kinerja yang benar, memberitahukan kesalahan, dan memperbaiki proses belajar yang salah.

Penguatan saat pembelajaran

Dengan memperoleh balikan (feed back) sebagaimana disebutkan di atas, tentang jawaban dan tindakan yang dipandang berhasil, siswa akan terdorong untuk meneruskan kegiatan belajarnya. Kegiatan belajar yang didorong oleh keberhasilan menimbulkan kepuasan dan rasa percaya diri. Penguatan positif yang diberikan cenderung akan menyebabkan siswa mengulang kembali perilaku belajarnya yang positif.

Latihan dan Pengulangan

Supaya fakta dan keterampilan, atau konsep yang telah dipelajari menjadi bagian yang kuat pada diri siswa, maka perlu adanya latihan dan pengulangan. Pengulangan dan latihan  akan membantu guru menjamin bahwa pengetahuan atau perilaku yang telah diperoleh dari proses belajar akan melekat pada diri mereka.

Urutan kegiatan belajar

Tugas atau tatacara yang rumpil dapat dipelajari dengan lebih efektif apabila peragaan dan latihan diberikan secara terpadu. Pelatihan tersebut dimaksudkan untuk melatihkan bagian-bagian dari tugas atau tata cara tersebut.

Penerapan hasil belajar

Hasil penting dari kegiatan belajar adalah kemampuan menerapkan hasil belajar tersebut pada situasi baru. Apabila siswa tidak dapat melakukan hal ini, berarti mereka belum belajar dengan baik. Guru sebaiknya memberikan kesempatan khusus kepada siswa untuk menerapkan hasil pembelajarannya.

Sikap guru saat pembelajaran

Sikap positif yang diperlihatkan oleh guru baik pada materi pelajaran, siswa, metode yang digunakan, akan mempengaruhi motivasi siswa secara langsung.

Perkembangan Kognitif (Intelektual) Anak

Tuesday, January 28, 2014

Tinjauan Umum

Mengenali siapa anak didik kita, dan berada pada tingkatan/ tahapan kognitif mana mereka amatlah penting. Pembelajaran yang dilaksanakan seorang guru tid k akan efektif apabila ia samasekali buta tentang karakteristik peserta didiknya. Tulisan di blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com kali ini mencoba mengangkat tentang karakteristik peserta didik/ anak ditinjau dari aspek perkembangan kognitifnya.

Jean Piaget adalah seorang ahli psikologi yang berasal dari Swiss. Hasil penelitiannya amat populer dan menjadi landasan teori kognitif. Pada dasarnya Piaget membagi perkembangan kognitif/ intelektual/ mental anak ke dalam empat (4) periode, yaitu: (1) tahap sensori-motor; (2) tahap pra-operasional; (3) tahap operasional konkret; dan (4) tahap operasional formal.

Tahapan perkembangan kognitif sebagaimana perkembangan fisik selalu mengikuti tahapan perkembangan yang ada. Hanya saja irama perkembangan dan kecepatannya berbeda-beda pada masing-masing anak. Interval umur yang diberikan oleh Piaget seperti tercantum pada tabel di bawah hanyalah berupa acuan umum saja. Berikut perincian dari keempat periode/ tahapan perkembangan kognitif anak tersebut:

Tabel Tahapan Perkembangan Kognitif (Intelektual) Anak

Periode Sifat-sifat Perubahan yang tampak

1. sensori-motor (0 -2 tahun)

Stimulus bound, dimana anak berinteraksi dengan stimulus dari luar. Lingkungan dan waktu terbatas, kemudian berkembang sampai dapat berimajinasi. Konsep tentang benda berkembang, mengembangkan tingkah laku baru, kemampuan untuk meniru. Ada usaha untuk berpikir. Gerakan tubuh merupakan aksi dari refleks, merupakan eksperimen dengan lingkungannya.

2. pra-operasional (2 – 7 tahun)

Belum sanggup melakukan operasi mental. Belum dapat membedakan antara permainan dengan kenyataan, atau belum dapat mengembangkan struktur rasional yang cukup. Masa transisi antara struktur sensori motor ke berpikir operasional. Sifat egosentris baru akan berkembang bila anak banyak berinteraksi sosial. Konsep tentang ruang dan waktu mulai bertambah. Bahasa mulai dikuasai.

3. operasional konkret (7 – 11 tahun)

Berpikir konkret, karena daya otak terbatas pada objek melalui pengamatan langsung. Dapat mengembangkan operasi mental, seperti menambah, mengurangi. Mulai mengembangkan struktur kognitif berupa ide atau konsep. Melakukan operasi logika dengan pola berpikir masih konkret. Tidak egosentris lagi. Berpikir tentang objek yang berhubungan dengan berat, warna, dan susunan. Melakukan aktivitas yang berhubungan dengan objek. Membuat keputusan logis.

4. operasional formal (11 tahun ke atas)

Pola berpikir sistematis, meliputi proses yang komplek. Pola berpikir abstrakdengan mempergunakan logika matematika. Pengertian tentang konsep waktu dan ruang telah meningkat secara signifikan. Anak telah mengerti tentang pengertian tak terbatas, alam raya dan angkasa luar.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Anak

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Anak

Menurut Piaget, perkembangan kognitif yang terdiri dari 4 periode sebagaimana telah ditulis pada postingan sebelumnya di blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com ini sebelumnya, dipengaruhi oleh paling tidak 4 (empat) faktor. Kelima faktor tersebut adalah sebagai berikut:

#1 KEMATANGAN
Kematangan perkembangan sistem saraf pusat, otak, koordinasi motorik, perubahan fisiologis dan anatomis sangat berpengaruh pada perkembangan kognitif seorang anak.

faktor-faktor yang berpengaruh pada perkembangan kognitif
Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak?

#2 PENGALAMAN FISIK
Bila seorang anak berinteraksi dengan lingkungannya, maka anak tersebut akan memperoleh pengalaman fisik. Pengalaman fisik ini memungkinkan anak mengembangkan aktivitas dan gaya otak sehingga mereka akan mentransfernya ke dalam bentuk suatu gagasan atau ide. Pengalaman fisik ini kemudian dapat mereka kembangkan menjadi logika matematika. Pengalaman fisik dapat berasal dari kegiatan seperti meraba, memegang, melihat, mendengar, sehingga berkembang menjadi kegiatan berbicara, membaca, dan berhitung.

#3 PENGALAMAN SOSIAL
Ketika anak melakukan interaksi sosial, maka mereka akan memperoleh pengalaman sosial. Interaksi sosial bisa dalam bentuk bertukar gagasan atau pendapat dengan orang lain, percakapan dengan teman sebaya, perintah yang diberikan orang yang lebih tua atau dewasa, membaca, atau bentuk kegiatan lainnya. Bila anak berinteraksi dengan orang lain, maka secara perlahan-lahan sifat egosentris mereka akan berkurang. Mereka akan mulai menyadari bahwa suatu gejala dapat didekati dan dimengerti dengan berbagai cara. Melalui diskusi dengan orang lain, anak akan memperoleh pengalaman mental yang bagus. Lalu, dengan pengalaman mental inilah otak mereka dapat bekerja dengan cara-cara baru untuk menyelesaikan masalah. Pengalaman sosial juga sangat dibutuhkan oleh anak untuk mengembangkan konsep-konsep penting seperti kejujuran, etika, moral, kerendahan hati, dsb.

#4 KESEIMBANGAN
Untuk mencapai suatu tingkatan kognitif tertinggi, maka anak memerlukan keseimbangan. Sebuah keseimbangan akan dapat mereka capai melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah suatu proses yang berkaitan dengan pemerolehan informasi dari lingkungan dan menggabungkannya dengan bagan struktur konsep yang telah mereka miliki. Sedangkan proses akomodasi di sini berkaitan dengan proses pemodifikasian bagan struktur konsep untuk menerima informasi baru. Dalam prosesnya, suatu stimlus yang didapat anak dari lingkungan dapat mengganggu suatu keseimbangan, tetapi dengan suatu respon anak dapat mengembalikan keseimbangan, yaitu melalui kedua proses tersebut di atas: asimilasi dan akomodasi.

#5 ADAPTASI
Anak, sebagai hasil adaptasi dengan lingkungannya, akan secara progresif menunjukkan interaksi dengan lingkungan secara lebih rasional.

Jenis-Jenis Pengetahuan Menurut Teori Pemrosesan Informasi

Jenis-Jenis Pengetahuan Menurut Teori Pemrosesan Informasi

Teori pemrosesan informasi adalah teori di bidang psikologi pendidikan yang sangat pesat perkembangannya. Dalam menjelaskan bagaimana informasi dapat diterima dan diolah oleh siswa atau peserta didik, teori pemrosesan informasi seringkali menyebut bahwa ada 3 jenis pengetahuan. Ketiga jenis pengetahuan itu adalah: (1) pengetahuan deklaratif; (2) pengetahuan prosedural; dan (3) pengetahuan kondisional. Untuk lebih memahami apa perbedaan dari ketiga jenis pengetahuan itu ikutilah paparan berikut.

Pengetahuan deklaratif adalah jenis pengetahuan dalam bentuk informasi verbal seperti fakta-fakta; pengetahuan akan sesuatu hal. Pengetahuan prosedural adalah jenis pengetahuan yang dapat didemonstrasikan saat menyelesaikan suatu masalah atau melakukan suatu tugas, atau dengan kata lain "mengetahui bagaimana...". Sedangkan pengetahuan kondisional adalah jenis pengetahuan akan "mengetahui tentang kapan dan mengapa" menggunakan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Agar lebih jelas perhatikan tabel di bawah ini yang mencontohkan bagaimana ketiga jenis pengetahuan tersebut:

Jenis Pengetahuan

Pengetahuan Secara Umum

Pengetahuan Pada Bidang Khusus/Tertentu

Pengetahuan Deklaratif

  • Waktu perpustakaan buka/masih buka
  • Aturan grammar
  • Definisi metabolisme 
  • Baris-baris puisi"Aku"

Pengetahuan Prosedural

  • Bagaimana menggunakan program microsoft word. 
  • Bagaimana mengemudikan mobil
  • Bagaimana menyelesaikan persamaan redoks. 
  • Bagaimana menghitung massa jenis suatu zat

Pengetahuan Kondisional

  • Kapan berhenti menggunakan suatu cara ketika mengalami kegagalan dan mencoba menggunakan cara lain. 
  • Kapan harus membaca secara cepat (skimming) dan kapan harus membaca perlahan dan hati-hati
  • Kapan harus menggunakan suatu rumus tertentu dalam menghitung volume. 
  • Kapan bergegas secepat kilat menuju net dan memukul shuttlecock untuk memberikan smash

Perbedaan Memori Jangka Pendek dan memori Jangka Panjang

Perbedaan Memori Jangka Pendek dan memori Jangka Panjang 

Setelah tulisan sebelumnya membahas tentang 3 jenis pengetahuan pada teori pemrosesan informasi, kali ini blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com kembali mencoba menggali lebih dalam tentang teori tersebut (teori pemrosesan informasi). Tulisan kali ini membahas tentang sistem memori pada teori tersebut. Menurut teori pemrosesan informasi, pengolahan informasi mengambil tempat pada sistem penyimpanan memori, yaitu memori jangka pendek (short term memory) dan memori jangka panjang (long term memory).

Memori jangka pendek (short term memory) adalah memori kerja, yang berfungsi menyimpan informasi untuk sementara dalam jumlah yang terbatas. Sedangkan memori jangka panjang (long term memory) adalah tempat penyimpanan pengetahuan (informasi) secara permanen. Agar lebih jelasnya, cermati tabel perbedaan memori jangka pendek dan memori jangka panjang berikut.

Tabel Perbedaan Memori Jangka Pendek dan Memori Jangka Panjang

Jenis Memori

Memori Jangka Pendek

Memori Jangka Panjang/Tertentu

Input / MasukanSangat cepatRelatif lambat
KapasitasTerbatasPraktis tidak terbatas
DurasiSangat cepat, 20 - 30 detikPraktis tidak terbatas
IsiKata-kata, gambar-gambar, ide-ide, kalimat-kalimatJaringan proposisi, skemata, produksi-produksi pemikiran, gambaran-gambaran, episodik
Pengambilan Kembali / RetrievalLangsungBergantung representasi dan pengorganisasian

Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir kritis adalah salah satu dari keterampilan berpikir tingkat tinggi. Katerampilan berpikir kritis banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, karenanya, mempelajari keterampilan berpikir kritis bagi siswa, atau mengajarkan keterampilan berpikir kritis bagi guru sangat penting. Berpikir kritis adalah mengevaluasi konklusi-konklusi (kesimpulan-kesimpulan) berdasarkan pengujian terhadap suatu masalah, kejadian, atau pemecahan masalah secara logis dan sistematis.

Para ahli psikologi menganggap kajian tentang keterampilan berpikir kritis amat menarik dan penting untuk dipelajari. Hingga kini ada banyak pendapat dan gagasan tentang bagaimana sebaiknya cara mengajarkan keterampilan berpikir kritis ini untuk siswa. Untuk lebih memahami apa itu keterampilan berpikir kritis, mungkin contoh-contoh dan tingkatan keterampilan berpikir kritis yang disajikan pada tabel di bawah ini dapat bermanfaat untuk anda.

Tabel Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Tingkatan/Jenis Keterampilan Berpikir Kritis

Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

Mendefinisikan dan Mengklarifikasi Masalah
  1. Mengidentifikasi isu sentral atau masalah. 
  2. Mengkomparasi persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. 
  3. Menentukan manakah informasi yang relevan. 
  4. Memformulasi pertanyaan-pertanyaan dengan tepat.
Menentukan Informasi-Informasi yang Relevan dengan Masalah
  1. Membedakan antara fakta, opini, dan keputusan logis. 
  2. Mengecek konsistensi. 
  3. Mengenali stereotip dan klise. 
  4. Mengenali bias, faktor-faktor emosional, propaganda, dan istilah semantik. 
  5. Mengenali nilai sistem dan ideologi yang berbeda.
Menyelesaikan Masalah / Menggambarkan Konklusi
  1. Mengenali ketepatan data. 
  2. Memprediksi kemungkinan-kemungkinan konsekuensi

4 Pandangan Tentang Motivasi belajar

4 Pandangan Tentang Motivasi belajar

Ada 4 pandangan utama dalam hal kajian tentang motivasi belajar. keempat pandangan ini mewakili teori belajar masing-masing. Berikut adalah keempat pandangan utama tentang motivasi belajar tersebut, disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel Perbandingan 4 Pandangan Teori Belajar tentang Motivasi Belajar


Teori Belajar / Teori MotivasiSumber MotivasiFaktor yang BerpengaruhAhli Motivasi
Behavioral / Tingkah LakuPenguatan ekstrinsikpenguatan, reward (penghargaan), insentif, hadiah,dan hukumanSkinner
HumanistikPenguatan intrinsikKebutuhan akan percaya diri, pemuasan diri, aktualisasi diriMaslow, Deci
KognitifPenguatan intrinsikRasa percaya, keyakinan, atribusi sukses dan gagal, harapanWeiner, Covington
Pembelajaran SosialPenguatan ekstrinsik dan penguatan intrinsiknilai tujuan, harapan untuk mencapai tujuanBandura


Prinsip-Prinsip Psikologi yang Berpusat pada Siswa : Faktor Kognisi dan Metakognisi

Saturday, January 25, 2014

Prinsip-Prinsip Psikologi yang Berpusat pada Siswa (Student Centered Learning)

Menurut APA (American Psychological Association, 1997) ada 14 prinsip psikologi yang berpusat pada siswa terkait faktor kognisi (kognitif) dan metakognisi (metakognitif), yaitu:
  1. Hakikat Proses Pembelajaran

    Pembelajaran pokok bahasan yang rumit akan sangat efektif apabila hal itu merupakan proses yang intensional untuk membentuk makna dari informasi dan pengalaman.
  2. Tujuan Proses Pembelajaran

    Siswa yang berhasil, dari waktu ke waktu dan dengan panduan pembelajaran bermakna (meaningful learning) , akan dapat menciptakan penyajian pengetahuan yang bermakna dan koheren.
  3. Konstruksi Pengetahuan

    Siswa yang berhasil dapat menciptakan hubungan informasi baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya sebelumnya dengan cara bermakna.
  4. Pemikiran Strategis

    Siswa yang berhasil dapat menciptakan dan menggunakan persediaan strategi pemikiran dan penalaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang rumit.
  5. Pemikiran Tentang Pemikiran

    Strategi tingkat tinggi untuk memilih dan memantau cara kerja pikirannya sendiri, sehingga mempermudah munculnya pemikiran yang kreatif dan kritis.
  6. Konteks Pembelajaran

    Pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, termasuk budaya, teknologi, dan praktek pembelajaran.
  7. Pengaruh Motivasi dan Emosi Terhadap Pembelajaran

    Apa dan berapa banyak yang dipelajari dipengaruhi oleh motivasi. Motivasi belajar selanjutnya akan dipengaruhi keadaan emosi, keyakinan, minat, dan tujuan, dan kebiasaan berpikir seseorang.
  8. Motivasi Intrinsik Untuk Belajar

    Kreativitas, pemikiran tingkat tinggi dan keingintahuan alami siswa, semuanya mempunyai peranan terhadap motivasi untuk belajar. Motivasi intrinsik dirangsang oleh tugas-tugas yang sangat baru dan sulit, relevan bagi minat pribadi, dan memungkinkan pilihan, serta pengendalian pribadi.
  9. Dampak Motivasi Pada Upaya Belajar

    Perolehan pengetahuan dan kemampuan yang rumit memerlukan upaya siswa yang luas dalam latihan terbimbing. Tanpa motivasi siswa untuk belajar, kesediaan melakukan upaya ini tidak akan mungkin tanpa paksaan.
  10. Pengaruh Perkembangan Terhadap Pembelajaran

    Ketika setiap siswa berkembang, mereka berhadapan dengan peluang-peluang berbeda dan mengalami hambatan-hambatan yang berbeda untuk pem,belajaran. Pembelajaran akan paling efektif apabila perkembangan yang berbeda di dalam dan seluruh ranah fisik, intelektual, emosi, dan sosial dipertimbangkan.
  11. Pengaruh Sosial Terhadap Pembelajaran

    Pembelajaran dipengaruhi oleh interaksi sosial, hubungan antar pribadi dan komunikasi dengan orang lain.
  12. Perbedaan Individu dalam Pembelajaran

    Siswa mempunyai strategi, pendekatan, dan kemampuan yang berbeda untuk pembelajaran sebagai fungsi dari pengalaman dan warisan sebelumnya.
  13. Pembelajaran dan Keberagaman

    Pembelajaran akan paling efektif apabila perbedaan latar belakang bahasa, budaya, dan sosial siswa dipertimbangkan.
  14. Standar dan Penilaian

    Penentuan dengan tepat standar penilaian yang tinggi dan menantang adalah bagian integral dariproses pembelajaran tersebut.

10 Definisi Berpikir Kritis

10 Definisi Berpikir Kritis

Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan tingkat tinggi yang sangat penting diajarkan kepada siswa selain keterampilan berpikir kreatif. Apa itu berpikir kritis? Berikut ini disajikan 10 buah definisi mengenai berpikir kritis (keterampilan berpikir kritis).
  1. Definisi berpikir kritis menurut Ennis (1962) : Berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.
  2. Definisi berpikir kritis menurut Beyer (1985) : Berpikir kritis adalah kemampuan (1) menentukan kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan, (3) membedakan fakta dari penilaian, (4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, (5) mengidentifikasi bias yang ada, (6) mengidentifikasi sudut pandang, dan (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan.
  3. Definisi berpikir kritis menurut Mustaji (2012): Berpikir kristis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Berikut adalah contoh-contoh kemampuan berpikir kritis, misalnya (1) membanding dan membedakan, (2) membuat kategori, (2) meneliti bagian-bagian kecil dan keseluruhan, (3) menerangkan sebab, (4) membuat sekuen / urutan, (5) menentukan sumber yang dipercayai, dan (6) membuat ramalan.
  4. Definisi berpikir kritis menurut Walker (2006) :Berpikir kritis adalah suatu proses intelektual dalam pembuatan konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari hasil observasi, pengalaman, refleksi, di mana hasil proses ini diguanakan sebagai dasar saat mengambil tindakan.
  5. Definisi berpikir kritis menurut Hassoubah (2007):Berpikir kritis adalah kemampuan memberi alasan secara terorganisasi dan  mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis.
  6. Definisi berpikir kritis menurut Chance (1986) :Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis fakta, mencetuskan dan menata gagasan, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan masalah.
  7. Definisi berpikir kritis menurut Mertes (1991) :Berpikir kritis adalah sebuah proses yang sadar dan sengaja yang digunakan untuk menafsirkan dan mengevaluasi informasi dan pengalaman dengan sejumlah sikap reflektif dan kemampuan yang memandu keyakinan dan tindakan.
  8. Definisi berpikir kritis menurut Paul (1993) :Berpikir kritis adalah mode berpikir – mengenai hal, substansi atau masalah apa saja – di mana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya.
  9. Definisi berpikir kritis menurut Halpern (1985) :Berpikir kritis adalah pemberdayaan kognitif dalam mencapai tujuan.
  10. Definisi berpikir kritis menurut Angelo (1995):Berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenali permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan serta mengevaluasi.

Daftar Pustaka:


Ennis, Robert H. 1962. A concept of critical thinking. Harvard Educational Review, Vol 32(1), 81-111.

Beyer, Barry K. (1985). Critical Thinking. Phi Delta Kappa, 408 N. Union, P.O. Box 789, Bloomington, IN 47402-0789.

Mustaji (2012). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran. Tersedia online: http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikir-kritis-dan-kreatif-dalam-pembelajaran diakses tanggal 23-12-2012.

Hossoubah,  Z. (2007). Develoving Creative and Critical Thinking Skills (terjemahan) . Bandung: Yayasan Nuansa Cendia.

Chance, P. (1986). Thinking in the classroom: A survey of programs. New York: Teachers College, Columbia University.

Mertes (1991). Thinking and Writing. Middle School Journ. 22: 24-25.

Halpern, Diane F. (1989). Thought and knowledge: An introduction to critical thinking (2nd ed.). Hillsdale, NJ, England: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. xvii 517 pp.

Angelo, Thomas A. & Cross, Patricia (1995). Classroom Assessment Techniques: A Handbook for College Teachers, 2nd edition.

Paul, Richard (1993).Critical Thinking: How to Prepare Students for a Rapidly Changing World. Foundation for Critical Thinking.

Walker, Paul & Finney, Nicholas. (1999). Skill Development and Critical Thinking in Higher Education. Higher Education Research & Development Unit, University College, London WC1E 6BT, UK

Artikel lainnya tentang Berpikir Kritis:

Contoh Keterampilan Berpikir Kritis

10 Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Beyer (1988)

10 Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Beyer (1988)

Setelah sebelumnya blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com memposting artikel berjudul 10 definisi berpikir kritis, maka kali ini blog sederhana ini akan kembali mengulas keterampilan berpikir, yaitu tentang 10 keterampilan berpikir kritis. Beyer (1988) mengidentifikasi 10 keterampilan berpikir kritis yang dapat dipakai siswa untuk menilai kebenaran pernyataan atau argumen, memahami iklan, dan sebagainya, yaitu sebagai berikut:

  1. Membedakan mana fakta variabel dan pernyataan nilai.
  2. Membedakan informasi, pernyataan, atau alasan yang relevan, dari pernyataan atau alasan yang tidak relevan.
  3. Menentukan apakah suatu fakta pernyataan itu tepat atau tidak.
  4. Menentukan apakah suatu sumber kredibel atau tidak.
  5. Mengidentifikasi argumen atau pernyataan yang ambigu (menyesatkan dan bermakna ganda).
  6. Mengidentifikasi asumsi-asumsi yang tidak secara langsung dinyatakan (tersirat).
  7. Mendeteksi adanya prasangka.
  8. Mengidentifikasi kesalahan logika.
  9. Mengidentifikasi tidak adanya konsistensi logika dalam suatu garis pemikiran atau ide.
  10. Menentukan kekuatan argumen atau pernyataan.

Perlu diperhatikan bahwa ke-10 keterampilan di atas bukanlah suatu urutan atau tahapan, tetapi lebih pada kemungkinan-kemungkinan cara yang dapat dipakai siswa untuk melakukan pendekatan terhadap suatu informasi untuk mengevaluasi apakah informasi tersebut betul atau dapat dipercaya, atau sebaliknya.

Artikel lainnya tentang keterampilan berpikir kritis:

Teori Motivasi

Saturday, November 9, 2013

Teori Motivasi

Motivasi umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang terdapat di dalam diri seseorang yang dapat menstimulasi tingkah laku atau memicu munculnya suatu tindakan. Motivasilah yang membuat saat ini kita bertindak sebagaimana kita sekarang. Nah, untuk memahaminya, cobalah anda berpikir sejenak tentang apa yang telah membuat anda melakukan apa yang sedang anda lakukan sekarang ini.
definisi motivasi dalam kaitannya dengan belajar
definisi motivasi

Para ahli membedakan motivasi ke dalam 2 (dua) kategori utama, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Saat suatu tingkah laku dilakukan oleh seseorang karena sesuatu yang berasal dari dalam dirinya sendiri, misalnya minat dan rasa ingin tahunya, atau bahkan karena ia menikmatinya, maka motivasi ini dikategorikan sebagai motivasi intrinsik. Seseorang yang jauh-jauh pergi berkendaraan, kemudian berkemah di tepi sungai dan memancing karena begitu menikmati suasana sedemikian adalah contoh orang yang termotivasi secara intrinsik.

Berbeda sekali dengan apa yang disebut sebagai motivasi ekstrinsik, di mana pada motivasi jenis ini seseorang melakukan suatu tingkah laku karena adanya faktor yang bukan berasal dari dalam dirinya sendiri, tetapi lebih karena lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang dapat memicu munculnya motivasi ekstrinsik misalnya penghargaan dari orang lain, hukuman yang akan diterima apabila ia tidak melakukan sesuatu, atau tekanan sosial, dan sebagainya. Di dalam sebuah kelas, agar terbentuk komunitas belajar (learning community) yang efektif dan produktif, maka guru harus pandai menggunakan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran bagi siswa.

Berbagai teori tentang motivasi dan hubungannya dengan belajar siswa telah diajukan oleh para ahli psikologi pendidikan. Beberapa teori yang dimaksud antara lain teori penguatan (reinforcement theory), teori kebutuhan (needs theory), teori kognitif (cognitive theory), dan teori belajar sosial (social learning theory).


Baca juga:
Balikan (feedback dan hubungannya dengan motivasi belajar.
Cara mengukur minat dan motivasi belajar
Pembelajaran kooperatif dan motivasi belajar
Upaya untuk meningkatkan motivasi belajar

Komunitas Belajar (Learning Community) dan Kelas Anda

Komunitas Belajar (Learning Community) dan Kelas Anda

Blog penelitian tindakan kelas kali ini akan mencoba mengetengahkan tulisan mengenai learning community (komunitas belajar). Komunitas belajar adalah salah satu aspek penting yangharus ada dalam setiap kelas. Guru yang efektif akan mengupayakan agar di dalam pembelajaran yang dilaksanakannya terbentuk komunitas belajar yang efektif pula. Apakah komunitas belajar (learning community) itu dan bagaimanakah komunitas belajar bisa terbentuk? Berikut ulasannya untuk anda.

Karakteristik Learning Community

Komunitas belajar yang ada di dalam sebuah kelas pada sebuah kegiatan pembelajaran akan sangat berpengaruh pada keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, dan pada akhirnya pencapaian tujuan pembelajaran.Untuk mewujudkan sebuah komunitas belajar yang baik dan kohesif, di dalam sebuah kelas harus terdapat berbagai karakteristik positif seperti :
  • Hubungan antar individu yang saling peduli satu sama lain
  • Pengharapan guru yang tinggi akan hasil belajar siswa
  • Inkuiri (proses mencari tahu) yang produktif dalam belajar
  • Lingkungan belajar yang positif
Menciptakan komunitas belajar (learning community) bukanlah hal yang mudah bagi guru, akan tetapi ini harus dilakukan. Tidak ada proses kegiatan belajar yang baik yang dapat tercipta tanpa adanya komunitas belajar yang baik. Penciptaan kondisi sedemikian memerlukan berbagai tindakan dari guru apabila ia berharap semua upaya yang dilakukannya untuk membelajarkan siswa membuahkan hasil yang memuaskan.
Komunitas belajar (learning community) merupakan salah satu komponen penting dalam kelas efektif
Komunitas belajar itu merupakan salah satu komponen penting dalam kelas efektif

Komunitas Belajar (Learning Community) = Bergabungnya Individu-Individu Ke Dalam Kelompok?

John Deweypada tahun 1916 telah lama mengamati bahwa anak-anak akan belajar pada saat mereka berpartisipasi pada setting-setting sosial. Kemudian, beberapa dekade kemudian, Jerome Brunner (1996) menyatakan bahwa seseorang membuat makna (pengetahuan) berdasarkan hubungan-hubungan dan keikutsertaannya pada komunitas-komunitas atau budaya-budaya teertentu. Hal ini menunjukkan (berdasarkan hasil pengamatan kedua ahli tersebut), bahwa komunitas belajar menjadi salah satu aspek dalam belajarnya seseorang.

Mengingat kembali kerangka-kerangka hubungan antara individual-kelompok, yang merupakan hasil penelitian ahli psikologi sosial yang terkenal: Kurt Lewin (1939, dan 1956) serta beberapa koleganya, yang tertarik dengan bagaimana suatu kombinasi dari kebutuhan-kebutuhan manusia dan kondisi-kondisi lingkungan, akan dapat menjelaskan tingkah laku manusia. Getzels dan Thelan (1960) menerapkan pemikiran-pemikiran tersebut dalam bidang pendidikan. Mereka kemudian mengembangkan model dua dimensi untuk menerangkan bagaimana hubungan antara kebutuhan-kebutuhan siswa secara individual dengan kondisi kehidupan di dalam kelas. Dimensi pertama dari model tersebut mendeskripsikan bagaimana, pada sebuah kelas, terdapat siswa-siswa dengan motif-motif dan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda. Perspektif ini dapat disebut sebagai dimensi individual dari kehidupan kelas. Dari perspektif ini tingkah laku kelas akan dihasilkan sebagai wujud dari kepribadian-kepribadian dan tingkah laku-tingkah laku semua siswa dan aksi-aksi mereka dalam upaya pemenuhan motif-motif dan kebutuhan-kebutuhan setiap individu.

Dimensi kedua dari model yang dikembangkan oleh Getzels dan Thelan ini menjelaskan bagaimana sebuah kelas eksis dalam kaitannya dengan peranan-peranan dan harapan-harapan pada suatu setting sebuah kelas untuk memenuhi tujuan dari suatu sistem (sekolah/kelas). Dimensi yang kedua ini disebut dimensi kelompok dari sebuah kelas. Dari perspektif ini, perilaku kelas ditentukan oleh norma (harapan) sekolah atau kelas. Kehidupan di dalam kelas, pada akhirnya ditentukan oleh siswa-siswa yang termotivasi secara individual dan respon guru kepada setiap siswa tersebut dalam sebuah setting sosial. Dengan demikian akhirnya akan terbentuk suatu komunitas belajar sehingga diperoleh lingkungan yang diinginkan yaitu menciptakan kelas yang termotivasi untuk belajar baik secara akademik maupun secara sosial.

Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas, hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian guru adalah motivasi siswa untuk belajar. Motivasi menjadi salah satu faktor yang amat penting karena bila dibandingkan dengan kepribadian siswa ataupun karakter siswa, motivasi siswa untuk belajar ternyata bersifat sangat rapuh dan mudah berubah. Hari ini termotivasi, besok belum tentu.

Konsep tentang komunitas belajar adalah faktor terpenting dalam kehidupan sosial di kelas dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. Berbeda dengan kumpulan individu, komunitas belajar adalah suatu setting di mana pada komunitas tersebut terdapat tujuan belajar yang sifatnya mutual (saling menguntungkan), dan menunjukkan adanya kepedulian terhadap pembelajaran dari setiap individu anggotanya. Komunitas belajar menjadi sebuah wadah yang akan mendorong terjadinya proses pembelajaran pada setiap anggotanya.

Demikian tulisan tentang komunitas belajar (learning community) yang seyogyanya selalu terbentuk di dalam kelas pada pembelajaran anda dari blog penelitian tindakan kelas. Semoga bermanfaat.
 

Most Reading