Pages

Showing posts with label Model pembelajaran. Show all posts
Showing posts with label Model pembelajaran. Show all posts

Beberapa Alternatif Pembelajaran

Wednesday, February 12, 2014

Beberapa Alternatif Pembelajaran

Pada tulisan kali ini blog ptk dan model pembelajaran menyajikan topik tentang alternatif-alternatif pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru. Beberapa alternatif Pembelajaran yang dapat diberikan kepada siswa misalnya:
  • Ceramah (kuliah), demonstrasi, simulasi, percobaan.
  • Proyek (merancang, penelitian), pengalaman lapangan.
  • Kuliah/ceramah dengan multimedia dan tutorial, simulasi interaktif, pengajaran berbasis web.
  • Tugas menulis atau berbicara/berdiskusi.
  • Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa meliputi pembelajaran aktif (aktif learning); pembelajaran kolaboratif (colaborative learning); pembelajaran kooperatif (cooperative learning); dan pembelajaran dan pengajaran induktif.
Berikut penjelasan beberapa pendekatan terpilih pada pembelajaran yang berpusat pada siswa:

Pembelajaran Aktif

Pembelajaran Aktif (Active Learning) adalah kegiatan-kegitaan yang membuat siswa melakukan sesuatu ketimbang mendengarkan ceramah dan mencatat, dengan tujuan membantu siswa mempelajari dan menerapkan materi pelajaran.
alternatif pembelajaran
Pembelajaran yang bagaimana yang anda gunakan?

Pembelajaran Kolaboratif (Colaborative Learning)

Suatu bentuk lain dari pembelajaran aktif dimana pada kegiatan itu siswa-siswa saling berinteraksi sama lain sementara mereka belajar dan mengaplikasikan materi pelajaran.

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Suatu bentuk lain dari pembelajaran kolaboratif dimana siswa bekerja bersama dalam tugas yang terstruktur  atau proyek di dalam sebuah kondisi yang menjamin adanya ketergantungan positif (positive interdependence), akuntabilitas setiap individu, interaksi dari satu siswa dengan siswa-siswa lainnya, pengembangan dan penggunaan secara tepat keterampilan-keterampilan interpersonal, dan penilaian diri sendiri mengenai fungsi kelompok/tim.

Pembelajaran dan Pengajaran Induktif (Inductive Teaching and Learning) 

Meliputi pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning), inkuri terbimbing (guided inquiry), dsb), adalah suatu pengajaran yang bermula dari masalah yang bersifat realistik dan open ended, serta memunculkan penggunaan konsep-konsep dasar dari materi pelajaran untuk menyelesaikan masalah tersebut sesuai konteks yang ada.


Kelebihan Pembelajaran Aktif (Active Learning)

Kelebihan Pembelajaran Aktif (Active Learning)

Berikut ini merupakan beberapa kelebihan pembelajaran aktif (active learning):
  • Mengajak siswa untuk belajar bertanggungjawab terhadap pembelajaran dan pendidikan mereka sendiri.
  • Meningkatkan minat dan tantangan bagi guru karena mereka akan banyak belajar pula mengenai hal-hal baru, dan mereka tak sekedar bergantung pada metode ceramah, serta tak jarang mereka harus berimprovisasi secara kreatif.
  • pembelajaran aktif
    Pembelajaran Aktif (Active Learning)
  • Kelas yang berukuran besar (dengan jumlah siswa yang banyak) dapat lebih dipersonalisasikan dengan belajar / bekerja secara berpasangan.
  • Melalui pembelajaran aktif, guru atau bahkan siswa lain dapat memodelkan berbagai macam teknik pemecahan masalah yang efektif kepada siswa.
  • Mengembangkan sistem dukungan sosial kepada siswa.
  • Menjamin terciptanya atmosfer yang positif bagi siswa untuk belajar dan bekerja dalam kelompok atau tim, sehingga dapat sebagai wahana untuk menyiapkan mereka ketika terjun nantinya ke dunia nyata.
  • Mengembangkan masyarakat belajar dan keterampilan-keterampilan sosial dalam belajar kelompok.
  • Menggugah siswa untuk mencari bantuan dan menerima tutor sebaya dari kawan-kawan sekelasnya.
  • Kooperasi mengurangi keragu-raguan yang mungkin muncul saat pembelajaran.
  • Pembelajaran aktif memungkinkan guru melakukan asesmen yang bervariasi.
  • Terbentuknya keterampilan oral saat dilaksanakan diskusi kelas.
  • Mengembangkan keterampilan metakognitif siswa.
  • Selalu ada jaminan keterlibatan siswa dalam setiap pembelajaran.
  • Memungkinkan siswa saling belajar bahwa setiap individu mempunyai perbedaan, dan membantu mereka untuk saling memahami satu sama lain.
  • Kemungkinan penguasaan materi akademik menjadi lebih besar karena keterlibatan langsung siswa dengan materi tersebut melalui kegiatan yang lakukannya.

Strategi Pembelajaran Kreatif : Majelis

Tuesday, February 11, 2014

Strategi Pembelajaran Kreatif : Majelis

Strategi Pembelajaran kreatif yang diberi nama “Majelis” ini cocok digunakan untuk mata pelajaran TIK, IPA, Penjaskes, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Pendidikan Agama, Keterampilan, Seni Budaya, IPS, dan Matematika. Dasar pemikiran mengapa muncul strategi pembelajaran ini adalah sifat dasar alamiah manusia yang senantiasa ingin berkumpul dan bercakap-cakap, atau berdiskusi. Strategi pembelajaran kreatif majelis ini mudah dilaksanakan karena tidak memerlukan setting ruangan secara khusus. Selain itu, selama pembelajaran siswa dapat melatih kecerdasan emosional, kemandirian, berbicara, menulis, membaca, mendengarkan, bergerak, dan tentu saja bersenang-senang.

Melalui strategi pembelajaran kreatif majelis ini, setiap kelompok siswa misalnya diberi tugas untuk menggabungkan potongan-potongan informasi atau gambar menjadi sesuatu yang utuh dan bermakna. Melalui kegiatan pembelajaran yang menggunakan strategi “Majelis” ini, dapat diharapkan siswa menjadi aktif baik secara fisik maupun mental. Mereka pasti lebih suka menggeser-geser kartu dan mereka-reka kata, kalimat, atau simbol untuk membuat hubungan. Selain itu metode ini bagus untuk keterampilan mengurutkan, mengelompokkan,memilih dan mencocokkan.
Strategi pembelajaran kreatif : Majelis
Strategi pembelajaran kreatif : Majelis
Mereka dapat diminta untuk saling berlomba untuk menjadi yang paling cepat menyelesaikan tugas. Hal ini dilakukan agar setiap kelompok menjadi lebih bersemangat dalam belajar.Strategi pembelajaran “Majelis” dapat divariasikan dengan membuat sistem kompetisi untuk kelompok siswa.

Langkah-Langkah Pembelajaran

Bila anda tertarik mencobanya, berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan pembelajaran dengan strategi “Majelis” ini:
  1. Persiapkan materi tugas, bisa berupa potongan-potongan informasi atau gambar untuk disusun. Dasar susunan dapat berupa urutan waktu (timeline) misal pada mata pelajaran sejarah; langkah-langkah percobaan misal pada mata pelajaran IPA; tata cara berwudhu pada pendidikan agama Islam; proses teknologi pada IPA atau TIK; langkah-langkah perhitungan untuk Matematika, dsb. Materi tugas dapat pula berupa potongan informasi, simbol, gambar atau kombinasinya, untuk diklasifikasikan, atau hal-hal lainnya. Makin kreatif guru, makin banyak variasi jenis tugas yang dapat diberikan.
  2. Potongan-potongan informasi tersebut di atas diberikan dalam bentuk kartu yang sekiranya ukurannya masih memungkinkan siswa dengan mudah menyusunnya (tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil). Usahakan menggunakan beragam warna sehingga memberikan efek visual yang menarik.
  3. Mintalah siswa berkelompok yang terdiri dari 2 – 4 orang.
  4. Minta siswa menempel atau menyusun kartu-kartu tersebut di atas meja atau karton manila seraya berdiskusi untuk menentukan posisi terbaik sehingga menimbulkan makna tertentu dan saling berhubungan. Guru dapat menjelaskan bahwa kartu yang disusun berdekatan mempunyai hubungan yang lebih kuat dibanding kartu yang disusun berjauhan.
  5. Minta mereka membuat garis-garis penghubung, dan menambahkan kata-kata atau kalimat yang membentuk makna berkaitan dengan hubungan antara satu kartu dengan kartu lainnya. Proses ini mirip dengan proses ketika kita membuat peta konsep atau peta pikiran. Selain itu siswa dapat menambahkan simbol-simbol atau gambar-gambar sederhana sebagai cara untuk menyatakan hubungan antar kartu.
  6. Langkah selanjutnya, setiap kelompok siswa diminta menempelkan hasil kerjanya dan memamerkannya di dinding kelas atau papan tulis.
  7. Berikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk saling berkeliling melihat hasil kerja kelompok lain.
  8. Minta setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka sambil memfasilitasi sebuah diskusi kelas.
Demikian strategi pembelajaran kreatif majelis, semoga tulisan pada blog ptk ini bermanfaat untuk anda.

    Diskusi Kelas : Hal-Hal yang Harus Diperhatikan

    Saturday, February 8, 2014

    Pembelajaran dengan Diskusi

    Paling tidak ada 3 tahapan yang harus diperhatikan oleh seorang guru yang ingin melaksanakan diskusi kelas. Ketiga tahapan yang dimaksud adalah: persiapan, pelaksanaan, dan sesudah kegiatan diskusi berakhir. Pembelajaran dengan metode diskusi kelas memerlukan persiapan khusus sebelum dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan supaya ketika pembelajaran dilakukan dapat berlangsung dengan efektif. Kemudian, saat melaksanakannya-pun guru perlu memperhatikan berbagai hal agar diskusi kelas tidak mandek dan berjalan sebagaimana mestinya. Kemudian di akhir pembelajaran, sebaiknya selalu ada proses refleksi tentang diskusi yang telah dilakukan.

    Berikut penjelasan mengenai ketiga tahapan cara melaksanakan diskusi kelas:

    Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika mempersiapkan:

    • Guru mengidentifikasi tujuan-tujuan pembelajaran untuk didiskusikan.
    • Mengidentifikasi aturan-aturan dalam berdiskusi.
    • Menyiapkan berbagai pertanyaan untuk memancing diskusi.
    • Merencanakan berbagai variasi strategi untuk pelaksanaan diskusi: seperti bagaimana bentuk pemanasan diskusi, atau apa yang nanti harus dikerjakan kelompok-kelompok kecil sebelum diskusi kelas diselenggarakan.
    pembelajaran dengan diskusi
    Bagaimana Diskusi Kelas seharusnya Dilaksanakan?

    Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika pelaksanaan:

    • Menjelaskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam diskusi tersebut.
    • Menjelaskan aturan-aturan dalam berdiskusi.
    • Memancing terjadinya diskusi melalui: (a) memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya memancing; (b) meminta siswa untuk bertanya; (c) meminta kelompok kecil atau siswa yang mendapatkan bagian tugas untuk mempresentasikan materi; (d) membagi-bagi kelas menjadi pasangan-pasangan atau kelompok-kelompok.
    • Memvariasi berbagai pertanyaan yang guru tanyakan kepada siswa dengan cara memberikan: (a) pertanyaan yang meminta penjelasan; (b) pertanyaan yang meminta siswa menguraikan hubungan; (c) pertanyaan yang menguraikan sebab-akibat; (d) pertanyaan yang meminta siswa mendiagnosis; (e) pertanyaan yang meminta aksi siswa; (f) pertanyaan yang bersifat hipotetik.
    • Mendengarkan diskusi dengan baik, dan menyiapkan umpan balik positif yang sesuai.
    • Menjaga diskusi tetap fokus, mengembalikan ke tema diskusi apabila mulai melenceng.
    • Memberdayakan siswa agar berpartisipasi, berikan peran-peran tertentu kepada sejumlah siswa, misal sebagai notulen, dsb.
    • Menjaga agar siswa yang suka mendominasi tetap dalam kontrol.
    • Mintalah siswa untuk bertanya.
    • Memberikan waktu kepada siswa untuk berpikir.
    • Batasi keinginan anda untuk berceramah.
    • Bantu siswa mengevaluasi tujuan apa yang telah mereka berhasil capai dalam diskusi.
    • Berikan penutup diskusi dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan.
    • Siapkan siswa untuk pertemuan berikutnya.

    Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika selesai melaksanakan diskusi kelas:

    • Melakukan refleksi terhadap diskusi yang baru dilakukan.
    • Tentukan tanggapan terhadap kebingungan yang sempat muncul atau bagian yang menjadi masalah diskusi.
    • Mengidentifikasi hubungan-jika terdapat-untuk pertemuan berikutnya.

    Komponen Penilaian Pembelajaran Kooperatif

    Komponen Pembelajaran Kooperatif yang Dinilai

    Apakah saat ini anda sedang atau ingin melaksanakan pembelajaran kooperatif di kelas anda? Jika memang demikian ada baiknya anda memperhatikan tulisan berikut yang mencantumkan hal-hal apa saja yang sepatutnya dinilai pada pembelajaran kooperatif, sehingga dapat mempersiapkan pembelajaran kooperatif tersebut dengan baik. Berikut hal-hal tersebut:

    Pencapaian Kesuksesan Secara Individual

    Cara yang dapat dilakukan oleh anda sebagai guru untuk mengukur kesuksesan belajar siswa secara individual setelah mengikuti pembelajaran kooperatif adalah dengan memberikan tes formatif, atau dengan memberikan kuis yang harus dikerjakan secara mandiri (individual) tanpa kerjasama dengan anggota kelompoknya. Anda juga dapat memberikan tugas lain, tetapi pada intinya, semua harus dikerjakan secara individual.

    Pencapaian Kesusksesan Kelompok (Group)

    Kesuksesan kelompok dapat diukur dan dievaluasi melalui hal-hal yang telah berhasil dicapai oleh kelompok, seperti penyelesaian tugas yang diberikan kepada mereka, dsb. Apakah tugas yang diberikan dapat diselesaikan? Apakah hasil kerja kelompok akurat sebagaimana yang anda harapkan, atau masih ada kekurangan-kekurangan dan kesalahan? Nah, hal-hal semacam inilah yang menjadi bahan untuk mengevaluasi kinerja kelompok.
    Penilaian Model Pembelajaran Kooperatif
    Penilaian Pembelajaran Kooperatif

    Penguasaan Keterampilan-Keterampilan Kooperatif

    Penguasaan siswa terhadap keterampilan-keterampilan kooperatif dalam dilihat saat anda melakukan observasi proses pembelajaran. Selain berfungsi mengecek penguasaan keterampilan-keterampilan kooperatif, observasi proses pembelajaran sebenarnya juga baik untuk memicu mereka untuk menggunakan keterampilan-keterampilan tersebut. Anda tentu masih ingat bukan? Untuk melakukan pengamatan gunakanlah lembar observasi dalam bentuk ceklis agar dapat dilakukan dengan mudah dan efisien. Anda cukup mendata frekuensi keterampilan-keterampilan kooperatif apa yang ditunjukkan oleh siswa anda saat mereka sedang bekerja dalam kelompok.

    Demikian tulisan mengenai  Komponen Penilaian Pembelajaran Kooperatif di blog PTK dan Model Pembelajaran. Sampai berjumpa pada tulisan berikutnya. Salam.

    Model Pembelajaran 5E

    Saturday, February 1, 2014

    Model Pembelajaran 5E

    Bila pada pembelajaran di kelas anda siswa tampak kurang termotivasi dan anda ingin melibatkan mereka secara aktif dalam pembelajaran agar tercipta sikap ilmiah pada diri mereka, maka tidak ada salahnya jika anda mencoba menggunakan model pembelajaran 5E. Melalui model pembelajaran 5E ini diharapkan pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan dapat lebih bermakna  bagi siswa.
    model pembelajaran 5E
    Model pembelajaran 5E
    Nah, sebelum mencoba menggunakan model pembelajaran yang sangat sesuai dengan standar proses pembelajaran yang diamanahkan oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu harus memuat langkah EEK (Eksplorasi, Elaborasi,dan Konfirmasi), maka akan ada baiknya jika kita cermati terlebih dahulu sintaks (langkah-langkah) model pembelajaran ini. Model pembelajaran ini termasuk ke dalam kelompok siklus belajar (learning cycle),yang diberi nama berdasarkan singkatan dari huruf-huruf awal sintaks (langkah) pembelajaran.

    Langkah-Langkah (Fase-Fase) Model Pembelajaran 5E

    Menurut Bybee (2006), fase-fase dalam model siklus belajar 5E adalah sebagai berikut:
      1. Engagement (Persiapan). Pada fase ini guru mengasses pengetahuan awal (prior knowledge) siswa dan membantu mereka untuk tertarik dengan konsep-konsep baru melalui penggunaan kegiatan singkat untuk memicu rasa ingin tahu. Kegiatan yang dilakukan harus menghubungkan antara pengalaman belajar sebelumnya dengan pengalaman belajar yang akan dilakukan, mengekspos konsepsi awal yang telah dimiliki siswa, dan mengorganisasikan pemikiran siswa untuk mencapai tujuan dari pembelajaran yang akan dilaksanakan.
      2. Exploration (eksplorasi). Pada fase exploration (eksplorasi) siswa mempunyai kesempatan melakukan kegiatan di mana konsep yang telah mereka miliki, miskonsepsi, proses belajar dan keterampilan-keterampilan diidentifikasi dan perubahan konsepsi difasilitasi. Siswa dapat menyelesaikan kegiatan laboratorium yang akan membantu mereka menggunakan pengetahuan awal untuk menghasilkan gagasan-gagasan baru, mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan dan kemungkingan-kemungkinan, dan mendesain dan melaksanakan penyelidikan.
      3. Explanation (penjelasan).Fase explanation (penjelasan) memfokuskan perhatian siswa pada suatu aspek tertentu dari pengalaman belajar mereka pada fase engagement (persiapan) dan exploration (eksplorasi) dan menyediakan kesempatan untuk mendemonstrasikan pemahaman konsep-konsep, keterampilan-keterampilan proses sains, atau tingkah laku tertentu. Fase ini juga menyediakan kesempatan kepada guru untuk secara langsung menyampaikan konsep-konsep, proses-proses, atau keterampilan- keterampilan. Siswa menjelaskan pemahaman mereka terhadap konseo-konsep. Penjelasan dari guru dapat membimbing mereka menuju pemahaman yang lebih mendalam, yang merupakan bagian terpenting dari fase ini.
      4. Elaboration (elaborasi).Pada fase elaboration (elaborasi) guru menantang dan memperluas pemahaman konseptual dan keterampilan-keterampilan siswa. Melalui pengalaman-pengalaman belajar yang baru siswa membangun pemahaman yang lebih dalam dan luas, memperoleh informasi-informasi, dan keterampilan-keterampilan. Siswa mengaplikasikan pemahaman mereka tentang konsep-konsep tertentu dengan melakukan kegiatan-kegiatan tambahan.
      5. Evaluation (evaluasi).Pada fase terakhir dari model siklus belajar 5E ini, yaitu fase evaluation (evaluasi), siswa berupaya mengasses pemahaman dan kemampuan mereka. Selain itu pada fase ini guru juga mempunyai kesempatan untuk mengevaluasi kemajuan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

      Kelebihan Model Pembelajaran 5E

      Menurut Wibowo (2010), penerapan model siklus belajar mempunyai kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan  sebagai berikut:
      1. Meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar (siswa) dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran
      2. Membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar
      3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna

      Kekurangan Model Pembelajaran 5E

      Adapun kekurangan penerapan model siklus belajar yang harus selalu diantisipasi adalah sebagai berikut:
      1. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran
      2. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran
      3. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi
      4. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran. 
      Contoh proposal PTK model pembelajaran 5E

      Cara Menyusun Lembar Observasi Pembelajaran Penemuan Terbimbing

      Wednesday, January 29, 2014

      Lembar Observasi PTK Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing

      Beberapa waktu di blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com ini telah diuraikan cara mudah membuat sebuah lembar observasi. Berikut ini kami kembali akan menulis topik yang sama, hanya saja kali ini lembar observasi yang dibuat adalah lembar observasi pengelolaan pembelajaran oleh guru pada pembelajaran dengan penemuan terbimbing.

      Sintaks Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)

      Seperti contoh yang lalu, sebelumnya kita harus memiliki informasi tentang hal-hal apa yang harus dilakukan oleh guru selama melaksanakan pembelajaran penemuan terbimbing. Berikut beberapa informasi yang mungkin dapat kita peroleh dari berbagai literatur menegenai sintaks pembelajaran penemuan terbimbing:

      Tahap 1. Pendahuluan (Orientasi siswa pada masalah).

      Pada tahap ini guru memotivasi siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan menggali pengetahuan awal siswa (melakukan apersepsi).

      Tahap 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.

      Pada tahap kedua ini guru harus mengajukan suatu permasalahan, dan menjelaskan langkah-langkah kegiatan penyelidikan/pengamatan atau diskusi.

      Tahap 3. Memberi bantuan dalam penyelidikan secara mandiri atau kelompok bersama.

      Pada tahap ini guru membimbing siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan dan diskusi untuk memperoleh informasi yang diperlukan.

      Tahap 4. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil kegiatan.

      Di tahapan yang keempat pada sintaks pembelajaran penemuan terbimbing ini guru membimbing siswa untuk mempresentasikan hasil penyelidikan/pengamatan dan diskusi mereka hingga merumuskan simpulan.

      Tahap 5. Penutup (Mengevaluasi kegiatan penyelidikan/pengamatan dan membuat rangkuman).

      Pada tahap kelima ini guru mengevaluasi kegiatan penyelidikan/pengamatan, membimbing siswa membuat rangkuman dan memberikan tugas mandiri.

      Lembar Observasi


      Nah, dari kajian  tentang sintaks pembelajaran dengan penemuan terbimbing itu kita dapat membuat Lembar Observasi Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Penemuan Terbimbing, caranya dengan menjadikan langkah-langkah tersebut, beserta sub-sub langkah menjadi aspek-aspek yang diamati/diobservasi. Hasil akhirnya..... Lembar  Observasi Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Penemuan Terbimbing akan menjadi seperti gambar ini.
      Contoh Lembar Observasi Pengelolaan Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)
      Contoh Lembar Observasi Pengelolaan Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)


      Untuk lebih jelasnya, anda dapat mendownload Lembar Observasi Pengelolaan Pembelajaran Penemuan Terbimbing ini dengan mengklik link yang disediakan. Selain itu kami tambahkan pula Contoh Lembar Observasi Aktivitas Siswa pada Pembelajaran Penemuan Terbimbing. Semoga tulisan kali ini dapat bermanfaat bagi anda yang sedang melakukan penelitian tindakan kelas (ptk) tentang pembelajaran penemuan terbimbing.



      Mungkin anda juga membutuhkan:

      Lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran kooperatif
      Lembar Observasi Keterampilan Kooperatif Siswa 
      Lembar Observasi keterampilan Bertanya Guru 
      Cara Membuiat Angket Penelitian 
      Contoh Lembar Observasi Frekuensi, Penyebaran, dan Kualitas pertanyaan Siswa

      Cara Mengevaluasi Proses Inkuiri Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation

      Blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com kali ini kembali mencoba memberikan contoh alat evaluasi. Kali ini yang dicoba untuk ditampilkan adalah cara mengevaluasi proses inkuiri yang dilakukan oleh siswa saat mengikuti pembelajaran model kooperatif tipe group-investigation (GI / Kelompok-Investigasi).

      Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigasi dan Proses Inkuiri

      Sebagaimana para guru mungkin sudah ketahui, salah satu bagian penting dalam model pembelajaran kooperatif tipe group investigation adalah adanya kegiatan / proses inkuri oleh kelompok-kelompok kooperatif siswa.

      Salah satu tujuan dalam pembelajaran kooperatif group investigation adalah: siswa belajar bagaimana proses inkuiri, sebagaimana yang dilakukan oleh para ilmuwan itu dilakukan. Dalam hal ini tentu meliputi (1) tujuan inkuiri itu sendiri, (2) bagaimana proses inkuiri itu mereka lakukan; dan (3) produk dari inkuiri. Siswa-siswa dalam kegiatan ber-inkuiri ini seharusnya diajak merefleksi proses yang telah mereka lakukan, dan mengevaluasi kinerja mereka dalam ber-inkuiri.

      model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi
      Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigasi

      Evaluasi dapat dilakukan melalui bentuk skala rating atau daftar ceklis. Melalui format evaluasi ini mereka diharapkan dapat melakukan evaluasi diri (evaluasi mandiri) saat diajak berpikir reflektif tentang  kegiatan inkuiri yang telah mereka lakukan. Penggunaan skala rating atau ceklis berupa evaluasi diri /evaluasi mandiri ini sangat bagus juga untuk meningkatkan kemampuan siswa berpikir analitis. Selain, tentu dapat menstimulasi terjadinya diskusi antar anggota-anggota kelompok kooperatif berdasarkan rambu-rambu dari skala rating / daftar ceklis tersebut.

      Download Instrumen Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI


      Contoh skala rating evaluasi proses inkuri (evaluasi diri) siswa dalam melakukan inkuiri dapat di download melalui link berikut:
      Skala Rating Evaluasi Kegiatan Inkuiri Siswa pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group-Investigation.

      Contoh daftar ceklis untuk evaluasi proses inkuiri (evaluasi diri) siswa dalam melakukan inkuiri dapat di download melalui link berikut:
      Daftar Ceklis Evaluasi Kegiatan Inkuiri Siswa pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group-Investigation.

      Semoga tulisan kali ini bermanfaat buat anda yang sedang atau akan melakukan penelitian tindakan kelas (ptk) tentang model pembelajaran kooperatif tipe group investigation. Salam ptk. :)

      Efektivitas Kelompok pada Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation: Contoh Alat Evaluasi

      Tuesday, January 28, 2014

      Bagaimanakah bentuk instrumen untuk mengevaluasi efektivitas kelompok pada model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI / Group Investigasi)?

      Masih terkait tulisan sebelumnya tentang model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), kini blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com akan memberikan contoh instrumen untuk mengetahui efektivitas (keefektifan) setiap kelompok kooperatif dalam memahami materi pelajaran. Pemahaman setiap anggota kelompok  dalam model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) adalah salah satu aspek penting, selain evaluasi terhadap proses inkuiri setiap kelompok, dan evaluasi kerja kelompok-kelompok tersebut.

      Instrumen/alat evaluasi efektivitas kelompok kooperatif ini dapat diterapkan kepada siswa sebagai bentuk penilaian mandiri (self assessment), dapat pula dilakukan langsung oleh guru. Jika dijadikan sebagai alat evaluasi mandiri, maka yang guru harus lakukan adalah memberikan format tersebutkepada setiap siswa (anggota kelompok). Berikut adalah contoh instrumen / alat evaluasi untuk mengecek pemahaman terhadap efektivitas kelompok yang kami maksudkan dalam bentuk skala rating.

      Download Contoh Instrumen

      Download Skala Rating untuk Mengevaluasi/Mengecek Efektivitas Kelompok Kooperatif pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI).

      Semoga instrumen evaluasi keefektifan kelompok pada model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation di atas dapat bermanfaat bagi anda yang sedang menggunakan model pembelajaran tersebut di kelas, atau bagi anda yang barangkali sedang melakukan penelitian tindakan kelas (ptk) terkait model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI).

      instrumen pengelolaan model pembelajaran kooperatif
      Contoh instrumen dalam bentuk skala penilaian (skala rating) untuk efektivitas kelompok kooperatif

      Barangkali anda juga membutuhkan:

      Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation

      Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation

      Jika anda tertarik untuk mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation (GI) di dalam kelas anda, atau barangkali sedang melakukan penelitian tindakan kelas / ptk tentang model pembelajaran kooperatif yang satu ini, maka sebaiknya anda cermati sintaks atau langkah-langkah/fase-fase model pembelajaran ini. Ada 5 (lima) sintaks /langkah/fase penting dalam model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, yaitu:

      Fase 1: menggorganisasikan kelompok-kelompok kooperatif dan mengidentifikasi topik

      Kedua tugas yang disebut di atas urutannya dapat bervariasi, sesuai dengan situasi. Guru dapat terlebih dahulu mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kooperatif sebelum mengidentifikasi topik pembelajaran, atau sebaliknya terlebih dahulu mengidentifikasi topik, baru kemudian mengorganisasikan siswa ke kelompok-kelompok. Bergantung pada topik yang dipilih pada fase 1, maka adalah sangat penting untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat membangun kekompakan tim (kelompok), sehingga terbentuk solidaritas dan kohesi antar anggotanya. Perlu dicatat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe group investigation ini merupakan sebuah model pembelajaran yang kompleks, yang berbeda sama sekali dengan model pembelajaran kooperatif lainnya, di mana tingkat kooperasi antar anggota kelompok harus benar-benar baik dan efektif. Agar apa-apa yang dilakukan oleh kelompok bermanfaat dan efektif, maka setiap anggota kelompok harus produktif dan mempunyai hubungan kooperasi yang baik satu sama lain.

      Fase 2: Perencanaan Kelompok

      Selama fase perencanaan kelompok, siswa harus menentukan batasan/cakupan penyelidikan mereka, mengevaluasi sumber daya yang mereka miliki, merencanakan suatu aksi/tindakan, dan menugaskan /memberikan tanggung jawab yang berbeda kepada setiap anggota kelompok. Pada model pembelajaran kooperatif yang lain, perencanaan kelompok jauh lebih mudah dibanding perencanaan kelompok pada group investigation. Bila semua anggota kelompok menyelidiki topik yang sama, tugas utama mereka pada fase ini adalah menentukan bagaimana cara membagi informasi dasar yang telah mereka miliki masing-masing. Jika anggota-anggota kelompok bertugas sendiri-sendiri untuk menyelidiki sub-sub topik, maka keputusan penting  pada fase perencanaan ini adalah bagaimana mereka seharusnya berkoordinasi, dan membagi tugas siapa yang akan bertanggungjawab terhadap informasi dasar, siapa yang mengumpulkan data, siapa yang menganalisis, siapa yang mengkombinasikan sub-sub proyek menjadi suatu keutuhan, serta siapa yang akan menulis laporan. Tugas-tugas demikian tentu amat rumit dan tidak dapat dibagi secara tegas.

      Fase 3: Mengimplementasikan penyelidikan (investigasi)

      Kelompok-kelompok yang telah terorganisasi dengan baik pada fase 2, dan topik yang telah diidentifikasi pada fase 1, serta telah mempunyai rencana pemecahan masalah selanjutnya siap memasuki fase 3. Pada fase ini setiap kelompok akan mengimplementasikan penyelidikan/inkuiri. Biasanya fase 3 ini memerlukan waktu lebih panjang dari fase lainnya. Setiap kelompok memerlukan banyak waktu untuk mendesain prosedur pengambilan data, mengambil data, menganalisis, dan mengevaluasi data, dan mengambil kesimpulan. Menjaga agar setiap kelompok dan anggota-anggotanya bekerja secara efektif dan produktif, dapat saja sulit dilakukan karena kadang-kadang setiap sub-proyek/proyek penyelidikan berbeda kebutuhan waktunya. Laporan-laporan kemajuan setiap kelompok terhadap sub proyek/proyek penyelidikan mereka sangat penting pada fase iniagar guru dapat mengkoordinasikan usaha-usaha setiap kelompok dalam memecahkan masalah melalui penyelidikan mereka masing-masing.

      Fase 4: Mengalasis hasil penyelidikan dan menyiapkan laporan

      Saat siswa mengumpulkan informasi, maka informasi tersebut perlu dianalisis dan dievaluasi. Guru dapat membantu proses ini dengan beberapa cara. Salah satunya adalah dengan secara kontinyu memfokuskan perhatian setiap kelompok pada pertanyaan atau masalah yang sedang diselidiki. Pada penyelidikan-penyelidikan yang panjang, siswa dapat saja kehilangan arah terhadap fokus pembelajaran/studi mereka. Cara lain untuk membantu siswa adalah dengan membantu mereka menganalisis hasil dengan meminta mereka agar selalu membagi penemuan-penemuan mereka terhadap anggota-anggota kelompoknya. Atau, guru dapat pula meminta siswa bereksperimen dengan berbagai cara dalam memberikan display data, bentuk diagram, dan tabel-tabel, sehingga setiap anggota dapat memahami hubungan antar data yang telah mereka kumpulkan.

      Fase 5: Mempresentasikan hasil penyelidikan

      Pada fase kelima ini ada dua tujuan yang harus dilakukan. Pertama adalah mendesiminasikan informasi; yang kedua mengajarkan kepada siswa bagaimana mempresentasikan informasi dengan jelas dan dengan cara yang menarik. Format fase terakhir ini dapat sangat bervariasi, misalnya: presentasi untuk seluruh kelas; presentasi untuk sebagian kelas saja; presentasi dalam bentuk poster; demonstrasi; presentasi melalui rekaman video; atau satasiun pusat belajar. Tugas siswa pada fase kelima ini amat bergantung pada jenis informasi itu sendiri, jenis audiens, dan pembuatan presentasi informasi secara menarik. Tugas-tugas pada fase kelima ini sangat berguna bagi hidup mereka kelak ketika terjun langsung ke masyarakat, dan sering tidak dipelajari pada kelas-kelas konvensional/tradisional.

      Klasifikasi Model-Model Pembelajaran yang Didasarkan pada Teori Pemrosesan Informasi

      Setelah libur Idul Fitri, blog sederhana http://penelitiantindakankelas.blogspot.com kembali mencoba mengangkat tulisan tentang model-model pembelajaran. Kali ini yang coba dibahas adalah klasifikasi model-model pembelajaran / model pengajaran yang didasarkan pada Teori Pemrosesan Informasi (Information-Processing Theory).

      Teori Pemrosesan Informasi (Information-Processing Theory)

      Baik, sebelum kita mulai ada baiknya kita tahu dulu apa itu Teori Pemrosesan Informasi. Teori tentang pemrosesan informasi muncul ketika adanya kekurangpuasan terhadap Teori Behaviorisme / Teori Behavioristik (Teori Tingkah Laku). Para Bersama berkembangnya teori ini, muncul pula istilah psikologi pemrosesan informasi.ahli behaviorisme mendeskripsikan belajar sebagai "pengkondisian" atau "stimulus-respon". Contohnya, pertanyaan yang dilontarkan oleh guru merupakan "stimulus" dan suatu jawaban yang diingat oleh siswa adalah "respon". Ketidakpuasan terhadap Teori Behaviorisme muncul ketika siswa dianggap pasif secara mental, padahal pada kenyataannya mereka harus merestrukturisasi (merekonstruksi) informasi yang mereka peroleh agar dapat bertahan di memori mereka. Karena itu, para ahli psikologi ini kemudian beranggapan bahwa yang paling penting bukanlah "stimulus" dan, atau "respon" itu, melainkan justru proses yang terjadi secara mental untuk membuat informasi itu melekat di dalam sistem memori. Nah, inilah yang menjadi cikal bakal Teori Pemrosesan Informasi (Information-Processing Theory).

      Klasifikasi Model Pembelajaran

      Oke, kembali ke judul, bahwa kali ini kami akan menuliskan tentang klasifikasi model-model pembelajaran/ model pengajaran yang didasarkan pada Teori Pemrosesan Informasi. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut, sebagaima yang ditulis Eggen dan Kauchak, 1996 dalam bukunya Strategies for Teachers:
      Model Pembelajaran Berdasarkan Teori Pemrosesan Informasi:
      1. Inductive Models (Model-Model Pembelajaran /Model-Model Pengajaran Induktif), misalnya:
      • Model Pembelajaran Induktif (The Inductive Model)
      • Model Penguasaan Konsep (The Concept Attainment Model)
      • Model Pembelajaran Integratif (The Integrative Model)
      2. Deductive Models (Model-Model Pembelajaran /Model-Model Pengajaran Deduktif), misalnya:
      • Model Pengajaran Langsung untuk Mengajarkan Keterampilan Prosedural (Direct Instruction Procedural Skills Model)
      • Model Pengajaran Langsung bentuk Ceramah atau Diskusi (Direct Instruction Lecture Discussion Model)
      klasifikasi model pembelajaran berdasarkan teori pemrosesan informasi
      Teori Pemrosesan Informasi

      3. Inquiry Models (Model-Model Pembelajaran /Model-Model Pengajaran Inkuiri), misalnya:
      • Model Pembelajaran Inkuiri-Umum (The General Inquiry Model)
      • Model Pembelajaran Inkuiri-Suchman (The Suchman Inquiry Model)
      4. Cooperative Models (Model-Model Pembelajaran Kooperatif), misalnya:
      • STAD (Student Teams Achievement Divisions)
      • Jigsaw II
      Demikian klasifikasi model-model pembelajaran berbasis Teori Pemrosesan Informasi menurut Kauchak dan Eggen (1996), di mana model-model pembelajaran tersebut kesemuanya dirancang untuk membantu siswa mempelajari materi ajar sekaligus melatihkan keterampilan-keterampilan berpikir (thinking skills), khususnya keterampilan berpikir pada tingkat tinggi (higher order thinking skills), dibawah arahan dan bantuan guru.

      Model Pembelajaran Induktif :Tujuan Pembelajaran yang Dapat Dicapai

      Dulu sekali, blog sederhana penelitian tindakan kelas ini telah menulis tentang model pembelajaran induktif, yaitu terkait dengan: Struktur Soasial dan Peran Guru pada Model Pembelajaran Induktif, dan Perspektif Teori tentang Model Pembelajaran Induktif. Berikut ini, kami akan mencoba memperluas pembahasan tentang model pembelajaran induktif, yaitu tentang tujuan-tujuan pembelajaran yang dapat dicapai dengan menggunakan model pembelajaran ini. Sebagai pengingat saja, sebagaimana kita ketahui, tidak semua tujuan pembelajaran dapat dicapai oleh suatu model pembelajaran. Semua model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran tertentu, guru harus menggunakan model pembelajaran tertentu. Begitu juga dengan model pembelajaran induktif, ada beberapa jenis tujuan pembelajaran yang dapat dicapai melalui penggunaannya dalam pembelajaran.

      Model Pembelajaran Induktif dan Tujuan Pembelajaran

      Model pembelajaran induktif dirancang oleh para pakar psikologi pendidikan untuk beberapa jenis tujuan pembelajaran. Tujuan pertama penggunaan model pembelajaran ini adalah membantu siswa membangun pemahaman mendalam tentang topik tertentu pada materi ajar. Yang kedua, model pembelajaran induktif dapat digunakan untuk tujuan mengaktifkan peran siswa dalam proses pembelajaran selama mereka membangun pemahaman tadi. Jadi selama mereka belajar, mereka juga melakukan aktivitas / kegiatan tertentu. Selain kedua tujuan tersebut, model pembelajaran kooperatif juga dapat memberikan capaian pada tujuan: mengajarkan keterampilan tertentu, meningkatkan rasa percaya diri siswa, dan membuat mereka lebih memahami lingkungan sekitar.

      Sementara itu, bila kita cermati lebih jauh, pada tujuan untuk mengajarkan pemahaman tentang suatu topik pada materi ajar (atau tujuan terkait konten), maka tujuan pembelajaran yang dapat dicapai dapat diklasifikasikan sebagaimana bagan berikut:
      model pembelajaran induktif dan tujuan pembelajaran
      Jenis-jenis tujuan pembelajaran dengan model pembelajaran induktif

      Demikian ulasan mengenai tujuan-tujuan pembelajaran yang dapai dicapai melalui penerapan model pembelajaran induktif di blog penelitian tindakan kelas (ptk) dan model-model pembelajaran ini. Semoga bermanfaat bagi anda yang mungkin ingin/sedang mencoba menggunakan model pembelajaran ini di kelas, atau barangkali sebagai bahan bacaan saat anda melakukan penelitian tindakan kelas terkait model pembelajaran induktif. :)

      Discovery Learning - Model Pembelajaran Kognitif



      discovery learning - model pembelajaran kognitif
      Jerome Brunner tokoh Teori Kognitif

      Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

      Sudah banyak model-model pembelajaran yang dibahas dalam blog sederhana penelitian tindakan kelas ini. Walaupun demikian, karena begitu luas dan banyaknya model-model pembelajaran beserta teori-teori belajar yang melandasinya, masih banyak pula model pembelajaran yang belum terulas. Kali ini blog penelitian tindakan kelas ini akan mencoba memberikan uraian umum tentangf model pembelajaran penemuan (discovery learning) yang dirancang oleh Jerome Brunner. Mudah-mudahan pada tulisan selanjutnya, tulisan mengenai pembelajaran penemuan ini akan dilengkapi dan mengkaji pembelajaran penemuan secara lebih mendalam hingga ke sintaks (langkah-langkah) dan cara menerapkannya di dalam kelas anda.

      Beberapa model pembelajaran sesuai dengan teori-teori pembelajaran kognitif. Salah satu model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran penemuan (discovery learning)yang dirancang oleh Jerome Brunner. Jerome Brunner pertama kali meneliti tentang proses berpikir pada tahun 1956. Penelitian Brunner berkutat pada pentingnya pemahaman terhadap struktur  materi pelajaran, pentingnya belajar aktif sebagai dasar pemahaman, dan pen tingnya penalaran induktif dalam belajar.

      Model pembelajaran penemuan dalam penerapannya memerlukan proses berpikir secara intuitif pada diri siswa. Brunner menyarankan, bahwa guru dapat memperoleh efek ini (berpikir secara intuitif) dengan mengajak siswa menebak secara sistematis. Misalnya, setelah siswa belajar mengenai arus samudera dan industri perkapalan, siswa dapat ditunjukkan peta tua dari 3 pelabuhan dan ditanyai manakah dari ketiga pelabuhan itu yang sebenarnya merupakan pelabuhan utama (paling ramai). Selanjutnya siswa dapat mengecek tebakannya tersebut melalui riset yang sistematis.

      Perlu dicatat bahwa pada pembelajaran penemuan sebagaimana yang dimaksud oleh Brunner, seorang guru harus mengorganisasikan kelas sehingga memungkinkan semua siswa terlibat secara aktif. Pembelajaran penemuan tak dibimbing (unguided discovery) sangat cocok untuk anak prasekolah, tetapi pada anak sekolah dasar dan SMP, pembelajaran penemuan tak dibimbing ini, di mana aktivitas siswa tidak dibimbing, terbukti tak termanajemen dan tidak produktif. Karena itulah, lebih disarankan untuk menggunakan penemuan terbimbing (guided discovery learning) pada mereka.

      Pada pembelajaran penemuan tak dibimbing (unguided discovery), siswa bekerja dan belajar dengan bebas berdasarkan kehendak dan pemikiran mereka sendiri, sementara pada pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery), yang merupakan adaptasi dari belajar penemuan, guru memberikan arahan-arahan kegiatan apa yang harus dilakukan oleh siswa dan bagaimana mereka seharusnya melakukannya untuk menemukan atau memperoleh tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

      Efektivitas Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

      Efektifkah Model Pembelajaran Penemuan itu?

      Apakah model pembelajaran penemuan (discovery learning) efektif  untuk diterapkan oleh para guru? Berikut adalah ulasan yang ditulis oleh Corno & Snow, 1986; Slavin, Karweit & Madden, 1989) tentang efektivtas discovery learning.

      Umumnya para ahli psikologi dan pendidik sepakat bahwa siswa harus memahami informasi saat mempelajari sesuatu dan mengingatnya. Jika siswa hanya sekedar mengingat (menghafal) daftar-daftar dan fakta-fakta saja, maka akan terbentuk pemahaman superfisial dan dengan mudah akan dilupakan. Bila siswa bergulat dengan masalah-masalah nyata, menguji solusi-solusi yang mungkin, dan akhirnya  menemukan sendiri struktur fundamental suatu konsep kunci, mereka sepertinya akan lebih memahami dan mengingat informasi tersebut dengan baik. Akan tetapi, kritik-kritik terhadap model pembelajaran penemuan (discovery learning) telah membawa kita pada sebuah pertanyaan penting: Apakah discoveri learning (pembelajaran penemuan) itu efektif dilaksanakan?

      Discovery Learning Sesuai dengan Teori Perkembangan Kognitif

      Para pendidik yang menyukai discovery learning mencatat bahwa pendekatan/model/ metode ini konsisten dengan cara-cara seseorang belajar dan berkembang. Misalnya, Jerome Brunner (1966, 1971) mengidentifikasi 3 tahap perkembangan kognitif, mirip dengan 3 tahap yang diidentifikasi oleh Piaget. Brunner yakin bahwa anak-anak berkembang dari tahap enaktif (enactive stage) ke tahap ikonic (iconic stage) dan berikutnya berkembang ke tahap simbolik (symbolic stage). Pada tahap enaktif (mirip dengan tahap sensori motor Piaget), anak-anak merepresentasikan dan memahami dunia melalui aksi—untuk memahami sesuatu mereka harus memanipulasinya, mencicipinya, melemparnya, menghancurkannya, dan sebagainya. Pada tahap ik onik, anak-anak merepresentasikan dunia dengan gambar-gambar—penampakan lebih dominan. Tahap ini berkoresponden dengan tahap berpikir praoperasional Piaget, di mana dicontohnya makin tinggi ketinggian air di dalam gelas, berarti bahwa ada lebih banyak air di dalam gelas itu, karena hal tersebut kelihatannya-penampakannya benar begitu. Hal ini terjadi tanpa mereka mempertimbangkan diameter gelas yang bisa saja berbeda dan air yang tampak tinggi belum tentu lebih banyak jumlahnya dibanding air yang terdapat di gelas lain. Pada tahap akhir, anak-anak mulai dapat menggunakan ide-ide abstrak, simbol, bahasa, dan logika untuk memahami dan merepresentasikan dunia. Aksi-aksi dan gambar-gambar masih dapat digunakan dalam berpikir, tetapi tidak lagi bersifat dominan.

      Discovery learning (pembelajaran penemuan) memungkinkan siswa untuk bergerak pada ketiga tahapan tersebut di atas saat mereka berhadapan dengan informasi-informasi baru. Pertama-tama siswa akan memanipulasi dan berbuat sesuatu terhadap bahan-bahan; kemudian mereka akan membentuk gambar-gambar saat mereka mencatat ciri-ciri khusus dan melakukan observasi. Karena siswa mengalami ketiga tahap tersebut di atas, Brunner yakin siswa akan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang suatu topik. Saat siswa termotivasi dan benar-benar berpartisipasi di dalam proyek penemuan (discovery project), pembelajaran penemuan atau discovery learning akan membawa pada proses belajar yang sangat baik (Strike, 1975).

      Discovery Learning Tak Dapat Dipraktikkan?

      Pada teorinya, discovery learning kelihatan sangat ideal, tapi pada praktiknya terdapat permasalahan-permasalahan. Agar sukses, proyek penemuan (discovery project) seringkali membutuhkan bahan-bahan khusus dan persiapan yang ekstensif (luas), dan persiapan ini tidak dapat menjamin akan adanya kesuksesan. Misalnya, suatu pembelajaran penemuan tentang efek cahaya terhadap tumbuhan memerlukan waktu berjam-jam dan seringkali gagal karena tumbuhan yang ditanam di tempat gelap dan di temapt terang tidak tumbuh sebagaimana yang diharapkan—ada sangat banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman selain cahaya (Anderson and Smith, 1987).

      Agar pada situasi pembelajaran penemuan didapatkan benefit, siswa harus mempunyai pengetahuan dasar tentang masalah yang akan dipelajari dan tahu bagaimana mengaplikasikan strategi-strategi pemecahan masalah. Tanpa pengetahuan dan keterampilan-keterampilan ini, mereka akan menyerah dan frustasi. Bukannya memperoleh pelajaran dari bahan-bahan tersebut, mereka justru akan bermain-main dengannya. Sedikit siswa yang brilian mungkin akan memperoleh “penemuan-penemuan”, sementara kebanyakan yang lainnya akan kehilangan minat dan menunggu secara pasif terhadap orang lain yang mungkin akan menyelesaikan proyek penemuan itu. Alih-alih memperoleh keuntungan dari penjelasan guru yang terorganisasi dengan baik, justru siswa-siswa yang tak berhasil memperoleh “penemuan” ini akan mendapatkan penjelasan yang keliru dari dari siswa-siswa yang tak dapat mengkomunikasikan apa yang telah mereka “temukan” dengan bahasa yang tepat.

      Para kritikus pembelajaran penemuan (discovery learning) yakin bahwa pembelajaran penemuan tidak efektif dan terlalu sulit untuk diorganisasikan. Pendapat ini tentunya akan sangat tepat bila guru berhadapan dengan siswa-siswa dengan kemampuan rendah. Discovery learning mungkin tidak tepat untuk mereka karena meminta terlalu banyak, sementara siswa-siswa tidak atau kurang memiliki latar belakang pengetahuan yang cukup dan keterampilan-keterampilan pemecahan masalah yang diperlukan untuk menjamin kesuksesan pelaksanaan discovery learning. Banyak hasil penelitian justru menunjukkan bahwa model pembelajaran penemuan (discovery learning) tidak efektif dan bahkan melemahkan pada anak-anak berkemampuan rendah.

      Cara Menerapkan Teori Bruner dalam Model Pembelajaran

      Telah disebutkan di tulisan tentang  Efektivitas Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) di blog penelitian tindakan kelas dan model-model pembelajaran ini, bahwa pembelajaran dengan pendekatan yang dikembangkan oleh Jerome Bruner tersebut agak sulit diterapkan. Akan tetapi, ada baiknya guru tidak berkecil hati dan mau mencoba model pembelajaran ini.

      Tips Menerapkan Teori Brunner dalam Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

      Berikut beberapa tips yang dapat dilakukan oleh guru yang mungkin ingin mencoba discovery learning di kelasnya.

      Presentasikan contoh dan noncontoh dari konsep-konsep yang sedang anda ajarkan

      Misalnya:
      • Saat mengajar tentang mammalia, masukkan manusia, kangguru, paus, kucing, lumba-lumba, dan unta sebagai contoh. Kemudian masukkan ayam, ikan, buaya, katak, dan pinguin sebagai noncontoh.
      • Minta siswa untuk menambahkan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh lain.

      Bantu siswa membuat hubungan antar konsep-konsep

      Misalnya:
      • Ajukan pertanyaan misalnya seperti ini: Apalagi yang dapat kamu sebut terhadap apel ini? (Buah). Apa yang dapat kita lakukan terhadap buah? (Makan). Kita sebut apa sesuatu yang dimakan? (Makanan).
      • Gunakan diagram, outline, ringkasan, dsb, untuk menunjukkan hubungan antar konsep-konsep.

      Ajukan sebuah pertanyaan dan biarkan siswa mencoba untuk mencari jawabannya.

      Misalnya:
      • Apa hubungan antara luas sebuah ubin dengan luas seluruh lantai ruangan?
      • Bagaimana proses pembentukan daun?

      Picu siswa untuk membuat tebakan intuitif

      Misalnya:
      • Daripada memberikan sebuah definisi suatu kata, lebih baik katakan begini: Coba tebak apa arti kata ini dengan memperhatikan kata-kata lain yang ada di sekelilingnya?
      • Berikan siswa sebuah peta Romawi kuno dan minta mereka berpikir di mana kira-kira letak kota utama berada.
      • Jangan berkomentar setelah beberapa (sedikit) tebakan intuitif dilontarkan siswa. Tunggu beberapa saat sebelum memberikan jawabannya.
      • Gunakan pertanyaan yang dapat membimbing untuk memfokuskan siswa saat “penemuan” mereka semakin membawa mereka “menjauh” dari tujuan pembelajaran yang diharapkan.

      Belajar Penerimaan (Reception Learning)

      Belajar Penerimaan (Reception Learning)

      Pandangan David  Ausubel (1963, 1977) tentang belajar menawarkan sebuah perbedaan kontras dengan apa yang ditawarkan oleh Jerome Brunner. Menurut Ausubel, seseorang memperoleh pengetahuan lebih uatama melalui resepsi (penerimaan: reception) daripada melalui penemuan (discovery). Konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan gagasan-gagasan dipresentasikan dan dipahami, tidak ditemukan. Semakin presentasi terorganisasi dan terfokus, semakin mendalam seseorang akan belajar.

      Ausubel menekankan apa yang disebut sebagai meaningful verbal learning (belajar verbal bermakna)—informasi verbal, gagasan-gagasan, dan hubungan-hubungan antar gagasan diperoleh secara bersama-sama. Mengingat hafalan tidak dianggap sebagai belajar bermakna, karena bahan-bahan yang dipelajari dengan cara menghafal tidak membentuk hubungan dengan pengetahuan yang telah ada atau yang telah dimiliki.

      Ausubel telah mengusulkan model pembelejaran ekspositori untuk memberdayakan kebermaknaan belajar daripada belajar penerimaan dengan menghafal. (Di sini eksposisi / paparan berarti penjelasan). Pada pendekatan ekspositori, guru mempresentasikan bahan-bahan dengan diorganisasi secara hati-hati, diurutkan, dan dalam bentuk jadi, sehingga siswa dapat belajar secara efisien. Ausubel juga sependapat dengan Bruner dalam hal bahwa orang belajar dengan mengorganisasikan informasi menjadi hirarki dan sistem koding. Ausubel menyebut  konsep umum yang terdapat pada puncak sistem sebagai subsumer, karena semua konsep adalah bagian yang terdapat di bawahnya. Tetapi  Ausubel meyakini bahwa belajar harusnya dilakukan secara deduktif, bukan secara induktif sebagaimana yang diyakini oleh Bruner. Ausubel merekomendasikan untuk mengajar aturan atau prinsip atau konsep terlebih dahulu, baru kemudian contoh-contohnya, dari yang general ke yang spesifik, dari yang umum ke yang khusus.

      Pembelajaran yang mengacu pada pendapat Ausubel selalu dimulai dengan sebuah advance organizer. Belajar secara optimal akan terjadi bila ada potensial kecocokan antara skema kognirif siswa dengan bahan-bahan yang akan dipelajari. Advance organizer akan menjadi sebuah pernyataan pembuka tentang hubungan konsep utama (level atas) dengan informasi-informasi lain yang akan mengikuti. Fungsi advance organizer adalah untuk menyediakan perancah (scaffolding) atau suport terhadap informasi baru. Advance organizer juga dapat dipandang sebagai jembatan antara bahan-bahan pembelajaran baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa (Faw & Waller, 1976).

      Model Pembelajaran Seminar Socrates (Socratic Seminar Model)

      Model Pembelajaran Seminar Socrates (Socratic Seminar Model)

      Model pembelajaran seminar socrates adalah sebuah format diskusi atau pertanyaan dimana sebuah kelompok kecil mensintesis opini-opini dan pemikiran-pemikiran mereka pada suatu bahan bacaan tertentu dengan menggunakan metode socrates.

      Unsur-Unsur Penting Model Pembelajaran Seminar Socrates

      Ada beberapa unsur penting pada sebuah pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran seminar socrates, yaitu:

      Pemilihan substansi bahan bacaan

      Bahan bacaan untuk pelaksanaan seminar socrates dapat berupa suatu bagian terpilih dari materi yang akan dibelajarkan kepada siswa. Bahan bacaan terpilih ini harus kaya akan ide, isu, dan nilai yang memungkinkan siswa mempertanyakan teks pada bahan bacaan dan mempertanyakan pemikiran mereka sendiri saat mereka mempersiapkan diskusi. Semua partisipan dalam seminar socrates harus membaca bahan secara mendalam dan mempersiapkan diri untuk berpartisipasi.

      Pertanyaan penting

      Pembacaan siswa terhadap teks bahan bacaan atau pembukaan diskusi harus dibimbing oleh sebuah pertanyan penting yang tak punya jawaban benar atau salah. Pertanyaan harus membimbing siswa kepada porsi bahwa teks mendukung mereka untuk berpikir saat mereka berspekulasi, mengevaluasi, menentukan, dan menjelaskan isu-isu pada materi tersebut.

      Partisipan-partisipan aktif

      Para partisipan berbagi tanggungjawab terhadap kualitas seminar. Persiapan untuk diskusi adalah tanggungjawab dari masing-masing partisipan. Suatu pengaturan duduk seperti bentuk lingkaran sangat diperlukan untuk menjamin adanya kontak pandang antara setiap partisipan seminar socrates. (Siswa yang tidak mempersiapkan diri harus keluar dari diskusi atau keluar dari lingkaran utama. Mereka hanya boleh mengamati dan mencatat hasil diskusi kelompok pada lingkaran dalam seminar socrates).

      Selama seminar berlangsung, partisipan harus berperan sebagai pendengar aktif, membagi ide dan pertanyaan-pertanyaan kepada partisipan lain, dan mencari bukti-bukti dari teks bahan bacaan untuk mendukung ide-ide mereka. Seminar membutuhkan perhatian mendalam saat membaca, berpikir, mendengarkan, dan berbicara, serta harus menyimpulkan bersama-sama seluruh partisipan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang isu atau bahan bacaan materi yang sedang dibelajarkan.

      Kunci Keberhasilan Pelaksanaan Model Pembelajaran Seminar Socrates

      Kunci keberhasilan seminar socrates adalah diskusi bebas dan terbuka terhadap sebuah topik. Partisipan harus menggunakan acuan yang telah disepakati bersama. Secara umum guru bertindak sebagai fasilitator dan tidak memberi respon negatif atau positif terhadap diskusi yang dilakukan siswa. Peranan guru sebagai fasilitator adalah bertanggungjawab agar pemikiran-pemikiran terbaik dapat dihasilkan oleh partisipan, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan open ended (terbuka) untuk memicu terjadinya diskusi.

      Esensi Penting dalam Pertanyaan-Pertanyaan Saat Model Pembelajaran Seminar Socrates Dilaksanakan

      Wiggins & McTighe (1998) menawarkan beberapa esensi penting pada pertanyaan-pertanyaan dalam seminar socrates, yaitu:
      • Pertanyaan-pertanyaan langsung menuju jantung dari topik atau subjek yang akan dibahas, terutama kontroversinya.
      • Pertanyaan-pertanyaan memicu banyak kemungkinan jawaban, sudut pandang/perspektif, dan memberikan arah bagi riset lanjutan atau pertanyaan lainnya.
      • Pertanyaan-pertanyaan meminta siswa menggunakan pengetahuan yang telah mereka miliki, ide-ide, dan bacaan dalam cara-cara baru; mereka membuat apa yang telah familiar menjadi asing, dan yang asing menjadi familiar.
      • Pertanyaan-pertanyaan menuntun pada suatu penemuan baru, sesuatu yang tersembunyi menjadi terlihat jelas oleh mereka.
      • Pertanyaan-pertanyaan membuat siswa ingin tahu lebih jauh dan ingin memahami lebih dalam.
      • Pertanyaan-pertanyan bersifat proaktif dan membuat siswa berupaya belajar.

      Definisi Model Pembelajaran

      model pembelajaran adalah ....
      Apa sebenarnya model pembelajaran itu?

      Tinjauan Umum

      http://penelitiantindakankelas.blogspot.com kali ini akan mengulas definisi model pembelajaran. Sebenarnya telah berkali-kali admin blog ini menegaskan dalam tulisan-tulisan sebelumnya tentang apa itu model pembelajaran, tetapi ternyata banyak pembaca yang masih menganggap bahwa definisi model pembelajaran masih sangat kabur. Baiklah, kini kita akan bahas topik ini secara lebih mendetail.

      Definisi Model Pembelajaran

      Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai desain pengajaran (instruksional) yang menggambarkan (mendeskripsikan) proses khusus dan penyediaan iklim belajar tertentu yang dapat membuat siswa berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan perilaku misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dsb.(School of Education, PU: 2011).

      Pendapat yang lebih sederhana menyebutkan bahwa model pembelajaran adalah standar  tingkah laku dalam mengajar yang teridentifikasi agar dapat mencapai situasi mengajar tertentu. (www.education.com).

      Pakar pendidikan seperti Joyce dan Marsha Weil’s (1980) menyebutkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rancangan atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (pembelajaran dalam jangka waktu lama), untuk mendesain bahan-bahan pembelajaran dan untuk mengarahkan guru mengajar serta setting lainnya di dalam kelas.

      Karakteristik Model Pembelajaran

      Setiap model pembelajaran mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang membuatnya berbeda dengan model pembelajaran yang lain. Karakteristik ini pulalah yang dapat memberi bantuan kepada kita untuk menyimpulkan apakah praktek yang dilakukan guru di kelasnya merupakan praktek model pembelajaran atau bukan. Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh sebuah model pembelajaran antara lain: 

      Penentuan strategi pembelajaran untuk melaksanakan pembelajaran

      Misalnya, pada model pembelajaran kooperatif, strategi pembelajaran yang menonjol dilaksanakan adalah diskusi. Pada model pembelajaran kooperatif siswa lebih banyak melakukan diskusi di dalam kelompok-kelompok kooperatifnya. Sementara, pada model pembelajaran langsung, strategi yang lebih banyak digunakan guru adalah ceramah atau demonstrasi. 

      Penggunaan terhadap model-model pembelajaran didukung oleh bukti empirik di lapangan

      Setiap model pembelajaran yang telah dibakukan sebelumnya telah melewati rangkaian-rangkaian penelitian tentang efektivitasnya dalam pembelajaran.  

      Setiap model pembelajaran mempunyai detil-detil pembelajaran yang khas yang membedakannya satu sama lain

      Detil bagaimana melaksanakan model pembelajaran kooperatif berbeda dengan detil bagaimana melaksanakan model pembelajaran langsung.  

      Peranan guru dalam setiap model pembelajaran bersifat khas

      Misalnya, peran guru dalam model pembelajaran kooperatif lebih sebagai fasilitator agar setiap anggota kelompok dapat bekerja dan belajar di dalam kelompok mereka, sementara misalnya pada model pembelajaran langsung guru lebih berperan sebagai sumber informasi dimana guru menyajikan materi pembelajaran atau mendemonstrasikan suatu keterampilan.

         

        Most Reading