Pages

Raja Asoka Dan Hindu Budha

Thursday, July 26, 2012

Raja Asoka Dan Hindu Budha

Menurut cerita legenda, satu hari setelah peperangan usai, Asoka menjelajah kota dan yang bisa dilihat hanyalah rumah-rumah yang terbakar dan mayat-mayat yang bergelimpangan di mana-mana. Hal ini membuatnya muak dan he berteriak dengan kata-kata yang menjadi termasyhur: "Apakah yang telah kuperbuat?" Kekejian penaklukan ini akhirnya membuatnya memeluk agama Buddha dan ia memakai jabatannya untuk mempromosikan falsafah yang masih relatif baru ini sampai dikenal di mana-mana, sejauh Roma dan Mesir. Sejak saat itu Asoka, yang sebelumnya dikenal sebagai “Asoka yang kejam” (Canda Asoka) mulai dikenal sebagai sang “Asoka yang Saleh” (Dharmâsoka).

Ia lalu mempromosikan aliran Buddha Wibhajyawada dan menyebarkannnya di dalam wilayahnya dan di seluruh dunia yang dikenal mulai dari 250 SM. Maharaja Asoka bisa dikatakan adalah yang pertama dengan serius mengusahakan pembentukan satuan politik Buddha.

Dalam usahanya ini, ia dibantu oleh putranya Mahinda yang mulia dan putrinya Sanghamitta (yang berarti “mitra Sangha”) dan yang membawa agama Buddha ke Sri Lanka. Asoka membangun ribuan stupa dan vihara bagi penganut Buddha. Stupa-stupa di Sanchi sangat termasyhur dan stupa bernama Sanchi Stupa I didirikan oleh Maharaja Asoka. Selama sisa masa pemerintahannya, ia menganut kebijakan resmi anti-kekerasan ahingsa. Bahkan penyembelihan dan penyiksaan sia-sia terhadap hewan pun dilarang. Margasatwa dilindungi dengan undang-undang sang maharaja yang melarang pemburuan untuk olahraga dan pengisian waktu luang. Pemburuan secara terbatas diperbolehkan untuk maksud konsumsi namun Asoka juga mempromosikan konsep vegetarianisme. Asoka juga menaruh belas kasihan kepada para narapidana di penjara. Mereka diperbolehkan mengambil cuti, sehari dalam waktu setahun. Ia berusaja meningkatkan ambisi profesional rakyat jelata dengan membangun pusat-pusat studi yang mungkin bisa disebut universitas. Ia juga mengupayakan system irigasi bagi pertanian. Rakyatnya diperlakukan secara sama, apapun derajat, agama, haluan politik, ras, sukubangsa dan kasta mereka. Kerajaan-kerajaan di sekeliling wilayahnya yang sebenarnya mudah ditaklukkan ia buat sebagai sekutu yang terhormat.

Asoka juga dipercayai membangun rumah-sakit untuk hewan dan merenovasi jalan-jalan utama yang menghubungkan daerah-daerah di India. Setelah perubahan dirinya, Asoka dikenal sebagai Dhammashoka (bahasa Pali), artinya Asoka, penganut Dhamma, atau Asoka yang Soleh. Bentuknya dalam bahasa Sansekerta adalah Dharmâsoka. Asoka kemudian mendefiniskan prinsip-prinsip dasar dharma (dhamma) sebagai tindakan anti-kekerasan, toleransi terhadap semua sekte atau aliran agama, dan segala pendapat, mematuhii orang tua, menghormati para Brahmana, guru-guru agama dan pandita, baik hati terhadap kawan, perlakuan manusiawi terahadap para pembantu, dan murah hati terhadap semua orang. Prinsip-prinsip ini menyinggung haluan umum etika berkelakuan terhadap sesama di mana tidak ada kelompok agama atau sosial yang bisa menentang.

Beberapa pengkritik perpendapat bahwa Asoka takut akan adanya lebih banyak peperangan. Namun sebenarnya negara-negara tetangganya, termasuk kekaisaran Seleukus dan kerajaan-kerajaan Baktria-Yunani yang didirikan oleh Diodotus I, tidak ada yang bisa menyamai kekuatan Asoka. Asoka hidup pada masa yang sama dengan Antiochus I Soter dan penerusnya Antiochus II Theos dari dinasti Seleukus seperti begitu pula Diodotus I dan putranya Diodotus II dari kerajaan Baktria-Yunani. Jika prasasti-prasasti dan piagam-piagamnya dipelajari dengan teliti, maka bisa disimpulkan bahwa ia mengenal Dunia Helenistik tetapi tidak pernah kagum. Piagam-piagamnya yang membicarakan hubungan persahabatan, memberikan Antiochus dari kekaisaran Seleukus dan Ptolemeus III dari Mesir. Tetapi kemasyhuran kekaisaran Maurya sudah tersebar semenjak kakek Asoka, Candragupta Maurya mengalahkan Seleucus Nicator, pendiri dinasti Seleukus.

Sumber banyak pengetahuan kita akan Asoka adalah prasasti-prasasti yang banyak ditinggalkannya dan dipahatkannya di pilar-pilar dan batu-batu di seluruh wilayah kekaisarannya. Maharaja Asoka juga dikenal sebagai Piyadasi (dalam bahasa Pali) atau Priyadarsi (dalam bahasa Sansekerta) yang berarti "berparas baik" atau "dikaruniai Dewa-Dewa dengan berkah baik". Semua prasastinya memiliki sentuhan kekaisaran dan menunjukkan rasa kasih sesama yang mendalam; ia menyapa rakyatnya dengan kata "anak-anakku". Prasasti-prasasti ini mempromosikan moral sesuai agama Buddha dan memberi semangat pada tindakan non-kekerasan serta keteguhan dalam melaksanan Dharma (kewajiban atau tindakan yang bajik). Prasasti-prasasti ini juga membicarakan ketenarannya dan negara-negara taklukkan serta juga negara-negara tetangga yang berusaha menghancurkannya. Informasi tentang peperangan Kalinga juga bisa didapatkan dan juga tentang sekutu-sekutu Asoka. Lalu informasi mengenai pemerintahan sipil juga ada. Pilar-pilar Asoka di Sarnath adalah peninggalan Asoka yang paling dikenal.

Sumber
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090727022116AAfAq3R

No comments:

Post a Comment

 

Most Reading