Tanggung Jawab Belajar dan PR
Kemarin siang, salah seorang rekan guru di sekolah saya hampir saja lepas kendali emosi. Untungnya, beliau yang sudah senior dengan puluhan tahun menghadapai berbagai tingkah polah siswa dapat meredakan marahnya. Dua anak kelas 9 yang dimintanya mengumpulkan kembali buku paket pelajaran yang dipinjami setahun yang lalu saat kelas 8 selalu tidak membawa buku tersebut. Sudah beberapa kali mereka ditagih dan selalu berkata bahwa mereka lupa membawanya. Wajar dan manusiawi jika beliau merasa gondok banget.
Perhatian Siswa Terpecah oleh Hal-Hal lain
Itu hanya sebuah ilustrasi kecil, betapa hal-hal yang berkaitan dengan sekolah seringkali tak diacuhkan oleh mereka. Boro-boro belajar, membawa buku yang dipinjamkan kepada mereka saja lupa. Padahal buku tersebut akan dipinjamkan kembali kepada adik kelas mereka yang kini sudah naik kelas dan duduk di kelas 8. Dewasa ini banyak kalangan pendidik (baca: guru) mengeluh tentang siswa-siswi mereka yang sekan-akan kehilangan rasa tanggung jawab terhadap belajar mereka. Tidak mengerjakan PR, lupa membawa buku tertentu, salah jadwal, dsb selalu terjadi di hampir setiap kelas. Memang ini adalah sesuatu yang sangat penting artinya dalam pendidikan anak. Siswa sekarang cenderung banyak terpecah perhatian akan hal-hal lain selain belajar. Padahal, justru pada masa-masa bersekolah inilah, kemandirian dan tanggung jawab belajar perlu dibina pada diri mereka.
|
Televisi merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh |
Banyak hal yang dapat mengakibatkan para siswa itu terpecah perhatiannya. Beberapa di antaranya adalah acara tv yang pada jaman sekarang bermacam-macam dan tersedia sepanjang waktu. Seorang guru kolega saya pernah berkata begini: “Anak-anak sekarang gak pernah bisa lepas dari kegiatan menonton tv. Beda dengan saya dulu ketika masih bersekolah, bagi saya mengerjakan PR dan belajar selalu menjadi prioritas utama. Setelah selesai mengerjakan PR dan belajar baru saya menonton tv.”
Memang, pada jaman teman saya itu masih berpredikat sebagai pelajar, acara tv dan stasiun tv masih belum begitu semarak. Apalagi ketika saya masih sd dulu. Saya ingat betul, stasiun tv yang mengudara hanya TVRI, dan tak ada pilihan acara tv selain itu. Jadi wajar saja jika tv tidak terlalu berpengaruh pada aktivitas saya sepulang sekolah atau pada malam hari. PR yang diberikan oleh guru dapat saya kerjakan sebelum shalat Isya, dan belajar lagi sekitar 45 – 60 menit. Nah, bandingkan pada jaman sekarang, jika saja saya mau getol duduk di depan tv, acara yang menarik untuk disimak selalu tersedia. Jika tayangan di stasiun A tidak menarik, saya tinggal pencet remote dan segera beralih ke tayangan lain dari stasiun B, atau stasiun lain yang berbeda. Selama 1 x 24 jam, selalu ada tayangan yang menarik untuk ditonton. Beberapa aktivitas lain yang juga sering mengganggu belajar anak adalah bermain game di PS (play station), dan tentu saja internet (fb, chat, dsb).
Konklusi dan Kemungkinan Solusi
Sungguh berat godaan terhadap pelajar jaman sekarang. Bila mereka tak pandai memanajemen waktu dan kurang pengawasan maka pendidikan mereka akan dengan mudah terganggu. Peran orang tua di rumah menjadi sangat penting. Orang tua seharusnyalah yang menjadi pengontrol kegiatan anak. Menegur jika mereka lalai akan waktu dan belajar. Membimbing dan mengarahkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan sekolah dan pendidikan adalah nomor satu. Sementara guru, sebaiknya selalu memberikan tindak lanjut terhadap pembelajaran yang dilakukannya di kelas dengan memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah. Dan, jika siswa melalaikan tugas tersebut, ada baiknya mereka diberikan sangsi atau tindakan lain yang dapat membuat mereka lebih bertanggung jawab terhadap kegiatan belajarnya.
No comments:
Post a Comment