Pages

Showing posts with label teori penelitian. Show all posts
Showing posts with label teori penelitian. Show all posts

Observasi dalam Penelitian Pendidikan

Thursday, February 20, 2014

Apa makna dari observasi? Banyak orang suka mengartikan kata observasi dalam wawasan yang sempit. Dalam hal ini, seringkali observasi hanya diartikan sebagai pengamatan dengan menggunakan mata. Pada penelitian, seperti halnya juga penelitian pendidikan, kata observasi bermakna lebih luas dari yang telah disebutkan di atas. Observasi meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek atau subjek penelitian dengan menggunakan seluruh alat indra yang mungkin dilibatkan. Jadi mengobservasi tidak terbatas pada hanya melakukan pengamatan (dengan menggunakan indra penglihat: mata) saja, tetapi dapat pula dengan melibatkan indra peraba, pendengaran, penciuman dan pengecap.Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dari bermacam-macam teknik pengumpulan data yang sangat penting dalam penelitian pendidikan.

Sebenarnya, penggunaan  alat indra dalampegamatan (observasi) menunjukkan bahwa observasi yang dilakukan adalah secara langsung. Selain menggunakan alat indra melalui pengamatan langsung, observasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian, seperti tes, kuisioner, dsb. Observasi seringkali pula nmelibatkan alat bantu untuk perekaman suara, perekaman video, atau gambar. Penggunaan alat-alat untuk memperoleh rekaman gambar, rekaman suara, dan rekamaan video adalah termasuk ke dalam jenis observasi tidak langsung dengan maksud penundaan observasi, dan memudahkan observasi pada kejadian-kejadian yang berlangsung secara kompleks sehingga pengamatan dapat diulang-ulang melalui rekaman yang tersedia itu.

Observasi dalam penelitian pendidikan dapat dilakukan secara sistematis, artinya observasi yang dilakukan oleh pengamat selalu berpedoman pada instrumen pengamatan yang telah dibuat khusus untuk penelitian tersebut. Observasi dapat pula dilakukan secara non sistematis, bila dalam melakukan observasi, pengamat tidak menggunakan instrumen pengamatan.

Pada observasi sistematis, instrumen pengamatan adalah pedoman pengamatan yang dapat berisi daftar jenis kegiatan yang mungkin akan muncul dan akan diamati. Pada pelaksanaan observasi, melalui instrumen atau pedoman ini, observer dapat memberikan skor, tally, atau catatan kecil pada kolom yang telah disediakan bila jenis kegiatan yang dimaksud muncul atau tidak muncul.

Metode Wawancara dalam Penelitian Pendidikan

Wawancara adalah salah satu bentuk kuisioner, tetapi dilakukan secara lisan. Sebagai salah satu metode pengumpulan data dalam penelitian pendidikan, wawancara sangatlah penting. Dalam metode wawancara, dilakukan dialog antara pewawancara (interviewer) yang bertujuan memperoleh data, dengan pihak terwawancara sebagai sumber informasi atau data.

Biasanya metode wawancara dilakukan dengan tujuan untuk menilai keadaan seseorang. Contohnya saja, untuk mengetahui latar belakang mengapa seseorang putus dari sekolah, atau ,mengapa setelah digunakan suatu model pembelajaran tertentu, prestasinya meningkat dengan tajam.

wawancara yang dilakukan dalam tujuan memperoleh data tadi, dapat bersifat terstruktur secara ketat, atau dapat pula berbentuk wawancara tak terstruktur. Pada wawancara terstruktur, biasanya pewawancara sebagai orang yang ingin menggali data hanya perlu memberikan tanda ceklis pada formulir wawancara yang telah disiapkan berdasarkan pilihan jawaban pertanyaan yang juga telah disediakan oleh pewawancara.

Strategi yang dilakukan pewawancara terhadapsi terwawancara (responden) saat mewawancara mereka dapat dengan memperlihatkan daftar pertanyaan dan pilihan jawaban yang disediakan, atau dapat pula dengan menyembunyikan daftar pertanyaan tersebut. Tatkala daftar pertanyaan dengan pilihan jawaban yang disediakan diperlihatkan kepada pihak terwawancara (sumber data), maka terwawancara bahkan seringkali boleh langsung membaca daftar pertanyaan tersebut dan memberi tanda ceklis sendiri sehingga metode wawancara dengan strategi yang demikian tak ubahnya bagaikan metode kuisioner saja.

Bila dalam pelaksanaan wawancara, si pewawancara bebas menanyakan apa saja, sembari mengingat akan data apa yang ingin dikumpulkannya, maka wawancara ini dikatakan sebagai wawancara bebas (inguided interview). Pewawancara tidak membawa pedoman wawancara (daftar pertanyaan). Kelebihan melakukan wawancara bebas dalam penelitian pendidikan adalah pihak terwawancara tidak sepenuhnya menyadari kalau ia sedang diwawancarai sehingga kegiatan bisa berlangsung dengan santai dan jawaban tidak dibuat-buat. Kelemahan wawancara bebas adalah waktu yang dibutuhkan seringkali menjadi lebih panjang, karena kadang-kadang pertanyaan melenceng ke hal-hal yang tidak terlalu penting, atau dapat pula di pewawancara lupa satu atau beberapa bagian data yang dibutuhkannya sehingga tidak tertanyakan kepada pihak terwawancara.

Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan saat akan melakukan wawancara adalah si pewawancara harus mampu menciptakan suasana santai tetapi serius. Intinya, wawancara dilakukan tanpa ketegangan, tetapi si terwawancara tetap memberikan data yang akurat dan tidak asal-asalan menjawab pertanyaan yang diberikan.

Etika Penelitian bagi Guru yang Melakukan Riset

Wednesday, February 12, 2014

Etika Penelitian Menurut Kemmis dan Taggart

Berikut beberapa etika penelitian bagi guru atau mahasiswa yang akan/sedang melakukan penelitian(Kemmis & Taggart, dalam Hopkins, 1993):
  • Meminta persetujuan dan ijin dari orang-orang yang berwenang.
  • Mengajak rekan-rekan sejawat untuk berpartisipasi dan terlibat.
  • Memperhatikan pendapat dan saran rekan-rekan walaupun mereka tidak terlibat secara langsung.
  • Penelitian dilakukan secara terbuka dan transparan, bahkan rekan-rekan sejawat dipersilakan memberikan kritik/protes.
  • Meminta ijin secara eksplisit untuk mengobservasi dan mengambil data dari mitra peneliti, tetapi tidak termasuk ijin kepada siswa jika memang harus demikian untuk tujuan peningkatan mutu pembelajaran.
  • Meminta ijin untuk membuka atau mengkopi  dokumen-dokumen mitra peneliti (guru).
  • Catatan dan deskripsi pada data harus relevan, akurat, jujur, adil (obyektif).
  • Wawancara, pertemuan atau tu kar pendapat tertulis sebaiknya memperhatikan pandangan semua pihak, relevan, akurat, dan adil.
  • Rujukan langsung, rujukan observasi, rekaman, keputusan, kesimpulan, atau rekomendasi hendaknya mendapat ijin, atau otorisasi kutipan.
  • etika penelitian
    Etika Penelitian, Perlukah?
  • Laporan disusun untuk yang berbeda-beda, seperti laporan verbal pada pertemuan staf jurusan, tertulis untuk jurnal, suratkabar, orang tua murid, dll.
  • Semua mitra penelitian mengetahui dan menyetujui prinsip-prinsip kerja penelitian, sebelum penelitian dilakukan.
  • Hak melaporkan kegiatan dan hasil penelitian, apabila sudah disetujui mitra peneliti.
  • Laporan tidak bersifat melecehkan siapapun yang terlibat sehingga laporan tidak boleh dilarang dipublikasikan hanya karena alasan kerahasiaan.

Apa Saja Karakteristik Penelitian Kualitatif?

Saturday, January 25, 2014

 Apa Saja Karakteristik Penelitian Kualitatif?

Sudah lama blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com tidak membahas tentang teori penelitian. Di blog ptk ini, walaupun dulu sekali telah ditampilkan artikel tentang penelitian kualitatif, ternyata setelah dicek, sama sekali belum ada artikel tentang karakteristik penelitian kualitatif. Baiklah, tanpa panjang lebar, mari kita cermati karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh penelitian kualitatif berikut ini.

Karakteristik Penelitian Kualitatif

  • Pada penelitian kualitatif teori atau hipotesis tidak secara apriori diwajibkan ada.
  • Penelitian kualitatif dilaksanakan pada latar alamiah (bukan dibuat-buat/artifisial), yaitu tempat di mana kejadian dan perilaku manusia berlangsung.
  • Asumsi-asumsi pada penelitian kualitatif amat berbeda dengan penelitian kuantitatif.
  • Dalam melaksanakan penelitian kualitatif, justru peneliti-lah yang merupakan instrumen utama penelitian untuk mengumpulkan data.
  • Data yang dikumpulkan pada penelitian kualitatif lebih cenderung bersifat deskriptif atau penggambaran dalam bentuk kata-kata, bukan dominan angka-angka.
  • Penelitian kualitatif berfokus pada menggali persepsi dan pengalaman partisipan (pihak-pihak yang terlibat dalam) penelitian.
  • Pada penelitian kualitatif, proses pelaksanaan penelitian sama pentingnya dengan hasil penelitian (produk). Peneliti, selama prosesnya berusaha memahami bagaimana suatu kejadian berlangsung.
  • Data pada penelitian kualitatif ditafsirkan dalam pemahaman idiografis, bukan untuk membuat atau merumuskan generalisasi.
  • Dalam merancang desain penelitian, peneliti pada penelitian kualitatif harus mencoba merekonstruksi penafsiran dan pemahaman dengan sumber data, yaitu manusia.
    penelitian kualitatif
    Karakteristik Penelitian Kualitatif
  • Proses penelitian kualitatif hingga menghasilkan produk penelitian, lebih mengandalkan pada tacit knowledge (intuisi dan perasaan), hal ini disebabkan oleh karena data tidak dapat dikuantifikasi. Data adalah apresiasi dari majemuknya suatu keadaan (kenyataan kejadian).
  • Pada penelitian kualitatif amat perlu menjunjung tinggi objektivitas  dan kebenaran. Akan tetapi ktiterianya berbeda dengan penelitian kuantitatif, karena derajat kepercayaannya diperoleh dari verifikasi berdasarkan koherensi, wawasan, dan manfaat.
Nah, demikian artikel tentang karakteristik penelitian kualitatif yang membedakannya dengan penelitian kuantitatif. Semoga bermanfaat.

Artikel lainnya tentang teori penelitian:


Penyusunan Lembar Observasi

Wednesday, October 30, 2013



Penyusunan Lembar Observasi

Lembar observasi adalah pedoman terperinci yang berisi langkah-langkah melakukan observasi mulai dari merumuskan masalah, kerangka teori untuk menjabarkan perilaku yang akan diobservasi,prosedur dan teknik perekaman, kriteria analisis hinggainterpretasi.

Pelopor Penggunaan Lembar Observasi dalam Penelitian

Pelopor penyusunan lembar observasi adalah orang yang bernama Dr. Dorothy Thomas dan Dr.Charlotte Buhler. Keduanya menemukan bahwa cara mereka dalam melakukan observasi dalam setting suasana bermain anak-anak balita sewaktu mereka bertemu untuk pertama kali.

Langkah-Langkah Menyusun Lembar Observasi

Langkah-langkah yang dianjurkan untuk dilakukan sebelum menyusun lembar observasi yaitu:

  • Melakukan studi pendauhuluan meliputi mencoba mengamati terlebih dulu gejala atau aspek yang akan diamati, kemudian menggolong-golongkan gejala-gejala atau aspek-aspek tersebut ke dalam kategori-kategori tertentu, selanjutnya, cobalah menuangkannya ke dalam draft lembar observasi.
  • Menentukan tujuan observasi secara jelas dan rinci. Hal ini dapat dilakukan dengan dibantu pertanyaan-pertanyaan seperti: what? Whre? Who? When? Dan How?
  • Menjabarkan tujuan-tujuan secara rinci dalam instrumen/lembar observasi yang akan disusun.
  • Merumuskan poin-poin penting teori terkait elemen-elemen atau aspek-aspek tingkah laku yang akan diamati.
  • Tuangkan kembali elemen-elemen tingkah laku atau aspek-aspek itu ke dalam draft lembar observasi.
  • Menentukan teknik pencatatan dan penskorannya.
  • Mereview kembali draft dan meminta pendapat orang lain untuk menyempurnakan sehingga dapat aplikatif di lapangan, pengujicobaan untuk kemudian direvisi agar menjadi lebih baik sebelum dipergunakan dalam penelitian yang sesungguhnya.

Selama penelitian berlangsung, lembar observasi dapat sekaligus diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik-teknik tertentu. Validitas adalah ketepatan antara data yang diperoleh oleh peneliti dengan lembar observasi yang digunakan bila dibandingkan dengan kenyataan sebenarnya di lapangan. Reliabilitas adalah derajat stabilitas atau keajegan data temuan yang digali melalui sebuah lembar observasi penelitian.

Observasi sebaiknya dilakukan oleh minimal 2 orang untuk menjaga validitas dan keakuratan pengamatan. Pencatatan hasil pengamatan harus dilakukan oleh pengamat seobyektif mungkin dan mengesampingkan hal-hal pribadi sehingga hasil pencatatan data yang diperoleh tidak bias. Observasi sebenarnya tidak hanya dilakukan melalui pengamatan, (walaupun disebut sebagai lembar pengamatan/lembar observasi), proses observasi sendiri dapat melibatkan indra yang lain seperti mendengarkan, menyentuh (meraba), dan sebagainya.

Demikian tulisan terbaru blog penelitian tindakan kelas tentang penyusunan lembar observasi untuk penelitian. Semoga bermanfaat.

Risalah tentang Penelitian Kuantitatif

Tuesday, October 29, 2013

Risalah tentang Penelitian Kuantitatif

Sudah lama sekali, di blog penelitian tindakan kelas pernah diulas mengenai penelitian kualitatif. Nah, sedang membolak-balik halaman-halaman pada blog kesayangan ini, ternyata ada satu bahasan terkait yang tertinggalkan, yaitu tentang penelitian kuantitatif. Jadi pada tulisan kali ini kita akan mencoba menampilkan tulisan tentang ranah penelitian yang satu ini.

Penelitian ilmiah dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar, apabila kita mencermati bagaimana peneliti mengolah data, menganalisisnya, hingga kemudian menarik kesimpulan. Ke-2 golongan besar itu adalah: penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif.

Penelitian Kualitatif dan Filosofi Positivistik

Untuk memulai membahas penelitian kuantitatif, kita terlebih dahulu akan menjelaskan mengenai filosi yang mendasari dikembangkannya jenis penelitian ini. Penelitian kuantittatif berlandasan filosi positivistik. Paham yang dianut filosofi positivistik adalah: sumber pengetahuan adalah pengalaman manusia. Nama lain untuk positivistik adalah behaviorisme, atau naturalisme dengan tokohnya yang terkenal John Lock dan David Home serta August Comte (1798 – 1857). Aliran filosofi potivistik telah memengaruhi filsafat ilmu semenjak awal abad ke-20.

Prinsip penting terkait aliran positivistik adalah ilmu pengetahuan memiliki 2 karakteristik penting, yaitu kriteria eksplanatori dan kriteria prediktif. Jadi setiap penelitian yang tentunya bertujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan,harus memiliki pula kedua kriteria ini. Sebuah penelitian harus mampu menjelaskan tentang apa yang dikajinya, baik hubungan, perbedaan, pengaruh, maupun sampel terhadap populasi. Selain itu sebagai bukti memiliki kriteria prediktif, penelitian harus mampu memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Sebuah hasil penelitian yang baik akan mempunyai daya prediksi yang tinggi.

Menurut aliran filsafat positivistik, semua ilmu pengetahuan harus memiliki sifat-sifat: objektif, fenomenalisme, reduksionisme, dan naturalisme. Imu pengetahuan dikatakan objektif karena ia bebas nilai. Ia tidak dapat dipengaruhi oleh apapun. Iaharus menjelaskan fenomena-fenomena sebagaimana adanya. Ilmu pengetahuan disebut memiliki sifat fenomenalisme karena ilmu pengetahuan hanya membahas segala seuatu yang dapat diindera: didasarkan pada data dan fakta. Dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dari penelitian ilmiah, sifat reduksionisme tidak dapat tidak ditinggalkan. Ia adalah suatu keniscayaan dimana data yang dikumpulkan harus direduksi sedemikian rupa  sehingga kita dapat melihat fakta dengan lebih “jelas” untuk kemudian dapat ditarik kesimpulan. Naturalisme berarti bahwa segala sesuatu tentang alam semesta ini selalu terikat dan berada dalam hukum-hukum alam tertentu, ia berada dalam keteraturan.

Penelitian Kuantitatif dan Statistik

Pada penelitian kuantitatif, diuji hipotesis-hipotesis untuk menjelaskan keterkaitan antara satu fenomena dengan fenomena lainnya. Pada penelitian kuantitatif, ciri khasnya adalah digunakannya statistik dan teknik sampling. Untuk dapat menguji hipotesis-hipotesis dengan statistik, maka data harus dapat dikuantitatifkan, hal ini berkaitan dengan penentuan tingkat objektivitas data yang dikumpulkan itu sendiri nantinya. Pada penelitian kuantitatif akan dirumuskan variabel-variabel.  Beberapa variabel dikontrol atau dimanipulasi. Dalam kaitan dengan penelitian gejala alam (naturalistik) pengontrolan dan pemanipulasian variabel lebih mudah dilakukan dibandingkan apabila dilakukan penelitian kuantitatif di bidang sosial seperti pendidikan. Kesulitan-kesulitan penerapan penelitian kuantitatif pada bidang pendidikan, untungnyadapat diatasi dengan penggunaan prosedur statistik yang baik.

Beberapa Metode penelitian Kuantitatif

Saat seorang peneliti memilih untuk melakukan penelitian kuantitatif, alih-alih penelitian kualitatif, maka ada beberapa metode yang mungkin digunakan atau dipilihnya, yaitu: metode eksperimen, metode survei, penelitian korelasional, penelitian perbandingan (komparasi), studi perkembangan, metode deskriptif, dan metode  ex post facto.

Metode Eksperimen

Metode eksperimen adalah salah satu metode yang sering digunakan dalam penelitian kuantitatif. Metode eksperimen mempunyai tujuan untuk menjelaskan dan meramalkan apa yang akan terjadi pada suatu variabel apabila diberikan perlakuan tertentu pada variabel lainnya (variabel manipulasi).

Metode Survei

Penelitian yang menggunakan metode survei adalah penelitian kuantitatif yang tujuannya adalah untuk mengungkap bagaimana pendapat atau opini sebuah masyarakat terkait isu-isu tertentu. Hal yang khas pada penelitian kuantitatif dengan metode survei adalah banyaknya populasi subjek penelitian sehingga harus dilakukan sampling dengan teknik tertentu agar benar-benar dapat mewakili populasi yang besar tersebut.

Penelitian Korelasional

Penelitian kuantitatif korelasional merupakan penelitian yang bertujuan untuk menemukan terdapat atau tidak terdapatnya suatu hubungan antara variabel-variabel tertentu. Penelitian di bidang pendidikan banyak yang menggunakan penelitian korelasional ini.

Penelitian Komparasi

Penelitian kuantitatif yang menggunakan metode komparasi atau perbandingan merupakan penelitian yang tujuannya adalah untuk menemukan perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan dari dua atau lebih subjek penelitian.

Studi Perkembangan

Studi Perkembangan atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai developmental study merupakan sebuah metode penelitian kuantitatif yang tujuannya adalah untuk menemukan perkembangan yang terjadi pada suatu subjek penelitian berdasarkan fungsi waktu.Studi perkembangan biasanya dibedakan lagi menjadi dua golongan yaitu studi perkembangan longitudinal dan studi perkembangan cross sectional.

Penelitian Ex Post Facto

Metode penelitian kuantitatif yang satu ini sering disebut juga dengan after the fact. Artinya, penelitian yang dilakukan setelah suatu kejadian itu terjadi. Disebut juga sebagai restropective study karena penelitian ini merupakan penelitian penelusuran kembali terhadap suatu peristiwa atau suatu kejadian dan kemudian merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut.  

Demikian tulisan kali ini di blog penelitian tindakan kelas yang membahas tentang penelitian kuantitatif. Pada tulisan mendatang, mudah-mudahan kita punya kesempatan untuk menguraikan masing-masing metode penelitian kuantitatif yang telah disebutkan sekilas di atas. Salam.






Tulisan Lainnya yang Mungkin Berhubungan:
Langkah-Langkah Penelitian Ilmiah
Metode Penelitian Naturalistik, beberapa Ciri
Karakteristik-Karakteristik Penelitian Kualitatif

Penelitian Dasar Versus Penelitian Terapan

Friday, October 25, 2013

Penelitian Dasar (Pure Research) dan Penelitian Terapan (Applied Research)

Apabila kita membanding penelitian-penelitian yang dilakukan baik di bidang pendidikan maupun bidang lainnya, maka berdasarkan tujuannya, secara garis besar kita akan dapat membedakan antara penelitian dasar (pure research) dengan penelitian terapan (applied research). Tulisan di blog penelitian tindakan kelas dan model-model pembelajaran kali ini akan mencoba mengupas perihal kedua jenis penelitian ini. Mari disimak.

Penelitian Dasar (Pure Research)

Apabila sebuah penelitian  bersifat murni dan mempunyai tujuan untuk menemukan suatu generalisasi atau teori atau prinsip tertentu, maka kita dapat menggolongkannya ke dalam penelitian dasar.
Penelitian dasar sama sekali tidak mementingkan segi praktis (aplikasi) di lapangan. Penelitian dasar hanya mengutamakan untuk mencapai tujuan “menemukan sesuatu”. Landasan yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dasar adalah murni karena rasa ingin tahu tentang sesuatu yang bersifat mendasar.
Di dalam melakukan penelitiannya, para peneliti di bidang inimelaksanakannya pada suasana “laboratoris”, di mana berbagai eksperimen dilakukan di laboratorium (atau suasana laboratorium) alih-alih kondisi nyata di lapangan.

Para peneliti dalam melaksanakan penelitian dasar (pure research) memperhatikan setiap aktivitasnya secara ketat. Mereka akan mengontrol semua variabel yang akan mungkin mempengaru hasil penelitian, sehingga nantinya apa yang mereka peroleh akan benar-benar valid dan tidak bias, sebagaimana dapat dilihat secara nyata.

Beberapa peneliti yang terkenal telah melakukan penelitian dasar di bidang pendidikan. Sebut saja nama Edward L. Thorndike  (1871 – 1949) telah melakukan sebuah riset yang sangat populer tentang prinsip belajar “trial and error”. Tahukah anda bagaimana Edward L. Thorndike melakukan penelitiannya? Bukan menggunakan manusia, ia justru menggunakan kucing sebagai objek eksperimennya. Ia memasukkan seekor kucing ke dalam kand ng yang telah diatur sedemikian rupa. Ia beranggapan apa yang dilakukan binatang seperti kucing juga dilakukan oleh manusia dalam belajar. Prinsip belajar trial and error yang disusun oleh Thorndike selanjutnya berkembang menjadi Hukum Kesiapan (Law of Readiness). Melalui berbagai eksperimen lainnya (yang merupakan bentuk dari penelitian dasar (pure research), Thorndike juga merumuskan Hukum Latihan (Law of Excercice), Hukum Digunakan (Law of Use), Hukum Tidak Digunakan (Law of Disuse), dan Konsep Transfer Latihan (Transfer of Training).

Peneliti di bidang penelitian dasar (pure research) pada bidang pendidikan lainnya adalah Burrhus Frederic Skinner atau biasa dikenal sebagai B.F. Skinner. Sama seperti Thorndike, B.F. Skinner juga melakukan penelitian dengan binatang sebagai objeknya. Ia menggunakan anjing dan sebuah kotak yang dirancangnya secara khusus yang terkenal dengan sebutan Kotak Skinner (Skinner Box). Dari penelitian dasarnya ini ia mengembangkan konsep-konsep seperti Behaviorisme Radikal (Radical Behaviorism), Perilaku Responden (Respondent Behavior), Perilaku Operan (Operant Behavior), Pengkondisian Responden (Respondent Conditioning), Pengkondisian Operan (Operant Conditioning), Stimulus, Respon, dan Penguatan (Reinforcement).

Banyak lagi tokoh lain dalam psikologi pendidikan yang menhasilkan generalisasi, konsep, prinsip, dan teori-teori cemerlang yang berpengaruh pada dunia pendidikan seperti Kurt Lewin, Koffka, dan Jean Piaget.

Penelitian Terapan (Applied Research)

Apabila sebuah penelitian dalam tujuannya lebih mengutamakan segi praktis (penerapan di lapangan), maka penelitian tersebut dapat kita golongkan ke dalam penelitian terapan (applied research). Semua penelitian terapan adalah bentuk aplikasi dari penelitian dsar (pure research).

Di blog ini, kita banyak membahas tentang model-model pembelajaran yang efektif diterapkan di sebuah kelas. Nah, penelitian tentang model-model pembelajaran seperti ini termasuk ke dalam golongan penelitian terapan (applied research). Bruce dan Weil (1975) adalah tokoh-tokoh yang banyak bergelut dengan penelitian tentang model-model pembelajaran.

Tokoh lain di bidang penelitian terapan (applied research) misalnya Scriven, Stake, dan lainnya yang bergelut dengan penelitian tentang evaluasi penerapan kurikulum.

Penelitian terapan dilakukan langsung di lapangan dalam situasi dan kondisi riil, bukan dalam suasana laboratoris sebagaimana penelitian dasar. Karenanya, metodologi yang digunakan juga berbeda dengan penelitian dasar yang lebih bersifat eksperimental.

Demikian tulisan mengenai Penelitian Dasar (Pure Research) versus Penelitian Terapan (Applied Research), semoga bermanfaat.

Tulisan lainnya yang mungkin berhubungan:
Definisi Penelitian (Research)
Syarat-Syarat Penelitian (Research)
Definisi Penelitian Tindakan Kelas (Class Action Research)
Aneka Teknik Pengumpulan Data dalam PTK

Memahami Validasi Instrumen Non Tes dalam Penelitian Pendidikan

Wednesday, September 18, 2013

 Validasi Instrumen Penelitian Pendidikan

Validasi Instrumen Penelitian Pendidikan

Validitas Instrumen dan Penelitian Kependidikan

Blog Penelitian Tindakan Kelas. Penggunaan instrumen-instrumen non tes seperti angket, lembar observasi (pedoman observasi), dan pedoman wawancara dalam kegiatan penelitian pendidikan kini banyak digunakan oleh mahasiswa jurusan kependidikan, guru, dosen, maupun praktisi pendidikan lainnya. Lebih-lebih apabila penelitian yang dilakukannya adalah penelitian yang bersifat kualitatif seperti penelitian deskriptif, survey, atau penelitian tindakan kelas.

Penelitian yang baik harus menggunakan instrumen yang baik valid. Dalam penyusunan instrumen yang baik perlu diperhatikan validitas instrumen yang dihasilkan. Karena itu dalam proses pengembangannya, validasi instrumen adalah suatu langkah kegiatan yang mesti diperhatikan peneliti sebelum menggunakan instrumen tersebut. Diharapkan apabila peneliti memahami secara mendalam tentang validasi instrumen non tes, maka diharapkan pada saat melakukan kegiatan penelitian bidang pendidikan, instrumen yang dipakai untuk menggali data benar-benar valid sehingga akan dapat pula diperoleh data yang ilmiah.

Instrumen Non Tes dalam Penelitian Pendidikan

Pada saatmelakukan penelitian di bidang pendidikan, peneliti biasanya akan menggunakan dua macam bentuk instrumen yaitu instrumen berbentuk tes dan non tes. Instrumen berbentuk tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar. Instrumen non tes digunakan untuk mengukur aspek lain seperti sikap. Instrumen non tes seringkali digunakan tanpa “menguji” objek/subjek penelitian tetapi digunaan dengan cara tertentu, tujuan utamanya biasanya adalah untuk mendapatkan beragam informasi terkait kondisi objek/subjek yang sedang diteliti. Pada saat melakukan penelitian di bidang kependidikan, instrumen non tes yang sering digunakan adalah lembar observasi (pedoman observasi), pedoman wawancara, dan kuesioner (angket).

Lembar Observasi

Lembar observasi (pedoman observasi) digunakan dalam penelitian dengan teknik pengamatan untuk mengumpulan data. Lembar observasi dipergunakan dalam menilai sesuatu dengan mengamati objek/subjek penelitian secara langsung, seksama dan sistematis. Pengamat dapat melihat dan mengamati sendiri, selanjutnya ia akan mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Menurut Moleong (2005: 176) pengamatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pengamatan berperan serta (partisipatif) dan tidak berperanserta (non partisipatif). Dalam pengamatan yang tidak berperan serta, seseorang hanya melakukan satu fungsi yaitu mengamati tetapi pada pengamatan berperan serta seseorang disamping mengamati juga menjadi anggota dari obyek yang diamati. Pengamatan dapat pula dibagi atas pengamatan terbuka dan tertutup. Terbuka jika obyek yang diamati mengetahui bahwa mereka sedang diamati dan sebaliknya. Selain itu pengamatan juga dibagi pada latar alamiah (pengamatan tak terstruktur) dan latar buatan (pengamatan terstruktur). Pengamatan ini biasanya dapat dilakukan pada eksperimen. Dalam pengamatan berstruktur, kegiatan pengamatan itu telah diatur sebelumnya. Isi, maksud, objek yang diamati, kerangka kerja, dan lain-lain, telah ditetapkan sebelum kegiatan pengamatan dilaksanakan. Oleh sebab itu, kegiatan pencatatan hanya dilakukan terhadap data-data yang sesuai dengan cakupan bidang kebutuhan seperti yang telah ditetapkan sejak semula. Lain halnya dengan pengamatan tak berstrukur, dalam melakukan pengamatannya, si pengamat tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang telah dipersiapkan sebelumnya. Setiap data yang muncul yang dianggap relevan dengan tujuan pengamatannya langsung dicatat. Dengan demikian, data yang diperoleh lebih mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Perilaku siswa dalam keadaan seperti itu bersifat wajar, apa adanya dan tidak dibuat-buat. Pedoman observasi berisi butir-butir umum kegiatan yang bisa juga dikembangkan dalam bentuk skala nilai.

Wawancara

Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data penelitian yang memakai instrumen non tes dalam bentuk pedoman wawancara. Pedoman wawancara dipakai sebagai acuan agar didapatkan data/informasi tertentu tentang keadaan responden dengan jalan tanya-jawab sepihak. Disebut sepihak sebab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti pada saat wawancara itu cuma berasal dari pihak pewawancara saja, sementara responden hanya sebagai penjawab pertanyaan. Menurut Lincoln dan Guba (1985: 266), tujuan wawancara antara lain mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain sebagainya.

Angket (Kuisioner)

Bentuk lain instrumen non tes yang dapat digunakan dalam penelitian pendidikan adalah kuisioner (angket). Secara umum, ada dua jenis kuesioner yaitu kuesioner tertutup dan terbuka. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang telah disediakan alternatif jawabannya sehingga responden tinggal memilih yang sesuai dengan keadaan dirinya. Sedangkan kuesioner terbuka adalah kuesioner yang jawabannya belum disediakan sehingga responden bebas menuliskan apa yang dia rasakan. Satu hal yang menjadi ciri utama kuesioner adalah dalam kuesioner tidak ada jawaban benar atau salah. Ada beberapa alasan kenapa kuesioner sering dipergunakan orang dalam mengumpulkan informasi tertentu yaitu : (1) butir-butir kuesioner dapat diberikan kepada responden secara serentak sehingga lebih efektif, (2) butir-butir dalam kuesioner lebih menjamin keseragaman baik perumusan kata, isi maupun urutannya serta kuesioner lebih memudahkan dalam memberikan jawaban, (3) kuesioner memudahkan sumber data dalam memberikan jawaban serta kepraktisan serta relative lebih murah dibandingkan metode nontes yang lain. Penggunaan angket merupakan teknik pengumpulan data secara tidak langsung. Bentuk pertanyaan dapat bersifat terbuka, terstruktur, atau tertutup. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan angket antara lain: kembangkan petunjuk pengisian/pengantar yang di dalamnya berisi maksud, jaminan kerahasiaan jawaban, dan ucapan terima kasih serta butir pertanyaan dirumuskan secara jelas dengan menggunakan bahasa populer dan untuk pertanyaan terbuka sediakan tempat untuk menuliskan komentar responden.

Konsep Dasar Validitas Instrumen

Perlu dibedakan antara hasil penelitian yang valid dengan instrumen yang valid. Hasil penelitian yang valid berarti terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Sedangkan instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi instrumen yang valid menjadi syarat mutlak untuk menghasilkan hasil penelitian yang valid. Namun demikian hal ini masih dipengaruhi oleh kondisi objek yang diteliti dan kemampuan orang yang menggunakan instrumen itu.

Validitas Internal dan Validitas Eksternal

Instrumen yang valid harus mempunyai validitas internal dan eksternal. Suatu instrumen dikatakan yang mempunyai validitas internal atau rasional, bila kriteria yang ada dalam instrumen secara rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang diukur. Jadi instrumen ini dikembangkan menurut teori yang relevan.
Instrumen yang mempunyai validitas eksternal jika kriteria dalam instrumen disusun berdasarkan fakta-fakta empiris yang telah ada. Jadi instrumen ini dikembangkan dari fakta empiris.

Jika validitas instrumen tidak diketahui, maka akibatnya menjadi fatal dalam memberikan kesimpulan. Bahkan mutu seluruh proses pengumpulan data sejak konsep disiapkan sampai data siap untuk dianalisis kurang bisa diperetanggungjawabka kevalidannya. Kerlinger (1973) membagi validitas menjadi tiga jenis, yaitu validitas isi, validitas yang berhubungan dengan criteria, dan validitas konstruk.

Cara Melakukan Validasi Instrumen Non Tes

Validasi terhadap intrumen non tes dalam penelitian pendidikan dapat dilakukan sebagai berikut:

1.    Untuk penggunaan instrumen non tes yang bersifat menghimpun data dalam bentuk naratif atau nominal cukup dilakukan dengan validitas isi atau konstruk. 

Validitas isi dimaksudkan untuk mengetahui isi dari suatu alat ukur (bahannya, topiknya, substansinya) apakah sudah representative atau belum. Validitas isi secara mendasar merupakan suatu pendapat, baik pendapat sendiri atau orang lain. Adapun validitas konstruk adalah suatu abstraksi dan generalisasi khusus dan merupakan suatu konsep yang dibuat khusus untuk kebutuhan ilmiah dan mempunyai pengertian terbatas. Konstrak itu diberi definisi sehingga dapat diamati dan diukur. Untuk melihat varliditas konstrak perlu menjawab beberapa pertanyaan di bawah ini: Komponen/dimensi apa saja yang membentuk konsep tersebut? Landasan teori apa yang membangun dimensi itu? Bukti empiris apa yang memperlihatkan ada tidaknya keterkaitan antara komponen atau dimensinya? Untuk memperoleh validitas konstruk ini dapat dilakukan dengan analisis faktor. Dalam penelitian pendidikan, terutama terkait dengan kegiatan pembelajaran di sekolah, instrumen non tes yang digunakan dapat dianggap sudah valid setidaknya apabila telah memenuhi validitas isi yang diperoleh melalui expert judgement.

2.    Untuk penggunaan instrumen non tes yang bersifat menghimpun data dalam bentuk bentuk data nominal, ordinal, interval, atau rasio, perlu validasi instrumen secara empiris melalui ujicoba (validitas empiris). 

Beberapa formula untuk mempeoleh validitas instrumen secara empiris diantaranya adalah uji keterandalan antar-rater melalui penghitungan koefisien kesepakatan antar pengamat (rater), disebut pula koefisien konkordansi. Koefisien konkordansi ini dicari dengan formula Ebel (J. P. Guilford, 1954: 395). Koefisien konkordansi bisa diterima pada taraf signifikansi 5% jika peluang kesalahannya ≤ 0,05 (yang lazim dipakai dalam penelitian sosial, penelitian pendidikan). Jika ternyata peluang kesalahannya lebih besar dari ketentuan itu, yang berarti antar pengamat tidak ada kecocokan pengamatan, maka butir yang dinilai harus digugurkan dan tidak boleh dipakai sebagai bahan analisis penelitian (Sutrisno Hadi, 1991). Dengan kata lain butir tersebut tidak valid. Selain dengan koefisien konkordansi, validitas instrumen secara empiris juga dapat dicari dengan uji kesahihan butir-total yang dikenal dengan Pearson Product Moment Correlation. Untuk menentukan kesahihan butir pada taraf signifikansi 5 % jika peluang kesalahan ≤ 0,05. Jika ternyata peluang kesalahannya lebih besar dari ketentuan itu, berarti butir instrumen yang dinilai harus tidak valid sehingga mesti digugurkan dan tidak boleh dipakai sebagai bahan mengambil data penelitian. Pengambilan jumlah responden untuk ujicoba khususnya angket sebaiknya cukup diambil responden sebanyak 30 orang yang keadaannya relatif sama dengan responden sesungguhnya (Masri Singarimbun & Sofian Effendi, 1989).

Referensi


  • Azwar, Saifuddin. (1986). Seri Pengukuran Psikologi: Reliabilitas dan Validitas Interpretasi dan Komputasi. Yogyakarta: Liberty.
  • Fernandes, H.J.X. (1984). Evaluation of Education Program. Jakarta: National Educational Planning, Evaluation and Curriculum Development.
  • Guildfold, J.P. (1954). Psychometric Methods. New York: McGraw Hill Book Company.
  • Hadi, Sutrisno. (1991). Analisis Butir untuk Instrumen Angket, Tes dan Skala Nilai dengan Basica. Yogyakarta: Andi Offset.
  • --------------. (1995). Buku Manual SPS (seri program statistik) paket midi. Yogyakarta: UGM. 
  • Hardjodipuro, Siswoyo. (1988). Aplikasi Komputer dan Analisis Multivariat: Analisis Faktor. Jakarta: Detjen Dikti Depdikbud RI.
  • Henerson, Marlene E., et al. (1988). How to Measure cattitudes. London: Sage Publications Beverly Hills.
  • Kerlinger, F. N. (1978). Foundation of Behavioral Research (Asas- asas penelitian behavioral); Pent.: Simatupang, Landung R. & Koesoemanto, H.J. Yogyakarta: Gama University Press.
  • Shaw, Marvin. & Wrigh, Jack M. (1967). Scale for Measurement of Attitudes. London: McGraw-Hill Book Company.
  • Sumarno. (1996). Analisis Faktor: Penerapannya dalam SPSS. Handout Kuliah PPs Prodi PEP IKIP Yk. Yogyakata.

Tema atau Area Penelitian Di Bidang Pendidikan

Wednesday, July 17, 2013

Melanjutkan artikel-artikel tentang teori penelitian, kali ini blog Penelitian Tindakan Kelas dan Model-Model Pembelajaran akan menyuguhkan pemikiran Wina Sanjaya yang merupakan guru besar dalam bidang kurikulum dan pembelajaran di Universitas Pendidikan Indonesia tentang tema atau area penelitian ilmiah di bidang pendidikan. Yuk disimak.

Tema atau Area Penelitian Di Bidang Pendidikan

Menurut Wina Sanjaya dalam bukunya yang berjudul  Penelitian Pendidikan- Jenis, Metode dan Prosedur yang diterbitkan oleh Kencana Prenada Media Group tahun 2013, tema atau area yang dapat digarap pada penelitian pendidikan dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu: (1) sistem pendidikan; (2) input; (3) proses; (4) output; (5) tri pusat pendidikan; (6) bidang pendidikan; dan (7) mata pelajaran/bidang studi.

Sistem Pendidikan

Bila dilihat dari aspek yang pertama yaitu sistem pendidikan, maka kita dapat melihat bahwa pendidikan terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Komponen-komponen sistem pendidikan tersebut meliputi input, proses, dan output. Sistem pendidikan sendiri digambarkan sebagai skema berikut:
Skema sistem pendidikan
Skema sistem pendidikan

Input

Jika diurai seperti skema sistem pendidikan, maka tema atau area penelitian dari komponen input sendiri dapat dibedakan menjadi: (1) siswa / mahasiswa / peserta didik; (2) guru / dosen / pengajar; (3) kurikulum yang dipakai; (4) sarana / prasarana / fasilitas pendidikan; (5) lingkungan belajar; (6) dsb.

Proses

Penelitian pendidikan pada area proses dapat dibedakan menjadi tema / area: (1) macam-macam strategi pembelajaran; (2) macam-macam model pembelajaran; (3) macam-macam media pembelajaran; (4) performa guru atau siswa / mahasiswa / peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar; (5) penerapan teori-teori pembelajaran; (6) manajemen dan pengelolaan kelas; (7) dsb.

Output

Adapun penelitian pendidikan pada area output (keluaran) dapat lagi dikelompokkan menjadi penelitian pendidian dalam hal : (1) performa lulusan suatu lembaga pendidikan / sekolah / universitas; (2) kinerja lulusan; (3) kesesuaian kemampuan lulusan dengan kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh lulusan; (4) sistem evaluasi yang digunakan; (5) bermacam-macam alat / instrumen evaluasi; (6) dsb.

Tri Pusat Pendidikan

Secara sudut pandang penyelenggaraan pendidikan, maka penelitian pendidikan dapat dilakukan pada area atau tema: (1) pendidikan informal yaitu pendidikan yang dilakukan di dalam keluarga; (2) pendidikan nonformal, yaitu pendidikan yang penyelenggaraannya dilakukan oleh masyarakat; dan (3) pendidikan formal, yaitu pendidikan persekolahan yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Bidang Pendidikan

Apabila kita meninjau penelitian pendidikan berdasarkan bidang-bidang pendidikan itu sendiri, maka kita akan mendapati tema-tema atau area seperti: (1) kurikulum dan pembelajaran; (2) manajemen pendidikan; (3) psikologi pendidikan dan bimbingan konseling; (4) pendidikan luar sekolah; (5) pendidikan khusus; dan (6) pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan.

Mata Pelajaran/Bidang Studi

Penelitian pendidikan yang dilakukan bisa pula ditinjau berdasarkan mata pelajaran / bidang studi, misalnya: (1) pendidikan moral dan humaniora; (2) pendidikan IPS dan berbagai turunan / variasinya; (3) pendidikan MIPA dengan berbagai turunan dan variasinya; (4) pendidikan bahasa dengan berbagai variasi dan turunannya; (5) pendidikan olahraga dan kesehatan beserta variasi dan turunannya.

Demikian posting blog Penelitian Tindakan Kelas dan Model-Model Pembelajaran  tentang tema atau area penelitian ilmiah di bidang pendidikan. Semoga bermanfaat.

Proses Berpikir Manusia untuk Memperoleh Pengetahuan

Saturday, July 13, 2013

Apa yang membedakan manusia dengan binatang? Kami yakin anda pasti tahu jawabannya. Akal-lah yang membedakan manusia dengan binatang. Manusia dengan cara berpikir yang dimilikinya menjadikannya makhluk paling istimewa di muka ini. Nah, pada artikel kali ini blog PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dan Model Pembelajaran akan membahas tentang Cara Manusia Berpikir. Yuk kita simak.

Cara Berpikir Manusia Membuatnya Istimewa dan Berbeda dengan Binatang

Dari jaman dahulu kala, burung pipit telah dapat membuat sarang. Tidak ada kemajuan dalam cara burung pipit membuat sarang. Mungkin, sejak diciptakan oleh Tuhan, begitulah caranya burung pipit membuat sarang. Begitu pula dengan cara makan seekor tupai, tidak ada yang berubah. Semua binatang demikian. Setiap kemampuan yang mereka miliki berasal dari suatu naluri yang datang dari dalam diri mereka.

Berbeda dengan manusia, cara manusia hidup di jaman prasejarah berbeda dengan cara hidup manusia di jaman sekarang. Terjadi banyak sekali perubahan di berbagai aspek kehidupan. Di atas sudah disebutkan bahwa hal ini terjadi karena manusia memiliki kelebihan yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa, yaitu akal pikiran. Barangkali pada jaman batu dulu tidak terbayangkan bagaimana beragam perkakas akan dibuat, bukan dari batu tetapi dari beragam benda dengan keunggulannya masing-masing dan memiliki kemanfaatan yang luar biasa dalam mempermudah kehidupan manusia. Mungkin di jama dahulu tidak pernah terbayangkan bagaimana manusia akan dapat sampai ke berbagai planet dan menjejakkan kaki di sana, atau tidak terbayangkan bagaimana komunikasi dapat dilakukan dengan mudah dan cepat menggunakan handphone, internet, dan sebagainya.

Pada intinya kehidupan manusia selalu berubah dan berkembang seiring dengan kemajuan pengetahuan yang dimilikinya. Kemajuan pengetahuan saat ini sangat menakjubkan. Selalu kita dengar penemuan-penemuan baru. Dalam jangka waktu tidak terlalu lama, muncul sebuah teknologi dan pengetahuan baru yang menggeser teknologi terdahulu. Perkembangan pengetahuan yang pesat ini terjadi karena manusia memiliki rasa ingin tahu (curiousity). Keingintahuan manusia adalah fitrah yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia. Dalam perjalanan hidupnya manusia selalu bertanya dan ingin tahu, mengapa sesuatu menjadi begini, mengapa tidak begitu, bagaimana itu bisa terjadi, dsb.

Dari generasi ke generasi, manusia selalu berusaha mengetahui mengapa suatu fenomena bisa terjadi, mereka selalu tertarik untuk dapat menjelaskannya, lalu kemudian berusaha memanfaatkan pengetahuan tentang fenomena-fenomena alam itu untuk kemudahan hidupnya. Menurut Rummel (1958), pada dasarnya proses berpikir yang dilakukan manusia telah terjadi dalam empat periode, yaitu: (1) periode mencoba-coba; (2) periode otoritas; (3) periode argumentasi; dan (4) periode hipotesis dan eksperimen. Mari kita bahas satu per satu.

1. Periode Mencoba-Coba

Pada jaman dahulu, orang menggunakan proses berpikir mencoba-coba (trial and error). Dapat dimengerti, pada jaman ini, dengan pola berpikir yang demikian pengetahuan yang dimiliki umat manusia berkembang dengan sangat lambatnya. Cara-cara yang dilakukan tidak pasti. Untuk memperoleh suatu pengetahuan, manusia melakukan begitu banyak kesalahan dan kegagalan dahulu sebelumnya. Oleh sebab itu, seringkali manusia pada jaman ini mengambil kesimpulan yang keliru. Kita contohkan begini. Anggap saja di depan kita ada sebuah pintu yang ingin anda buka, dan anda mempunyai 150 anak kunci di tangan anda, di mana salah satu anak kunci itu dapat membuka pintu tersebut. Dengan menggunakan proses berpikir mencoba-coba, anda akan memasukkan secara bergantian satu demi satu anak kunci tersebut hingga akhirnya pintu dapat dibuka. Faktor kebetulan lebih memegang peranan di sini. Cepat atau lambatnya anda menemukan anak kunci yang tepat untuk membuka pintu bergantung sepenuhnya pada faktor kebetulan. Sebenarnya cara berpikir coba-coba sampai saat ini juga masih digunakan.

2. Periode Otoritas 

Periode otoritas dalam proses berpikir manusia ditandai dengan pengaruh besar pada pemegang otoritas (kekuasaan) terhadap cara berpikir manusia. Periode ini berhasil dicapai setelah manusia begitu lama bergelut dengan proses berpikir mencoba-coba. Pemegang otoritas menjadi sandaran kebenaran suatu ilmu pengetahuan, misalnya raja, gereja, bangsawan, dan sebagainya. Kata-kata pemegang otoritas adalah kebenaran dan tidak dapat dibantah. Oleh karena itu, ketika Nicolaus Copernicus pada masanya menyatakan bahwa pusat tata surya kita adalah matahari, maka dihukum penggal lah ia. Kebenaran yang berlaku saat itu dipegang oleh raja dan gereja, di mana menurut pengetahuan pemegang otoritas, pusat atata surya kita bukan matahari melainkan bumi. 

3. Periode Argumentasi

Periode kegita proses berpikir manusia adalah jaman periode argumentasi. Pada masa ini, kebenaran (ilmu pengetahuan) tidak lagi dipegang oleh pihak-pihak yang memiliki ototritas, akan tetapi lebih dipegang oleh para pemikir. Sumber pengetahuan manusia pada jaman ini adalah para pemikir tersebut. Kebanyakan para pemikir pada periode argumentasi, juga merupakan para orator (ahli pidato) yang mampu menyampaikan pemikiran-pemikirannya bahkan melalui perdebatan (adu argumentasi). Pada masa-masa periode argumentasi, kebenaran dipegang para pemikir dan orator ulung. Orang-orang awam hanya menyaksikan dan mendengarkan mereka yang sedang beradu argumen. Sesuatu dianggap benar oleh khalayak umum apabila argumen-argumen yang disampaikan masuk akal. Kebenaran menjadi sulit diterima dan dapat berbeda-beda antara orang yang satu dengan orang yang lain. Pada periode ini belum dikenal pembuktian kebenaran.

4. Periode Hipotesis dan Eksperimen

Periode keempat, yaitu periode hipotesis dan eksperimen muncul ketika pada periode argumentasi sering muncul ketidakpuasan di mana suatu kebenaran tidak mutlak sifatnya dan belum tentu dapat diterima oleh semua orang. Banyak orang menjadi ragu terhadap suatu kebenaran ketika mereka tidak dapat membuktikan kebenaran atau pengetahuan tersebut. Oleh karena itu muncullah periode hipotesis dan eksperimen. Pada masa ini kebenaran adalah milik semua orang karena semua orang dapat melakukan pembuktian. Pada periode berpikir manusia inilah muncul metode ilmiah (Baca Pengertian Metode Ilmiah dan Langkah-LangkahMetode Ilmiah) atau scientific method. Periode hipotesis dan eksperimen merupakan babak baru proses berpikir manusia dan pada periode inilah pengetahuan berkembang dengan sangat pesatnya.

Baca juga: Penelitian Ilmiah dan Langkah-Langkah Penelitian Ilmiah.

Demikian tulisan tentang Proses Berpikir Manusia untuk Memperoleh Pengetahuan dan Pembagian Periodesasinya dari blog Penelitian Tindakan Kelas dan Model Pembelajaran. Semoga Bermanfaat.



Langkah-Langkah dalam Penelitian Ilmiah

Thursday, July 11, 2013

Penelitian Ilmiah dan Langkah-Langkah Penelitian Ilmiah

Kembali membahas tentang teori penelitian, setelah sebelumnya menguraikan tentang metode ilmiah dan langkah-langkah metode ilmiah, blog Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Model-Model Pembelajaran selanjutnya akan membahas tentang penelitian ilmiah dan langkah-langkah melakukan penelitian ilmiah. Yuk disimak.

Perbedaan Metode Ilmiah dengan Penelitian Ilmiah

Metode ilmiah dan penelitian ilmiah, dua frase yang terkesan memiliki pengertian sama ini ternyata memiliki perbedaan satu sama lain. Ada dua (2) hal paling tidak, yang membedakan antara metode ilmiah dengan penelitian ilmiah. Perlu dimengerti bahwa setiap penelitian ilmiah harus menerapkan metode ilmiah, akan tetapi setiap metode ilmiah belum tentu penelitian ilmiah. Maksudnya begini, prinsip-prinsip yang digunakan dalam metode ilmiah digunakan pula dalam penelitian ilmiah.

Adapun letak kedua perbedaan metode ilmiah dengan penelitian ilmiah, sebagaimana telah disebut di atas adalah: (1) dalam hal rumusan masalah; dan (2) dalam hal cara kerja pemecahan masalah. Mari kita uraikan satu persatu.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam metode ilmiah dapat berupa masalah yang sangat sederhana atau masalah yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari, misalnya ketika hari hujan, salah satu sudut lantai kamar di rumah anda menjadi menjadi basah. Untuk menyelesaikan masalah sederhana ini anda tidak perlu melakukan penelitian ilmiah, cukup berpikirdengan menggunakan metode ilmiah. Sebaliknya dalam penelitian ilmiah rumusan masalah cukup kompleks sehingga membutuhkan kegiatan yang kompleks pula untuk menyelesaikan/ memecahkannya. Dalam penelitian ilmiah anda harus merancang instrumen untuk mengumpulkan data dengan benar, menganalisis data, dsb. Melakukan penelitian ilmiah memerlukan waktu yang lebih lama, tidak cukup hanya satu atau dua hari saja sebagaimana anda memecahkan masalah sehari-hari yang sederhana melalui metode ilmiah.Contoh masalah penelitian ilmiah yang cukup kompleks misalnya: Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan prestasi siswa-siswa kelas XA SMA SukaMoro? Untuk memecahkan masalah ini tidak dapat dilakukan secara sederhana melalui metode ilmiah, tetapi haruslah dengan penelitian ilmiah yang dalam pelaksanaannya tetap menerapkan prinsip-prinsip metode ilmiah.

Cara Kerja Pemecahan Masalah

Secara singkat pada paragraf sebelumnya tentang rumusan masalahpun kita sudah dapat memahami bahwa cara kerja dalam penelitian ilmiah lebih kompleks dibanding cara kerja pada metode ilmiah. Selama melaksanakan penelitian ilmiah diperlukan ketekunan, kesabaran, ketelitian, dan keahlian khusus. Penelitian ilmiah dilakukan secara sadar, cermat dan sistematis mengenai subjek tertentu sehingga dapat mengungkapkan fakta-fakta, teori-teori, atau aplikasi-aplikasi. Penelitian ilmiah juga berkaitan dengan memperbaiki sesuatu yang sedang berjalan baik berupa fakta, teori atau kegiatan, dan tidak hanya mengungkap hal-hal yang bersifat baru. Penelitian ilmiah (scientific research) bukan hanya upaya yang dilakukan untuk pemuasan rasa ingin tahun, tetapi juga berkaitan dengan upaya untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan gejala-gejala sosial ataupun kebendaan (alam).

Langkah-Langkah Penelitian Ilmiah

Proses pelaksanaan penelitian ilmiah terdiri dari langkah-langkah yang juga menerapkan prinsip metode ilmiah. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan selama melakukan penelitian ilmiah adalah sebagai berikut:
  1. mengidentifikasi dan merumuskan masalah
  2. melakukan studi pendahuluan
  3. merumuskan hipotesis
  4. mengidentifikasi variabel dan definisi operasional variabel
  5. menentukan rancangan dan desain penelitian
  6. menentukan dan mengembangkan instrumen penelitian
  7. menentukan subjek penelitian
  8. melaksanakan penelitian
  9. melakukan analisis data
  10. merumuskan hasil penelitian dan pembahasan
  11. menyusun laporan penelitian dan melakukan desiminasi.

Berikut kita bahas setiap langkah-langkah penelitian ilmiah (scientific research) itu, berikut ini.

Mengidentifikasi dan Merumuskan Masalah

Sebagaimana halnya dalam metode ilmiah, pada penelitian ilmiah juga harus berangkat dari adanya permasalahan yang ingin pecahkan. Sebelum melaksanakan penelitian ilmiah perlu dilakukan identifikasi masalah. Proses identifikasi masalah penting dilakukan agar rumusan masalah menjadi tajam dan sebagai bentuk data awal bahwa dalam penelitian ilmiah tersebut memang dibutuhkan pemecahan masalah melalui penelitian. Identifikasi masalah dirumuskan bersesuaian sebagaimana latar belakang masalah, berdasarkan fakta dan data yang ada di lapangan. Identifikasi masalah pada umumnya dirumuskan dalam bentuk kalimat deklaratif, sementara rumusan masalah ditulis dalam bentuk kalimat tanya (berbentuk pertanyaan).

Melakukan Studi Pendahuluan

Di dalam penelitian ilmiah, perlu dilakukan sebuah studi pendahuluan. Peneliti dapat melakukannya dengan menelusuri dan memahami kajian pustaka untuk bahan penyusun landasan teori yang dibutuhkan untuk menyusun hipotesis maupun pembahasan hasil penelitian nantinya. Sebuah penelitian dikatakan bagus apabila didasarkan pada landasan teori yang kukuh dan relevan. Banyak teori yang bersesuaian dengan penelitian, namun ternyata kurang relevan. Oleh karenanya, perlu dilakukan usaha memilah-milah teori yang sesuai. Selain itu studi pendahuluan yang dilakukan peneliti melalui pengkajian kepustakaan akan dapat membuat penelitian lebih fokus pada masalah yang diteliti sehingga dapat memudahkan penentuan data apa yang nantinya akan dibutuhkan.

Merumuskan Hipotesis

Hipotesis perlu dirumuskan dalam sebuah penelitian ilmiah, lebih-lebih penelitian kuantitatif. Dengan menyatakan hipotesis, maka penelitian ilmiah yang dilakukan peneliti akan lebih fokus terhadap masalah yang diangkat. Selain itu dengan rumusan hipotesis, seorang peneliti tidak perlu lagi direpotkan dengan data-data yang seharusnya tidak dibutuhkannya, karena data yang diambilnya melalui instrumen penelitian hanyalah data-data yang berkaitan langsung dengan hipotesis. Data-data ini sajalah yang nantinya akan dianalisis. Hipotesis erat kaitannya dengan anggapan dasar. Anggapan dasar merupakan kesimpulan yang kebenarannya mutlak sehingga ketika seseorang membaca suatu anggapan dasar, tidak lagi meragukan kebenarannya.

Mengidentifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Sebuah variabel dalam penelitian ilmiah adalah fenomena yang akan atau tidak akan terjadi sebagai akibat adanya fenomena lain. Variabel penelitian sangat perlu ditentukan agar masalah yang diangkat dalam sebuah penelitian ilmiah menjadi jelas dan terukur. Dalam tahap selanjutnya, setelah variabel penelitian ditentukan, maka peneliti perlu membuat definisi operasional variabel itu sesuai dengan maksud atau tujuan penelitian. Definisi operasional variabel adalah definisi khusus yang dirumuskan sendiri oleh peneliti. Definisi operasional tidak sama dengan definisi konseptual yang didasarkan pada teori tertentu.

Menentukan Rancangan atau Desain Penelitian

Rancangan penelitian sering pula disebut sebagai desain penelitian. Rancangan penelitian merupakan prosedur atau langkah-langkah aplikatif penelitian yang berguna sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian ilmiah bagi si peneliti yang bersangkutan. Rancangan penelitian harus ditetapkan secara terbuka sehingga orang lain dapat mengulang prosedur yang dilakukan untuk membuktikan kebenaran penelitian ilmiah yang telah dilakukan peneliti.

Menentukan dan Mengembangkan Instrumen Penelitian

Apakah yang dimaksud dengan instrumen penelitian? Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang dibutuhkannya. Beragam alat dan teknik pengumpulan data yang dapat dipilih sesuai dengan tujuan dan jenis penelitian ilmiah yang dilakukan. Setiap bentuk dan jenis instrumen penelitian memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Karena itu sebelum menentukan dan mengembangkan instrumen penelitian, perlu dilakukan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Salah satu kriteria pertimbangan yang dapat dipakai untuk menentukan instrumen penelitian adalah kesesuaiannya dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Tidak semua alat atau instrumen pengumpul data cocok digunakan untuk penelitian-penelitian tertentu.

Menentukan Subjek Penelitian

Orang yang terlibat dalam penelitian ilmiah dan berperan sebagai sumber data disebut subjek penelitian. Seringkali subjek penelitian berkaitan dengan populasi dan sampel penelitian. Apabila penelitian ilmiah yang dilakukan menggunakan sampel penelitian dalam sebuah populasi penelitian, maka peneliti harus berhati-hati dalam menentukannya. Hal ini dikarenakan, penelitian yang menggunakan sampel sebagai subjek penelitian akan menyimpulkan hasil penelitian yang berlaku umum terhadap seluruh populasi, walaupun data yang diambil hanya merupakan sampel yang jumlah jauh lebih kecil dari populasi penelitian. Pengambilan sampel penelitian yang salah akan mengarahkan peneliti kepada kesimpulan yang salah pula.Sampel yang dipilih harus merepsentasikan populasi penelitian.

Melaksanakan Penelitian

Pelaksanaan penelitian adalah proses pengumpulan data sesuai dengan desain atau rancangan penelitian yang telah dibuat. Pelaksanaan penelitian harus dilakukan secara cermat dan hati-hati karena kan berhubungan dengan data yang dikumpulkan, keabsahan dan kebenaran data penelitian tentu saja akan menentukan kualitas penelitian yang dilakukan.Seringkali peneliti saat berada di lapangan dalam melaksanakan penelitiannya terkecoh oleh beragam data yang sekilas semuanya tampak penting dan berharga. Peneliti harus fokus pada pemecahan masalah yang telah dirumuskannya dengan mengacu pengambilan data berdasarkan instrumen penelitian yang telah dibuatnya secara ketat. Berdasarkan cara pengambilan data terhadap subjek penelitian, data dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu data langsung dan data tidak langsung. Data langsung adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari sumber data (subjek penelitian), sementara data tidak langsung adalah data yang diperoleh peneliti tanpa berhubungan secara langsung dengan subjek penelitian yaitu melalui penggunaan media tertentu misalnya wawancara menggunakan telepon, dan sebagainya.

Melakukan Analisis Data

Beragam data yang terkumpul saat peneliti melaksanakan penelitian ilmiahnya tidak akan mempunyai kana apapun sebelum dilakukan analisis. Ada beragam alat yang dapat digunakan untuk melakukan analisis data, bergantung pada jenis data itu sendiri. Bila penelitian ilmiah yang dilakukan bersifat kuantitatif, maka jenis data akan bersifat kuantitatif juga. Bila penelitian bersifat kualitatif, maka data yang diperoleh akan bersifat kualitatif dan selanjutnya perlu diolah menjadi data kuantitatif. Untuk itu perlu digunakan statistik dalam pengolahan dan analisis data.

Merumuskan Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada hakekatnya merumuskan hasil penelitian dan melakukan pembahasan adalah kegiatan menjawab pertanyaan atau rumusan masalah penelitian, sesuai dengan hasil analisis data yang telah dilakukan. Pada saat melakukan pembahasan, berarti peneliti melakukan interpretasi dan diskusi hasil penelitian.Hasil penelitian dan pemabahasannya merupakan inti dari sebuah penelitian ilmiah.Pada penelitian ilmiah dengan pengajuan hipotesis, maka pada langkah inilah hipotesis itu dinyatakan diterima atau ditolak dan dibahas mengapa diterima atau ditolak. Bila hasil penelitian mendukung atau menolak suatu prinsip atau teori, maka dibahas pula mengapa demikian. Pembahasan penelitian harus dikembalikan kepada teori yang menjadi sandaran penelitian ilmiah yang telah dilakukan.

Menyusun Laporan Penelitian dan Melakukan Desiminasi

Seorang peneliti yang telah melakukan penelitian ilmiah wajib menyusun laporan hasil penelitiannya. Penyusunan laporan dan desiminasi hasil penelitian merupakan langkah terakhir dalam pelaksanaan penelitian ilmiah. Format laporan ilmiah seringkali telah dibakukan berdasarkan institusi atau pemberi sponsor di mana penelitia itu melakukannya. Desiminasi dapat dilakukan dalam bentuk seminar atau menuliskannya dalam jurnal-jurnal penelitian. Ini penting dilakukan agar hasil penelitian diketahui oleh masyarakat luas (masyarakat ilmiah) dan dapat dipergunakan bila diperlukan.

Demikian uraian dari blog Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Model-Model Pembelajaran tentang penelitian ilmiah dan langkah-langkah melakukan penelitian ilmiah. Semoga bermanfaat.

Pengertian dan Langkah-Langkah Metode Ilmiah

Pengertian Metode Ilmiah dan Langkah-Langkahnya.

Sudah lama tidak menulis tentang teori penelitian, maka kali ini blog Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Model-Model Pembelajaran akan kembali menguraikan salah satu topik terkait hal tersebut, yaitu Pengertian Metode Ilmiah dan Langkah-Langkah Metode Ilmiah. Yuk kita simak.

Pengertian Metode Ilmiah

Metode ilmiah atau dalam bahasa inggris dikenal sebagai scientific method adalah proses berpikir untuk memecahkan masalah secara sistematis,empiris, dan terkontrol.

Metode ilmiah merupakan proses berpikir untuk memecahkan masalah

Metode ilmiah berangkat dari suatu permasalahan yang perlu dicari jawaban atau pemecahannya. Proses berpikir ilmiah dalam metode ilmiah tidak berangkat dari sebuah asumsi, atau simpulan, bukan pula berdasarkan  data atau fakta khusus. Proses berpikir untuk memecahkan masalah lebih berdasar kepada masalah nyata. Untuk memulai suatu metode ilmiah, maka dengan demikian pertama-tama harus dirumuskan masalah apa yang sedang dihadapi dan sedang dicari pemecahannya. Rumusan permasalahan ini akan menuntun proses selanjutnya.

Pada Metode Ilmiah, proses berpikir dilakukan secara sistematis

Dalam metode ilmiah, proses berpikir dilakukan secara sistematis dengan bertahap, tidak zig-zag. Proses berpikir yang sistematis ini dimulai dengan kesadaran akan adanya masalah hingga terbentuk sebuah kesimpulan. Dalam metode ilmiah, proses berpikir dilakukan sesuai langkah-langkah metode ilmiah secara sistematis dan berurutan.

Metode ilmiah didasarkan pada data empiris

Setiap metode ilmiah selalu disandarkan pada data empiris. maksudnya adalah, bahwa masalah yang hendak ditemukan pemecahannya atau jawabannya itu harus tersedia datanya, yang diperoleh dari hasil pengukuran secara objektif. Ada atau tidak tersedia data empiris merupakan salah satu kriteria penting dalam metode ilmiah. Apabila sebuah masalah dirumuskan lalu dikaji tanpa data empiris, maka itu bukanlah sebuah bentuk metode ilmiah.

Pada metode ilmiah, proses berpikir dilakukan secara terkontrol

Di saat melaksanakan metode ilmiah, proses berpikir dilaksanakan secara terkontrol. Maksudnya terkontrol disini adalah, dalam berpikir secara ilmiah itu dilakukan secara sadar dan terjaga, jadi apabila ada orang lain yang juga ingin membuktikan kebenarannya dapat dilakukan seperti apa adanya. Seseorang yang berpikir ilmiah tidak melakukannya dalam keadaan berkhayal atau bermimpi, akan tetapi dilakukan secara sadar dan terkontrol.

Langkah-Langkah Metode Ilmiah

Karena metode ilmiah dilakukan secara sistematis dan berencana, maka terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan secara urut dalam pelaksanaannya. Setiap langkah atau tahapan dilaksanakan secara terkontrol dan terjaga. Adapun langkah-langkah metode ilmiah adalah sebagai berikut:
  1. Merumuskan masalah.
  2. Merumuskan hipotesis.
  3. Mengumpulkan data.
  4. Menguji hipotesis.
  5. Merumuskan kesimpulan.

Merumuskan Masalah

Berpikir ilmiah melalui metode ilmiah didahului dengan kesadaran akan adanya masalah. Permasalahan ini kemudian harus dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. Dengan penggunaan kalimat tanya diharapkan akan memudahkan orang yang melakukan metode ilmiah untuk mengumpulkan data yang dibutuhkannya, menganalisis data tersebut, kemudian menyimpulkannya.Permusan masalah adalah sebuah keharusan. Bagaimana mungkin memecahkan sebuah permasalahan dengan mencari jawabannya bila masalahnya sendiri belum dirumuskan?

Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang masih memerlukan pembuktian berdasarkan data yang telah dianalisis. Dalam metode ilmiah dan proses berpikir ilmiah, perumusan hipotesis sangat penting. Rumusan hipotesis yang jelas dapat memabntu mengarahkan pada proses selanjutnya dalam metode ilmiah. Seringkali pada saat melakukan penelitian, seorang peneliti merasa semua data sangat penting. Oleh karena itu melalui rumusan hipotesis yang baik akan memudahkan peneliti untuk mengumpulkan data yang benar-benar dibutuhkannya. Hal ini dikarenakan berpikir ilmiah dilakukan hanya untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

Mengumpulkan Data

Pengumpulan data merupakan tahapan yang agak berbeda dari tahapan-tahapan sebelumnya dalam metode ilmiah. Pengumpulan data dilakukan di lapangan. Seorang peneliti yang sedang menerapkan metode ilmiah perlu mengumpulkan data berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskannya. Pengumpulan data memiliki peran penting dalam metode ilmiah, sebab berkaitan dengan pengujian hipotesis. Diterima atau ditolaknya sebuah hipotesis akan bergantung pada data yang dikumpulkan.

Menguji Hipotesis

Sudah disebutkan sebelumnya bahwa hipotesis adalah jawaban sementaradari suatu permasalahan yang telah diajukan. Berpikir ilmiah pada hakekatnya merupakan sebuah proses pengujian hipotesis. Dalam kegiatan atau langkah menguji hipotesis, peneliti tidak membenarkan atau menyalahkan hipotesis, namun menerima atau menolak hipotesis tersebut. Karena itu, sebelum pengujian hipotesis dilakukan, peneliti harus terlebih dahulu menetapkan taraf signifikansinya. Semakin tinggi taraf signifikansi yang tetapkan maka akan semakin tinggi pula derjat kepercayaan terhadap hasil suatu penelitian.Hal ini dimaklumi karena taraf signifikansi berhubungan dengan ambang batas kesalahan suatu pengujian hipotesis itu sendiri.

Merumuskan Kesimpulan

Langkah paling akhir dalam berpikir ilmiah pada sebuah metode ilmiah adalah kegiatan perumusan kesimpulan. Rumusan simpulan harus bersesuaian dengan masalah yang telah diajukan sebelumnya. Kesimpulan atau simpulan ditulis dalam bentuk kalimat deklaratif secara singkat tetapi jelas. Harus dihindarkan untuk menulis data-data yang tidak relevan dengan masalah yang diajukan, walaupun dianggap cukup penting. Ini perlu ditekankan karena banyak peneliti terkecoh dengan temuan yang dianggapnya penting, walaupun pada hakikatnya tidak relevan dengan rumusan masalah yang diajukannya.

Demikian tulisan dari blog PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dan Model-Model Pembelajaran tentang Pengertian Metode Ilmiah dan Langkah-Langkah Metode Ilmiah. Semoga bermanfaat.
 

Most Reading