Pages

Showing posts with label pbm. Show all posts
Showing posts with label pbm. Show all posts

Keterampilan Esensial Guru: Mengorganisasi

Tuesday, January 28, 2014

Mengorganisasi kelas adalah salah satu keterampilan penting yang harus dimiliki oleh guru
Ada banyak keterampilan esensial yang harus dimilki oleh seorang guru efektif. Beberapa diantaranya adalah: membuka pembelajaran, keterampilan bertanya (quetioning), mereviu dan menutup pembelajaran, memusatkan perhatian siswa, memberikan umpan balik, dan mengorganisasi.

Blog sederhana tentang penelitian tindakan kelas ini angkat mencoba membahas salah satu keterampilan esensial yang harus dimilki oleh guru bila ia ingin menjadi guru yang efektif dalam melaksanakan pembelajaran, yaitu: keterampilan mengorganisasi.

Keterampilan Mengorganisasi Kelas dan Hubungannya dengan Pembelajaran

Banyak penelitian di dalam dunia pendidikan telah menunjukkan bahwa kemampuan guru untuk mengorganisasikan pembelajaran adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada pencapaian tujuan pembelajaran oleh siswa. Tercatat bahwa kemampuan manajerial guru berkorelasi positif pada proses maupun hasil pembelajaran.

Guru yang mempunyai kemampuan mengorganisasi pembelajaran akan menciptakan urutan yang efektif pada proses pembelajaran. Urutan yang tepat akan berimplikasi langsung pada waktu yang digunakan siswa untuk selalu berfokus dan terlibat aktif pada pembelajaran.Mengorganisasi di sini juga bukan berarti siswa akan duduk secara teratur dengan tenang sementara guru mengajar. Urutan dan organisasi pembelajaran yang baik akan meningkatkan motivasi belajar siswa. Bukankah kita yakin, bahwa takkan ada siswa yang termotivasi belajar pada sebuah pembelajaran yang kacau balaudan tak beraturan?

Karakteristik Guru yang Mampu Mengorganisasi Kelas

Beberapa karakteristik guru yang mempunyai keterampilan esensial mengorganisasikan kelas dapat tampak dalam bentuk seperti di bawah ini:
1. Memulai pembelajaran tepat waktu.
2. Materi ajar, alat dan bahan, atau sumber belajar telah dipersiapkan dengan matang.
3. Kegiatan rutin terjamin pelaksanaannya, misalnya, siswa segera menulis hal-hal penting yang mereka temukan/disampaikan guru tanpa harus diminta atau disuruh.
4. Mengakhiri pembelajaran tepat waktu.

Demikian bahasan mengenai keterampilan esensial guru efektif tentang mengorganisasikan pembelajaran dari blog penelitian tindakan kelas (ptk) dan model-model pembelajaran.Semoga bermanfaat.

Kelas yang Demokratis

Kelas yang Demokratis

Apakah anda termasuk guru yang bermasalah dengan disiplin siswa di kelas? Mudah-mudahan tidak. Jika anda termasuk guru yang demokratis, yang mengizinkan siswa ikut serta dalam mengambil keputusan tentang lingkungan fisik kelas, aturan dan prosedur kelas, modifikasi kurikulum, dan pilihan kegiatan belajar tidak akan mengalami banyak masalah dalam disiplin siswa. Siswa yang berada dalam kelas demokratis mempunyai lebih banyak kelebihan dan tanggungjawab dibanding siswa dalam kelas biasa. Bila guru membiasakan siswa berada dan hidup dalam kelas demokratis, maka mereka akan belajar mengatur kebebasan secara bertanggungjawab. Guru dapat mencontohkan hal ini dengan memberi mereka pilihan dan kontrol dalam kegiatan di kelas.

Penulis Quality School (1998), The Quality of Teacher, Choice Theory in The Classroom, yaitu William Glasser yang merupakan seorang psikiater ternama merekomendasikan bahwa guru dapat mengembangkan kualitas kelas berdasarkan prinsip demokratis.
kelas demokratis
Apakah Kelas Anda Termasuk Kelas yang Demokratis?
Menurut Glasser, saat ini masih banyak guru berjuang keras dalam mengatur siswanya karena mereka berpegang pada prinsip stimulus-respon. Mereka membujuk siswa dengan imbalan dan hukuman (konsekuensi logis). Sebaiknya menurutnya tidak selalu harus demikian. Guru harusnya melihat bahwa siswa sebagai manusia membuat pilihan yang mereka mampu untuk menciptakan kualitas yang memuaskan.

Model Pengajaran QAIT

Saturday, January 25, 2014

Model Pengajaran QAIT

Model pengajaran QAIT (Quality, Appropriateness, Incentive, Time) adalah sebuah model pengajaran efektif yang terfokus pada unsur-unsur yang dapat langsung dikendalikan guru, yaitu : mutu, ketepatan, insentif, dan waktu.

Slavin (1987) menguraikan model pengajaran QAIT sebagai model yang efektif karena memungkinkan guru mengendalikan faktor-faktor yang penting dalam pengajaran. Mari kita lihat satu per satu ke-4 komponen / faktor yang disebut Slavin dalam Model Pengajaran QAIT tersebut.

Komponen Model Pengajaran QAIT


Quality (Mutu)

Mutu yang dimaksud di sini adalah mutu pengajaran guru, yaitu samapi sejauh manakah penyajian informasi atau kemampuan menolong siswa sehingga mempermudah mereka memahami materi pelajaran. Mutu pengajaran sebagian besar ditentukan oleh mutu produk kurikulum (seperti perancangan pembelajaran, dsb) serta penyajiannya di kelas oleh guru.

Appropriateness (Ketepatan)

Ketepatan yang dimaksud di sini adalah faktor sampai sejauh mana pengajar dapat memastikan bahwa siswanya telah siap mempelajari suatu bahan pembelajaran baru. Dengan kata lain: mampukah mereka dan perlukah bahan pembelajaran itu untuk mereka. Atau, dengan pernyataan yang lebih sederhana: apakah materi itu cocok untuk siswa? Terlalu mudahkah? Atau terlalu sulitkah?

Incentive (Insentif)

Untuk faktor yang ketiga ini, guru harus dapat meyakinkan bahwa siswa-siswa telah termotivasi belajar, yaitu dengan menunjukkan kegairahan dalam melakukan tugas-tugas pengajaran dan mempelajari materi yang seharusnya mereka kuasai.

Time (Waktu)

Terakhir, guru dapat mengontrol waktu. Waktu adalah sebuah faktor penting untuk sebuah pengajaran yang efektif. Apakah guru telah memberi cukup waktu untuk siswanya dalam mempelajari suatu materi ajar? Ataukah terlalu sedikit? Atau terlalu banyak sehingga banyak waktu terbuang percuma?

Pengajaran yang efektif menurut model pengajaran QAIT harus mengakomodasi ke-4 faktor tersebut dan tentu semuanya harus memadai.

Belajar Tuntas (Mastery Learning) : Tips Melaksanakan

 Belajar Tuntas (Mastery Learning) : Tips Melaksanakan

Sistem belajar tuntas (mastery learning) adalah suatu sistem pengajaran yang berupaya memungkinkan semua siswa mencapai tujuan pembelajaran dengan waktu pembelajaran yang berbeda jika dibutuhkan (Slavin, 2009).

Ada satu hal yang penting digarisbawahi bila guru ingin mengajar dengan sistem ini, yaitu penggunaan waktu, karena telah disebutkan bahwa dalam sistem belajar tuntas, semua siswa dimungkinkan untuk mencapai tujuan pembelajaran bahkan dengan waktu pembelajaran yang berbeda bila dibutuhkan. Pada kenyataannya, waktu tidaklah berpihak pada kita. Waktu adalah sebuah komponen pengajaran yang terbatas dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Karenanya, ada banyak tantangan yang harus dihadapi guru bila menerapkan sistem belajar tuntas (mastery learning) ini. Berikut tips yang dapat anda gunakan saat menerapkan sistem belajar tuntas (mastery learning) ini di kelas anda.

 Tips Belajar Tuntas

  1. Bagilah materi pembelajaran menjadi unit-unit kecil

    Dengan membagi materi pembelajaran menjadi unit-unit kecil, maka guru dapat membuat penyajian yang berurutan secara logis, dan memudahkan mengevaluasi penguasaan siswa pada setiap unit kecil itu. Selain itu, dengan cara ini guru dapat benar-benar mengetahui unit kecil mana yang amat dibutuhkan siswa, dan unit kecil mana yang kurang diperlukan.
  2. Perhatikan perbedaan kecepatan belajar siswa

    Hal ini penting karena setiap individu siswa mempunyai kemampuan belajar yang amat bervariasi. Bila siswa adalah individu yang cepat belajar, maka pembelajaran dapat dibuat pada tataran yang lebih tinggi kualitasnya, sedangkan bagi siswa yang lebih lamban maka perlu lebih banyak waktu untuk menguasai materi, bahkan pada bagian dasar sekalipun. Pemahaman dan pengertian dari guru mutlak dibutuhkan dalam hal ini.
  3. Adakan evaluasi formatif berkelanjutan dan terus-menerus

    Guru perlu melakukan tes formatif yang frekuensinya sering dan berkelanjutan. Setiap unit kecil diakhiri dengan tes formatif untuk memantau dan mengevaluasi pembelajaran yang telah atau sedang dilakukan. Selain itu, guru juga harus melakukan tes sumatif untuk mengecek belajar siswa pada satu unit besar (gabungan unit-unit kecil). Pada siswa belum mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka perlu diadakan pengajaran perbaikan (remidial), dan pada siswa telah mencapai tujuan pembelajaran maka perlu dilakukan pengayaan.
  4. Bersikap selektif dalam pelaksanaan sistem belajar tuntas (mastery learning)

    Hal ini disebabkan isu waktu pada sistem belajar tuntas ini. Sebaiknya, tidak semua unit pembelajaran dilakukan sistem ini. Hanya unit-unit tertentuyang bersifat penting, misalnya merupakan unit prasyarat untuk pembelajaran di masa yang akan datang, atau unit yang sangat penting bagi kehidupan siswa selanjutnya dalam dunia nyata.

    Demikian tips melaksanakan sistem belajar tuntas (mastery learning) di kelas anda. Semoga bermanfaat.

Merumuskan Tujuan Pembelajaran

tujuan pembelajaran
Tujuan Pembelajaran, perlukah?

Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Artikel blog penelitian tindakan kelas berikut ini membahas tentang  merumuskan tujuan pembelajaran. Silakan disimak semoga bermanfaat.

Definisi Tujuan Pembelajaran

  • "Perubahan yang ditujukan dan dimiliki oleh pelajar." (Popham, et al.. 1969)
  • "Pernyataan tentang apa yang siswa harus mampu lakukan sebagai konsekuensi dari pembelajaran." (Goodlad, dalam Popham et al, 1969.)
  • "Formulasi eksplisit tentang dengan cara bagaimana siswa diharapkan akan diubah oleh proses edukatif." (Bloom, 1956)
  • "Apa yang siswa harus mampu lakukan pada setelah kegiatan belajar di mana sebelumnya mereka tidak bisa melakukannya." (Mager, 1962)
  • "Tujuan pembelajaran adalah deskripsi dari kinerja yang guru inginkan dapat ditunjukkan oleh peserta didik sebelum guru dapat menganggap mereka kompeten. Sebuah tujuan lebih menggambarkan hasil yang diinginkan dari suatu pembelajaran, daripada proses pembelajaran itu sendiri.." (Mager, 1975)
  • "Tujuan pendidikan yang dirumuskan dengan baik adalah pernyataan yang relatif spesifik tentang apa yang harus mampu dilakukan siswa setelah mengikuti pembelajaran." (Gallagher dan Smith, 1989)

Ciri dan Karakteristik Tujuan Pembelajaran Yang Baik

Menurut Guilbert (1984) dalam artikelnya yang berjudul "How to Devise Educational Objectives", tujuan pembelajaran yang baik mempunyai ciri-ciri:
  • relevan
  • tegas
  • layak
  • logis
  • dapat diamati (tampak)
  • Measurable

Karakteristik tujuan yang efektif menurut Westberg dan Jason (1993) dalam buku "Collaborative Clinical Education" adalah:
  • Konsisten dengan tujuan keseluruhan dari sekolah
  • jelas dinyatakan
  • Realistis dan dapat dilakukan
  • Sesuai untuk tahap pelajar 'pembangunan
  • tepat komprehensif
  • Layak, hasil yang diminta tidak kompleks
  • Tidak diperlakukan seolah-olah mereka terukir di batu (sangat baku)
  • Tidak dianggap sebagai satu-satunya hasil yang berharga
Model Mager merekomendasikan bahwa tujuan pembelajaran harus spesifik dan terukur, dan pada tujuan pembelajaran harus memiliki tiga bagian berikut:
  • kata kerja yang terukur (kata kerja operasional)
  • spesifikasi apa yang dapat ditunjukkan oleh siswa
  • spesifikasi kriteria keberhasilan atau kompetensi

Fungsi Tujuan Pembelajaran

Perdebatan tentang perlu tidaknya merumuskan tujuan pembelajaran dalam rencana pembelajaran dan menyampaikannya saat proses pembelajaran telah berlangsung selama bertahun-tahun. Ada hasil penelitian yang menunjukkan efektivitas tujuan pembelajaran terhadap peningkatan kualitas belajar siswa dan retensi (daya ingat) mereka. Tapi, ada juga hasil penelitian yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Namun, saat ini tujuan pembelajaran secara luas diterima sebagai komponen penting dari proses desain instruksional (rencana pembelajaran).

Adapun fungsi tujuan pembelajaran:
  • Panduan bagi guru untuk merancang pembelajaran
  • Panduan bagi guru untuk evaluasi
  • Panduan bagi siswa untuk memfokuskan belajarnya
  • Panduan untuk siswa dalam kaitan self assessment
  • Menunjukkan kepada orang lain apa yang kita nilai
  • Membantu hubungan antara guru dan pelajar karena dengan tujuan pembelajaran yang dinyatakan secara eksplisit siswa tidak dipaksa untuk menebak apa yang akan dipelajari
  • Meningkatkan kemungkinan untuk membuat fokus bahan belajar mandiri.
  • Membuat guru mengajar lebih terarah dan terorganisir.
  • Berkomunikasi dengan rekan tentang apa yang guru ajarkan kerjasama sehingga meningkatkan kerja sama tim dan dengan rekan-rekan.
  • Membantu evaluasi program
  • Masukan bagi guru untuk berpikir hati-hati tentang apa yang penting dalam kegiatan pembelajarannya
  • Membantu menghindari pengulangan yang tidak perlu dalam mengajar
  • Menyediakan visibilitas dan akuntabilitas keputusan yang dibuat oleh guru dan siswa
  • Menyediakan model untuk penciptaan tujuan pemebelajaran bagi siswa
  • Membantu siswa membuat keputusan mengenai prioritas
  • Memberikan umpan balik kepada siswa apa tujuan telah yang dicapai

3 Domain Tujuan Pembelajaran

  • Domain kognitif

    Mengacu pada pembelajaran intelektual dan pemecahan masalah.Tingkat kognitif pembelajaran meliputi: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) aplikasi, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi. Contoh Tujuan: Mahasiswa akan membangun rencana perawatan untuk seorang remaja yang baru didiagnosis dengan IDDM. Rencana pengobatan harus memuat: ..............
  • Domain afektif

    Mengacu pada emosi dan sistem nilai seseorang. Tingkat afektif pembelajaran meliputi: (1) menerima, (2) menanggapi, (3) menghargai, (4) pengorganisasian, dan (5) karakterisasi dengan nilai. Tujuan Contoh: Mahasiswa akan menunjukkan komitmen untuk meningkatkan keterampilan kasus presentasi dengan secara teratur mencari umpan balik tentang presentasi.
  • Domain psikomotor.

    Mengacu pada karakteristik gerakan fisik dan kemampuan motorik keterampilan yang melibatkan perilaku yang membutuhkan tingkat tertentu keterampilan fisik dan koordinasi. Keterampilan ini dikembangkan melalui latihan berulang-ulang dan diukur dalam hal: kecepatan, ketepatan, jarak, prosedur, atau teknik pelaksanaan. Tingkat psikomotor meliputi: (1) persepsi, (2) set, (3) respon dipandu, (4) mekanisme, (5) respon yang jelas yang kompleks, (6) adaptasi, dan (7) originasi. Contoh Tujuan: Mahasiswa akan mengkalibrasi instrumen X sebelum melakukan prosedur Y.


Cara Memperbaiki Kualitas Pertanyaan Guru

kualitas pertanyaan guru
Bagaimanakah Kualitas Pertanyaan Anda?

Tinjauan Umum Cara Memperbaiki Kualitas Pertanyaan Guru

Setelah sebelumnya blog penelitian tindakan kelas ini menerbitkan tulisan tentang Lembar Observasi Keterampilan Bertanya Guru, maka adalah sepantasnya bila kali ini dihadirkan tulisan tentang bagaimana Cara Memperbaiki Kualitas Pertanyaan Guru. Menurut buku Robert Marzano (2001) yang berjudul Classroom Instruction that Works, 80 persen pembelajaran yang berhasil selalu melibatkan guru dalam mengajukan pertanyaan. Kemudian, 30 – 50 persen alokasi waktu pada pembelajaran efektif digunakan oleh guru untuk bertanya.Akan tetapi pada beberapa guru perlu dipertanyakan: Seberapa efektifkah pertanyaan yang mereka ajukan? Masuk akal, bahwa jika guru ingin meningkatkan efektivitas pengajaran di kelas guru, tentu saja guru akan mulai dengan memperbaiki pertanyaan-pertanyaan yang guru ajukan.


Tujuan Guru Mengajukan Pertanyaan

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa-siswa di kelasnya umumnya untuk tujuan-tujuan berikut, yaitu:
  • melibatkan siswa agar aktif dalam pembelajaran
  • meningkatkan motivasi belajar siswa
  • mengevaluasi persiapan siswa '
  • memeriksa penyelesaian pekerjaan siswa
  • mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa
  • meninjau kembali pembelajaran sebelumnya
  • mengetahui wawasan siswa tentang suatu topik atau konsep
  • menilai prestasi atau penguasaan tujuan pembelajaran oleh siswa
  • merangsang siswa agar belajar mandiri

Saat melaksanakan suatu pembelajaran guru dapat mengajukan beberapa pertanyaan dengan beberapa tujuan di atas, bahkan guru dapat mengajukan satu pertanyaan untuk beberapa tujuan sekaligus. Atau dapat pula beberapa pertanyaan diajukan untuk satu tujuan tertentu.

Ada 3 tiga tindakan yang dapat diambil untuk memperbaiki pertanyaan guru di kelas. Untuk memulainya, guru perlu untuk memberikan siswa kesempatan untuk berbicara ketimbang guru yang berbicara. Kedua, menyiapkan pertanyaan sedari awal bahkan ketika guru merencanakan pelajaran. Dan ketiga,menggunakan perancah (scaffolding) pertanyaan.

Langkah Pertama: Berikanlah Kesempatan Kepada Siswa untuk Lebih Banyak Berbicara

Untuk melaksanakan ini, guru perlu mengubah pola pikirnya. Guru diharuskan untuk “tidak terlalu” mengarahkan diskusi ke tujuan yang ingin dicapai guru. Guru tidak memaksakan tujuannya tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi suatu topik melalui pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan pada pemikiran mereka. Pertanyaan guru lebih sekedar upaya memancing agar siswa-siswa menjadi tergerak untuk ikut berdiskusi dan bertanya.

Langkah Kedua: Mempersiapkan Pertanyaan Saat Merancang Pembelajaran

Guru sangat perlu untuk mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan apa yang sekiranya dapat dan sesuai untuk dilontarkannya saat pembelajaran berlangsung. Dengan cara ini, guru telah siap dengan berbagai skenario pertanyaan yang akan diajukan agar siswa mendapat pertanyaan-pertanyaan yang bermutu yang telah dipikirkan sebelumnya oleh guru. Pertanyaan yang baik tidak serta merta dihasilkan secara spontan saat guru melaksanakan pembelajaran. Pertanyaan bermutu telah direncanakan sebelumnya. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang bermutu ini siswa akan terpacu untuk terlibat dalam diskusi belajar dan memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kreatif dan berpikir kritis.

Langkah Ketiga: Gunakan Pertanyaan Perancah (Scaffolding)

Guru, saat melaksanakan langkah kedua di atas sekaligus harus melakukannya dengan membuat pertanyaan-pertanyaan efektif dengan berbagai tingkatan dari level mudah hingga level sukar. Cara mudah untuk merancang pertanyaan-pertanyaan sehingga bersifat sebagai perancah, maka guru dapat membuat tabel pertanyaan. Guru dapat membuat tabel pertanyaan untuk setiap konsep dengan berbagai level kognitif. Caranya, buatlah tabel dengan 8 buah kolom yang berisi : (1) Nomor Konsep; (2) Konsep yang diajarkan; (3) Pertanyaan tingkat Pengetahuan atau C1; (4) Pertanyaan Tingkat Pemahaman atau C2; (5) Pertanyaan tingkat Aplikasi atau C3; (6) Pertanyaan Tingkat Analisis atau C4; (7) Pertanyaan Tingkat Sintesis atau C5; dan kolom (8) Pertanyaan Tingkat Evaluasi atau C6.

Tulislah tabel tersebut, dan ingat, buat semua pertanyaan untuk setiap kolom tingkat kognitif. Keuntungan menggunakan perancangan pertanyaan seperti ini adalah terjaminnya ketersediaan pertanyaan-pertanyaan berkualitas untuk tiap konsep yang diajarkan. Selain itu, saat menerima pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa akan memperoleh kesempatan untuk berpikir mendalam tentang setiap konsep yang guru ajarkan. Pertanyaan yang terstruktur mulai dari level kognitif C1 hingga level tertinggi (C6) seperti di atas terbukti secara ilmiah meningkatkan efektivitas pembelajaran.

Komentar Terhadap Jawaban Siswa

Setelah memberikan pertanyaan dalam pembelajarannya, guru amat perlu untuk memberikan tanggapan atau umpan balik. Adalah sangat tidak pas bila guru tidak memberikan tanggapan terhadap jawaban yang diberikan oleh siswa. Akan tetapi sebaiknya tanggapan yang diberikan hemat, tidak bertele-tele. Guru dapat pula bertanya lebih dalam (dengan teknik perancahan/scaffolding) di atas, yaitu dengan memberikan pertanyaan yang lebih tinggi levelnya segera setelah siswa menjawab sebuah pertanyaan. Latihan dan perencanaan yang matang sangat diperlukan agar strategi bertanya guru dapat membuat pembelajaran lebih efektif.

Referensi:

  • http://www.edutopia.org/blog/improving-teacher-questions-ben-johnson
  • http://beyondpenguins.ehe.osu.edu/issue/energy-and-the-polar-environment/questioning-techniques-research-based-strategies-for-teachers

Bagaimana Cara Mengajarkan Kreativitas?

mengajarkan kreativitas
Kreativitas Perlu Diajarkan Di Sekolah

Bagaimana Cara Mengajarkan Kreativitas Kepada Siswa?

Blog  penelitian tindakan kelas (PTK) dan model pembelajaran telah beberapa kali membahas tentang keterampilan berpikir kreatif dalam pembelajaran. Tetapi tidak ada salahnya jika artikel dengan topik ini kita tulis kembali mengingat pentingnya keterampilan berpikir kreatif dan kreativitas untuk diajarkan kepada siswa kita. Berikut ini adalah artikel terbaru tentang kreativitas dan keterampilan berpikir kreatif serta pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkannya di kelas.

Definisi Kreativitas

Kreativitas merupakan suatu bentuk kemampuan berpikir yang saat ini mendapat perhatian besar dalam reformasi pendidikan di seluruh dunia. Apakah yang dimaksud dengan kreativitas itu?

Ofsted (1999), memberikan definisi kreativitas sebagai berikut: Proses kreatif memiliki empat karakteristik. Pertama, melibatkan berpikir atau berperilaku imajinatif. Kedua, kegiatan ini imajinatif memiliki  tujuan tertentu. Ketiga,proses ini harus menghasilkan sesuatu yang orisinil. Dan keempat, hasilnya harus memiliki nilai dalam kaitannya dengan tujuan.

Sternberg dan Lubart (1999) menyatakan, " kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan karya yang baik dengan karakteristik orisinil, tak terduga, berguna, adaptif terhadap suatu kendala atau masalah ". Sedangkan Ripple (1999) menyatakan bahwa dalam bidang pendidikan, kreativitas adalah kombinasi kemampuan, keterampilan, motivasi, sikap dan faktor lainnya. Di antara semua atribut kreativitas, kemampuan berpikir kreatif selalu dianggap sebagai pusat pengembangan dari kreativitas.

Menurut teori kognitif, para ahli terkemuka seperti Guildford (1950) dan Torrance (1974), kreativitas berpikir divergen merupakan inti dari pemikiran kreatif. Berpikir divergen meliputi unsur-unsur tentang intektektualitas : kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas dan elaborasi.

Sebaliknya, sebagian ahli menggunakan tinjauan melalui pendekatan afektif. Misalnya, Taksonomi Pemikiran Kreatif William (dalam Williams, 1980) menunjukkan bahwa faktor afektif seperti rasa ingin tahu, imajinasi, berani mengambil tantangan dan sikap berani mengambil resiko sangat kondusif untuk proses pengembangan kreativitas, dan faktor-faktor motivasi seperti ketertarikan, nilai dan kepercayaan diri juga penting dalam menentukan kemampuan berpikir kreatif.

Kreativitas dalam Pendidikan IPA

Kreativitas adalah sebuah konsep yang sulit dipahami dan dapat ditafsirkan dengan berbagai macam cara. Sebagaimana didefinisikan dalam Hu dan Adey (2002) kreativitas dalam domain IPA bertujuan untuk mengembangkan kreativitas ilmiah atau unsur-unsur berpikir kreatif umum. Pengajaran kreativitas masih diperdebatkan hingga saat ini. Salah satu inti perdebatan adalah tentang keraguan beberapa ahli tentang adanya proses transfer belajar kreativitas dari IPA ke domain lain. Di sisi lain, kesesuaian mengembangkan kreativitas para ilmuwan melalui kurikulum "IPA untuk semua (a science for all)" adalah kontroversial. Masih belum ada kesimpulan tentang bagaimana seharusnya bentuk  tujuan pembejaran dan strategi pembelajaran untuk mengajarkan kreativitas di bidang IPA. Karena itu, perspektif multi-arah untuk mengintegrasikan pembelajaran berpikir kreatif ke dalam pendidikan IPA lebih mudah diterima daripada yang searah.

Dalam sebuah tinjauan terbaru oleh Kind dan Kind (2007), dilaporkan perspektif yang berbeda dalam mengajarkan kreativitas dalam pendidikan IPA, dan pendekatan yang berbeda yang diadopsi oleh guru IPA, pembelajaran IPA berbasis inkuiri, metode eksperimental. Cheng (2006) menyarankan beberapa pendekatan untuk meningkatkan kreativitas dalam pembelajaran fisika, misalnya pendekatan penemuan (diskoveri), pembelajaran pemahaman, pendekatan presentasi, pendekatan aplikasi, dan pendekatan integrasi pengetahuan sains. Untuk memasukkan kreativitas ke dalam mata pelajaran reguler, para praktisi pendidikan perlu mempertimbangkan aspek kurikulum IPA yang ada. Pada beberapa dekade terakhir, sains-teknologi-masyarakat (STS-Science Technology Society) adalah pendekatan pembelajaran kreativitas yang bagus untuk diterapkan (Mansour, 2009).

3 Pendekatan Mengajar Kreativitas Berdasarkan Kurikulum

Sejalan dengan kurikulum IPA, disarankan 3 (tiga) pendekatan untuk mengintegrasikan kreativitas dalam pelajaran IPA, yaitu mengembangkan pemikiran kreatif IPA melalui : (1) proses IPA; (2) konten atau produk; dan (3) skenario IPA.

Pendekatan Proses IPA

Mari kita bahas terlebih dahulu tentang pendekatan proses IPA. Pendekatan inkuiri terbuka (open inquiry) dianggap sebagai pendekatan atau strategi pembelajaran yang paling  banyak digunakan untuk mendorong kreativitas dalam pendidikan IPA (Johnson, 2000; Kind & Kind, 2007, Meador, 2003). Craft (2000), Meador (2003) dan Shahrin, Toh, Ho dan Wong (2002) menganggap bahwa dengan terlibatnya siswa dalam pendekatan inkuiri terbuka dan latihan proses ilmiah akan dapat membantu siswa membangun konsep baru, dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan sikap kreatif. Di antara semua proses inkuiri, tahap penyusunan hipotesis disebut-sebut sebagai salah satu cara terbaik untuk menciptakan hubungan antara pengetahuan yang telah mereka miliki dengan pengalaman baru, dan juga berpraktek dalam penyelidikan ilmiah merupakan unsur penting dalam meningkatkan kreativitas (Starko, 2010, Watson & Konicek, 1990).

Pendekatan Berbasis Konten IPA

Dalam pendekatan berbasis konten IPA, pendekatan menulis kreatif, yang melibatkan penggunaan analogi, adalah strategi yang bermanfaat untuk memelihara kreativitas dalam pendidikan IPA (Drenkow, 1992). Beranalogi dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat siswa menemukan ide-ide baru, dan membantu mengembangkan imajinasi (Girod, Rau & Schepige, 2003). Kind dan Kind (2007) dan Starko (2010) mengatakan bahwa proses imajinasi tersebut dalam hasil situasi tertentu dalam pemahaman siswa lebih baik dan perspektif baru bagi ilmu pengetahuan.Pemanfaatan analogi telah memainkan peran penting dalam penemuan ilmiah (Gibbs, 1999). Menulis kreatif dianggap sebagai strategi yang efektif untuk meningkatkan imajinasi siswa , berpikir kreatif dan juga pemahaman terhadap konsep sains.

Pendekatan Skenario Ilmiah, Misalnya Creative Problem Solving (CPS)

Dalam pendekatan skenario ilmiah, pendekatan pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving) adalah pendekatan yang umum digunakan untuk mendorong kreativitas dalam pendidikan IPA. Pendekatan ini bertujuan untuk memberi siswa kesempatan untuk "bekerja dengan masalah terbuka atau tugas-tugas yang membutuhkan solusi kreatif" (Park & Seung, 2008, hal.48). Menurut Isaksen, Dorval dan Treffinger (2000), pendekatan  pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving)  terdiri dari enam tahap: menemukan kekacauan, menemukan data, menemukan masalah, menemukan ide, menemukan solusi dan menemukan penerimaan solusi. Pada setiap tahap dibutuhkan proses  berpikir divergen (menemukan banyak ide) yang diikuti oleh proses berpikir konvergen (menganalisis ide-ide dan membuat pilihan).

Artikel lain Tentang Kreativitas dan Pembelajaran Berpikir Kreatif


Referensi:

  • http://www.ied.edu.hk/apfslt/v11_issue1/chengmy/chengmy2.htm#two
  • http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDUQFjAB&url=http%3A%2F%2Fwww.ase.org.uk%2Fjournals%2Fschool-science-review%2F2009%2F3%2F332%2F1957%2FSSR332Mar2009p91.pdf&ei=xgP0UNHXMsOhkQWD-YGIDQ&usg=AFQjCNEHRxYMrJQXoGS1IcR4j0gxNY95AA&sig2=gU41vCv6HnI-_FJlV2MoIg&bvm=bv.1357700187,d.dGI

Ciri-Ciri Metode Mengajar yang Efektif

Saat mengajar, semua guru pasti menggunakan metode mengajar tertentu. Metode mengajar ini dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga dapat digunakan secara efektif di dalam kelas guru yang bersangkutan. Baca artikel sebelumnya dari blog penelitian tindakan kelas (ptk) dan model-model pembelajaran ini tentang Menentukan Pendekatan, Strategi, Metode, dan Teknik Pembelajaran.

Ciri-Ciri Metode Mengajar Yang Efektif

Lalu bagaimanakan sebuah metode mengajar yang telah dipilih oleh guru tersebut dapat dikatakan efektif? Ada beberapa ciriyang dapat membuat kita dapat menilai sebuah metode mengajar apakah efektif atau tidak untuk suatu pembelajaran. Berikut dipaparkan beberapa ciri metode mengajar yang efektif:

Mengembangkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran

Sebuah metode mengajar dikatakan efektif apabila dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman terhadap materi pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru. Dengan metode yang digunakan siswa menjadi terbantu mempelajari suatu materipelajaran dengan baik.

Membuat siswa menjadi memiliki rasa ingin tahu

Rasa ingin tahu adalah hal yang sangat penting dalam proses belajar seseorang termasuk proses belajar siswa. Jika siswa memiliki rasa ingin tahu maka pembelajaran yang dilakukannya menjadi amat mengasyikkan. Rasa ingin tahu adalah asupan energi yang tak habis-habisnya memberikan siswa kekuatan  untuk melaksanakan tugas-tugas pembelajaran yang diberikan. Bahkan dengan rasa ingin tahu, akan muncul motivasi yang bersifat dari dalam, motivasi intrinsik yang membuat mereka dapat menjadi pebelajar mandiri. Metode mengajar yang efektif dapat membuat siswa ingin tahu tentang materi pelajaran yang guru belajarkan kepada mereka.

Membuat siswa menjadi tertantang

Saat pemebelajaran berlangsung, guru acapkali memberikan tugas-tugas belajar kepada siswa. Penggunaan metode mengajar yang efektif dapat membuat siswa tertantang untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas tersebut dengan baik. 

Dapat membuat siswa aktif secara mental, fisik, dan psikis

Salah satu prinsip penting dalam pembelajaran adalah keaktifan pebelajar untuk memperoleh pengetahuan atau informasi. Bila guru menggunakan metode mengajar yang efektif, maka aktivitas siswa dalam pembelajaran akan tampak secara nyata. Keaktifan mereka dapat dalam bentuk mental, fisik,psikis, atau kombinasi dari keduanya atau ketiganya. Dengan aktifnya siswa baik secara mental, fisik, maupun psikis, siswa akan belajar penuh kebermaknaan dan hasil belajar yang mereka dapatkan akan bertahan lebih lama.

Membantu siswa tumbuh kreatif

Aspek lain yang dapat ditinjau mengenai metode mengajar efektif adalah pada dapat tidaknya sebuah metode mengajar membantu siswa agar  tumbuh menjadi individu yang kreatif. Metode mengajar yang efektif akan membuat siswa untuk berlatih menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi: berpikir kreatif, selama menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran yang diberikan oleh guru. Dengan latihan-latihan semacam ini, pada akhirnya siswa akan tumbuh menjadi individu yang kreatif.

Mudah dilaksanakan oleh guru

Ciri metode mengajar yang efektif yang terakhir adalah kemudahannya dalam pelaksanaan di kelas. Metode mengajar yang efektif adalah metode mengajar yang dalam pelaksanaannya tidak memberatkan guru. Walaupun kemudahan juga penting untuk dipertimbangkan dalam menentukan metode mengajar mana yang efektif, guru sebaiknya tidak hanya semata berpatokan pada ciri ini, sehingga guru dalam pelaksanaan pembelajaran hanya menggunakan metode-metode mengajar yang mudah dan tidak membutuhkan kerja keras semata.

Demikian tulisan tentang ciri-ciri metode mengajar yang efektif dari blog penelitian tindakan kelas (ptk) dan model-model pembelajaran, semoga bermanfaat bagi anda dalam mempertimbangkan penerapan suatu metode mengajar di kelas anda. Salam penelitian tindakan kelas.

Cara Menyusun Instrumen Penilaian Psikomotor

Cara Menyusun Instrumen Penilaian Psikomotor

Para pengunjung blog penelitian tindakan kelas (ptk) dan model-model pembelajaran pasti sudah tahu betul bahwa hasil belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam 3 ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Saya yakin para guru telah menguasai betul bagaimana cara menyusun instrumen penilaian ranah kognitif. Akan tetapi bagaimana dengan instrumen penilaian afektif dan psikomotor. Pada tulisan sebelumnya di blog ini telah dibahas mengenai langkah-langkah menyusun instrumen penilaian afektif. Jadi sekarang saatnya kita membicarakan tentang cara menyusun instrumen penilaian psikomotor.

Hasil Belajar Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor adalah salah satu dari 3 ranah hasil belajar siswa, yang berkaitan dengan aktivitas fisik seperti berlari, menari, memukul, membedah, menggambar, dan sebagainya. Ranah psikomotor merupakan suatu jenis hasil belajar yang dalam perolehannya dicapai lewat keterampilan manipulasi dengan melibatkan otot dan kekuatan fisik.

Hasil belajar pada ranah psikomotor yang berbentuk keterampilan itu dapat diukur pada saat siswa mengikuti proses pembelajaran ataupun sesudah proses pembelajaran.

Saat proses pembelajaran sedang berlangsung
Untuk melakukan penilaian psikomotor pada saat proses pembelajaran dengan berlangsung dapat dikakukan pengamatan langsung melalui tingkah laku yang ditunjukkan siswa selama pembelajaran
Sesudah mengikuti pembelajaran
Penilaian hasil belajar psikomotor yang dilakukan sesudah pembelajaran dilaksanakan dapat dilakukan denga cara memberikan tes kepada siswa.

Langkah-Langkah Menyusun Instrumen Penilaian Psikomotor

Untuk menilai hasil belajar psikomotor, guru paling tidak harus menyiapkan 2 dokumen, yaitu:
  1. Soal / lembar kerja / lembar tugas / perintah kerja.
  2. Instrumen pengamatan / lembar observasi berupa daftar periksa (check list) atau skala penilaian (rating scale)

Lembar observasi adalah sebuah instrumen yang digunakan untuk mengobservasi kemunculan aspek-aspek keterampilan psikomotorik yang diamati. Lembar observasi dapat berupa daftar periksa (check list) atau dapat pula berupa skala penilaian (rating scale).

Daftar periksa (check list)
Daftar periksa berbentuk yang jawabannya tinggal memberi tanda cek (centang) pada kolom yang sesuai dengan aspek yang diamati. 

Skala penilaian (rating scale).
Skala penilaian merupakan daftar pertanyaan / pernyataan untuk menilai kualitas pelaksanaan aspek-aspek keterampilan yang diamati dengan rentang tertentu, misalnya dengan rentang 1 - 5.

Perlu diingat bahwa instrumen penilaian ranah psikomotor yang disusun harus mengacu kepada indikator. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan saat menyusun sebuah instrumen penilaian psikomotor adalah sebagai berikut:

1. Menyusun Soal / lembar kerja / lembar tugas / perintah kerja.
Langkah-langkahnya:
  • Mencermati kisi-kisi instrumen (indikator) yang telah dibuat.
  • Merumuskan bentuk soal / lembar kerja / lembar tugas / perintah kerja.berdasarkan indikator.
  • Contoh bentuk soal:
instrumen penilaian psikomotor
Contoh Soal / perintah kerja
 2. Menyusun instrumen pengamatan / lembar observasi
  • Mencermati kisi-kisi instrumen (indikator) yang telah dibuat
  • Mencermati soal / lembar tugas / perintah kerja yang telah dirumuskan.
  • Menjabarkan aspek-aspek keterampilan yang diamati. 
  • Contoh hasil penjabaran aspek-aspek keterampilan:
aspek-aspek keterampilan psikomotor
Contoh hasil penjabaran aspek-aspek keterampilan
  • Memilih bentuk instrumen pengamatan: apakah berupa daftar periksa atau berupa skala penilaian.
  • Menulis instrumen pengamatan yang dipilih berdasarkan aspek-aspek keterampilan ke dalam tabel.
  • Menelaah kembali instrumen pengamatan yang telah ditulis untuk meyakinkan bahwa sudah bagus sehingga instrumen memiliki validitas yang tinggi.
  • Meminta orang lain untuk menelaah instrumen yang telah dibuat agar hasilnya lebih reliabel.
  • Untuk soal dari contoh soal di atas instrumen pengamatannya dapat sebagai berikut.
  • Contoh DAFTAR PERIKSA (Check List)
Contoh Daftar Periksa (Check List) untuk Instrumen Pengamatan Keterampilan Psikomotor
  • Contoh SKALA PENILAIAN (Rating Scale)

skala rating instrumen penilaian ranah psikomotor
Contoh Skala Penilaian (Rating Scale) untuk Instrumen Pengamatan Keterampilan Psikomotor

Pilih Daftar Periksa (Check List) atau Skala Penilaian (Rating Scale)?

Jika guru harus memilih, apakah ia sebaiknya menyusun instrumen penilaian psikomotor dalam format daftar periksa (check list) ataukah dalam format skala penilaian (rating scale), maka guru dapat mempertimbangkan aspek berikut. Daftar periksa memiliki keunggulan yaitu lebih mudah disusun dan digunakan dibanding skala penilaian, akan tetapi perlu diperhatikan pula bahwa skala penilaian memiliki objektivitas

Pengertian Evaluasi (Penilaian), Pengukuran, Tes,dan Asesmen

Pengertian Evaluasi (Penilaian), Pengukuran, Tes,dan  Asesmen

Kali ini blog ptk (penelitian tindakan kelas) dan model-model pembelajaran kembali mengangkat topik penilaian,setelah sebelum menulis tentang Prinsip-Prinsip Penilaian, kemudian tentang Penilaian Afektif, dan juga Penilaian Psikomotor. Topik kali ini bersifat mendasar sekali, yaitu tentang pengertian evaluasi, pengertia penilaian, pengertian pengukuran, pengertian tes, dan pengertian asesmen. Topik ini tampaknya sangat menarik dan perlu untuk dibahas karena begitu simpang siurnya definisi istilah-istilah tersebut di internet. Setelah melakukan kajian terhadap berbagai definisi tentang evaluasi, penilaian, tes, pengukuran, hingga asesmen, maka dapatlah dibuat artikel ini yang tujuannya untuk mendudukkan kembali semua istilah itu pada tempatnya yang tepat. Pada tulisan ini kami hanya mengambil definisi-definisi dari para ahli  yang telah diakui kredibilitasnya di bidang pendidikan dan psikologi pendidikan.

Pengertian Evaluasi (Penilaian) Menurut Para Ahli

  • Sudiono, Anas (2005) mengemukakan bahwa secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah value yang artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
  • Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003): Evaluation The systematic process of collecting, analyzing, and interpreting information to determine the extent to which pupils are achieving instructional objectives. (Artinya: Evaluasi adalah proses sistematis pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi untuk menentukan sejauh mana siswa yang mencapai tujuan instruksional).
  • Mardapi, Djemari (2003), penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran.
  • Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution (2001), mengartikan penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes.

Kesimpulan Tentang Pengertian Evaluasi:

  • Evaluasi berasal dari akar kata bahasa Inggris value yang berarti nilai, jadi istilah evaluasi sinonim dengan penilaian.
  • Evaluasi merupakan proses sistematis dari mengumpulkan, menganalisis, hingga interpretasi (menafsirkan) data atau informasi yang diperoleh.
  • Data atau informasi diperoleh melalui pengukuran (measurement) hasil belajar.melalui tes atau nontes.
  • Evaluasi bersifat kualitatif.

Pengertian Pengukuran (Measurement) Menurut Para Ahli

  • Alwasilah et al.(1996), measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performa siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performa siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka
  • Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
  • Cangelosi, James S. (1995), pengukuran adalah proses pengumpulan data secara empiris yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan.
  • Sridadi (2007) pengukuran adalah suatu prose yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh besaran kuantitatif dari suatu obyek tertentu dengan menggunakan alat ukur yang baku.

Kesimpulan Tentang Pengertian Pengukuran:

  • Kegiatan pengukuran dilakukan dengan membandingkan hasil belajar dengan suatu ukuran tertentu. 
  • Dilakukan dengan proses sistematis. 
  • Hasil pengukuran berupa besaran kuantitatif (sistem angka). 
  • Pengukuran menggunakan alat ukur yang baku.

Pengertian Asesmen Menurut Para Ahli

  • Angelo T.A.(1991): Classroom Assessment is a simple method faculty can use to collect feedback, early and often, on how well their students are learning what they are being taught. (Artinya: asesmen Kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat digunakan untuk mengumpulkan umpan balik, baik di awal maupun setelah pembelajaran tentang seberapa baik siswa mempelajari apa yang telah diajarkan kepada mereka.)
  • Kizlik, Bob (2009): Assessment is a process by which information is obtained relative to some known objective or goal. Assessment is a broad term that includes testing. A test is a special form of assessment. Tests are assessments made under contrived circumstances especially so that they may be administered. In other words, all tests are assessments, but not all assessments are tests. (Artinya : asesmen adalah suatu proses dimana informasi diperoleh berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Asesmen adalah istilah yang luas yang mencakup tes (pengujian). Tes adalah bentuk khusus dari asesmen. Tes adalah salah satu bentuk asesmen. Dengan kata lain, semua tes merupakan asesmen, namun tidak semua asesmen berupa tes)
  • Overton, Terry (2008): Assesment is a process of gathering information to monitor progress and make educational decisions if necessary. As noted in my definition of test, an assesment may include a test, but also include methods such as observations, interview, behavior monitoring, etc. (Artinya: sesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi untuk memonitor kemajuan dan bila diperlukan pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan. Sebagaimana disebutkan dalam definisi saya tentang tes, suatu asesmen bisa saja terdiri dari tes, atau bisa juga terdiri dari berbagai metode seperti observasi, wawancara, monitoring tingkah laku, dan sebagainya).
  • Palomba and Banta(1999), Assessment is the systematic collection , review , and use of information about educational programs undertaken for the purpose of improving student learning and development (Artinya: asesmen adalah pengumpulan, reviu, dan penggunaan informasi secara sistematik tentang program pendidikan dengan tujuan meningkatkan belajar dan perkembangan siswa).

Kesimpulan Tentang Pengertian Asesmen:

  • Asesmen merupakan metode dan proses yang digunakan untuk mengumpulkan umpan balik tentang seberapa baik siswa belajar.
  • Dapat dilakukan di awal, di akhir (sesudah), maupun saat pembelajaran sedang berlangsung.
  • Asesmen dapat berupa tes atau nontes.
  • Asesmen berupa nontes misalnya penggunaan metode observasi, wawancara, monitoring tingkah laku, dsb.
  • Hasilnya dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.
  • Bertujuan meningkatkan belajar (pembelajaran) dan perkembangan siswa.

Pengertian Tes Menurut Para Ahli

  • Wayan Nurkencana (1993), tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut yang kemudian dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau standar yang telah ditetapkan
  • Overton, Terry (2008): test is a method to determine a student’s ability to complete certain tasks or demontstrate mastery of a skill or knowledge of content. Some types would be multiple choice tests or a weekly spelling test. While it commonly used interchangeably with assesment, or even evaluation, it can be distinguished by the fact  that a test is one form of an assesment. (Tes adalah suatu metode untuk menentukan kemampuan siswa menyelesaikan sejumlah tugas tertentu atau mendemonstrasikan penguasaan suatu keterampilan atau pengetahuan pada suatu materi pelajaran. Beberapa tipe tes misalnya tes pilihan ganda atau tes mengeja mingguan. Seringkali penggunaannya tertukar dengan asesmen, atau bahkan evaluasi (penilaian), yang mana sebenarnya tes dapat dengan mudah dibedakan berdasarkan kenyataan bahwa tes adalah salah satu bentuk asesmen.)

Kesimpulan Tentang Pengertian Tes:

  • Tes adalah cara atau metode untuk menentukan kemampuan siswa menyelesaikan tugas tertentu atau mendemonstrasikan penguasaan suatu keterampilan atau pengetahuan.
  • Beberapa tipe tes misalnya tes pilihan ganda atau tes mengeja mingguan.
  • Tes adalah salah satu bentuk asesmen

Diagram Kedudukan Istilah Evaluasi, Penilaian, Pengukuran, Asesmen, dan Tes. 

Perhatikan Gambar berikut, yang merupakan diagram kedudukan istilah evaluasi, penilaian, pengukuran, asesmen, dan tes yang seringkali membingungkan. Diagram dibuat berdasarkan induksi dari pengertian evaluasi (penilaian), penegertian pengukuran, pengertian asesmen, dan pengertian tesmenurut para ahli di atas.
kedudukan istilah evaluasi di antara istilah sejenis
Diagram yang menunjukkan kedudukan istilah-istilah "Evaluasi", "Penilaian", "Pengukuran", "Asesmen", dan "Tes"

Referensi:

  • Alwasilah, et al. (1996). Glossary of educational Assessment Term. Jakarta: Ministry of Education and Culture.
  • Anas sudiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta:PT.Grafindo persada, 2001.
  • Angelo, T.A., (1991). Ten easy pieces: Assessing higher learning in four dimensions. In Classroom research: Early lessons from success. New directions in teaching and learning (#46), Summer, 17-31.
  • Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
  • Calongesi, James S. 1995. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung : ITB
  • Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003). Formative Evaluation Through Online Focus Groups, in Developing Faculty to use Technology, David G. Brown (ed.), Anker Publishing Company: Bolton, MA.
  • Kizlik, Bob. (2009). Measurement, Assessment, and Evaluation in Education. Online : http://www.adprima.com/measurement.htm diakses tanggal 20-01-2013.
  • Mardapi, Djemari (2003). Desain Penilaian dan Pembelajaran Mahasiswa. Makalah Disajikan dalam Lokakarya Sistem Penjaminan Mutu Proses Pembelajaran tanggal 19 Juni 2003 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
  • Overton, Terry. (2008). Assessing Learners with Special Needs: An Applied Approach (7th Edition). University of Texas - Brownsville
  • Palomba, Catherine A. And Banta, Trudy W. (1999). Assessment Essentials: Planning, Implementing, Improving. San Francisco: Jossey-Bass
  • Sridadi. (2007). Diktat Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Penjas. Yogyakarta: FIK UNY.
  • Wayan Nurkencana. (1993). Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.
  • Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Keterampilan Bertanya Guru dan Aspek-Aspeknya

Saturday, November 2, 2013

Keterampilan Bertanya Guru Sebagai Keterampilan Mengajar Esensial

Pada saat mengajar, dalam model pembelajaran, pendekatan, teknik atau strategi apapun, salah satu keterampilan esensial (penting) yang harus dikuasai oleh guru dengan baik adalah keterampilan bertanya (questioning skills). Sebetulnya, blog kesayangan Penelitian Tindakan Kelas telah pernah mengulas tentang keterampilan bertanya guru ini, yaitu pada tulisan tentang:

Pembahasan kali ini yang berkaitan tentang keterampilan/kemampuan bertanya guru tentu tidaklah keliru. Hal ini dimaksudkan agar teoritis keilmuan kita sebagai guru dan mahasiswa calon guru tentang keterampilan bertanya menjadi semakin lebih baik.

Kontroversi tentang Pertanyaan Guru

Banyak sekali penelitian tentang keterampilan bertanya guru atau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru di dalam kelas telah dilakukan. Ranah penelitian pendidikan di bidang ini menjadi menarik karena alasan di atas: yaitu begitu tak terpisahkannya proses bertanya dalam setiap pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas seorang guru. Hampir tak pernah ditemukan sebuah pembelajaran tanpa pengajuan pertanyaan oleh guru. Di dalam buku Learning to Teach edisi kelima karya Richard L. Arends yang diterbitkan oleh McGraw Hill tahun  2001 disebutkan bahwa:

Karena pertanyaan-pertanyaan begitu sering diajukan di dalam kelas, salah satu hal menarik tentang pertanyaan guru adalah: Apa efek pertanyaan bagi pembelajaran siswa? Dalam bentuk lain: Apa efek dari pertanyaan-pertanyaan guru yang bersifat faktual dan apa efek pertanyaan-pertanyaan guru yang meminta siswa untuk berpikir pada taraf yang lebih tinggi (higher level thinking)? Selama bertahun-tahun, terdapat konsensus bahwa pertanyaan dengan : higher level thinking akan mengarahkan siswa pada perkembangan kognitif yang lebih besar dibanding jika siswa diberikan pertanyaan yang sifatnya konkret dan faktual. Tetapi kemudian pada tahun 1970-an, justru banyak penelitian menunjukkan bahwa tidak ada bukti nyata adanya perbedaan ini (Rosenshine: 1971; Dunkin & Biddle: 1974). Pada tahun 1976 Barak Rosenshine justru mengklaim bahwa pertanyaan faktual-lah yang justru dapat meningkatkan perkembangan kognitif siswa, terlebih apabila guru dengan segera memberikan umpan balik (feedback) terkait jawaban yang benar dan jawaban yang salah (tidak tepat). Dalam hal ini perlu dicatat bahwa Rosenshine melakukan penelitiannya pada siswa kelas rendah dari latar belakang sosial dan ekonomi tingkat bawah. Beberapa tahun kemudian Redfield mengumumkan hasil penelitian yang berlawanan, yaitu bahwa pertanyaan-pertanyaan guru yang mengacu pada pemikiran tingkat tinggi (higher level thinking) akan memberikan efek positif dan meningkatkan prestasi dan kemampuan berpikir siswa.

Pertanyaan Guru yang Baik

Selama satu dekade lebih setelah itu, para peneliti tentang pertanyaan guru selalu menunjukkan hasil-hasil yang saling berkontroversi. Akhirnya muncullah suatu konsensus bahwa tipe-tipe pertanyaan yang dilontarkan oleh guru harus disesuaikan dengan siswa, dengan siapa mereka bekerja (belajar), dan untuk jenis tujuan pembelajaran bagaimana mereka belajar. Gall (1984; Gall & Gall: 1990), sebagai contoh menginterpretasikan hasil-hasil penelitian ini sebagai berikut:
  • Pertanyaan-pertanyaan faktual lebih efektif untuk mempromosikan prestasi anak-anak yang lebih muda, yang manakhususnya bila  melibatkan penguasaan keterampilan-keterampilan dasar.
  • Pertanyaan-pertanyaan kognitif tingkat tinggi lebih efektif untuk siswa bila dibutuhkan berpikir siswa lebih diarahkan ke berpikir bebas (independen).

Tingkat Kesulitan Pertanyaan

Berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan guru, para peneliti juga tertarik dalam kaitan tingkat kesulitan dan pola keseluruhan pertanyaan guru. Tingkat kesulitan suatu pertanyaan adalah mengacu pada kemampuan siswa-siswa menjawab pertanyaan alih-alih tingkat berpikir (kognitif) yang dibutuhkan. Lagi-lagi, hasil penelitian pada ranah ini juga menunjukkan hasil yang beragam. Walaupun demikian, setelah melewati bermacam review, penelitian-penelitian akhirnya menunjukkan bahwa, sebagaimana yang diungkapkan oleh Jere Brophy & Tom Good (1986), ada 3 acuan yang harus dipertimbangkan guru ketika ingin memutuskan seberapa sulit pertanyaan akan diberikan kepada siswa, yaitu:
  • Proporsi terbesar (paling tidak 3/4 bagian) pertanyaan harus pada level di mana semua siswa akan dapat menjawab pertanyaan tersebut.
  • Proporsi sisanya (1/4 bagian) pertanyaan harus berada pada level sulit, tetapi tetap harus dapat direspon oleh siswa meskipun respon (jawaban) yang diberikan nantinya tidak dapat lengkap.
  • Tidak ada pertanyaan yang tidak akan dapat dijawab oleh siswa (mustahil bisa dijawab siswa).

Pola Pertanyaan Guru/Pola Tanya-Jawab

Pola keseluruhan pertanyaan guru juga sangat penting. Kenyataan di kelas yang sering ditemui adalah guru menanyakan semua pertanyaan dan semua siswalah yang harus menjawab pertanyaan dengan tepat. Kemudian guru akan mengulang-ulang pertanyaan yang sama apabila siswa tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut. Sebenarnya, pola pertanyaan guru yang seperti ini sangat berdampak buruk pada diskusi kelas dan sama sekali tidak akan membawa siswa untuk mengembangkan proses berpikirnya pada taraf yang lebih tinggi, bahkan justru mengarahkan siswa kepada kebosanan. Pada kelas yang baik, pola pertanyaan haruslah seperti ini: siapa saja boleh mengajukan pertanyaan, dan siapa saja boleh menjawab pertanyaan. Guru yang baik justru akan membuat pertanyaan yang jawaban-jawaban pertanyaan tersebut akan memancing siswa untuk bertanya, lalu menjawab.

Waktu Tunggu (Wait Time)

Hal terpenting lainnya dalam kaitan keterampilan bertanya guru yang telah diselidiki oleh para peneliti di bidang ini adalah waktu tunggu (wait time).  Waktu tunggu adalah jeda waktu antara saat pertanyaan dilontarkan oleh guru dengan waktu saat siswa harus menjawab pertanyaan. Waktu tunggu pertama kali diteliti pada tahun 1960an. Waktu tunggu sangat penting untuk diterapkan oleh guru pada saat memberikan pertanyaan-pertanyaan di dalam kelasnya.

Demikian tulisan kali ini tentang keterampilan bertanya guru, semoga bermanfaat.

Pembagian Ranah (Domain) Kognitif Menurut Bloom

Tuesday, April 23, 2013

Blog PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dan Model-Model Pembelajaran kali ini akan mengangkat bahasan yang mungkin sudah sangat dipahami oleh para pembaca yang budiman, yaitu tentang taksonomi Bloom pada ranah (domain) kognitif. Walaupun pembagian ranah tujuan pembelajaran dari aspek kognitif (intelektual) ini sudah dikenal umum,pada kenyataannya guru atau calon guru masih sering mengalami kesulitan dalam menuliskan tujuan pembelajaran dengan berbagai variasi level (tingkatan).

Ranah (Domain) Kognitif Menurut Bloom (1956)

tingkatan (level) taksonomi Bloom pada ranah kognitif
tingkatan (level) taksonomi Bloom pada ranah kognitif
Bloom pada tahun 1956, dalam bukunya yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives. Handbook I : Cognitive Domain yang diterbitkan oleh McKey New York telah membagi ranah (domain) kognitif menjadi beberapa bagian. Berikut adalah penjelasannya.

Tujuan pembelajaran dalan ranah (domain) kognitif atau intelektual dibagi menjadi 6 tingkatan, dilambangkan dengan huruf C (cognitive). Secara umum, makin tinggi tingkatannya semakin rumit tujuan pembelajaran itu yaitu:

1. Tingkat (Level) Pengetahuan – C1

Pada level atau tingkatan terendah ini dimaksudkan sebagai kemampuan mengingat kembali materi yang telah dipelajari, misalnya: (a) pengetahuan tentang istilah; (b) pengetahuan tentang fakta khusus; (c) pengetahuan tentang konvensi; (d) pengetahuan tentang kecendrungan dan urutan; (e) pengetahuan tentangklasifikasi dan kategori; (f) pengetahuan tentang kriteria; dan (g) pengetahuan tentang metodologi.

Kata Kerja Operasional Level C1

Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada level C1 (Cognitive 1 – Pengetahuan) antara lain:
  • mengutip
  • menyebutkan
  • menjelaskan
  • menggambar
  • membilang
  • mengidentifikasi
  • mendaftar
  • menunjukkan
  • memberi label
  • memberi indeks
  • memasangkan
  • menamai
  • menandai
  • membaca
  • menyadari
  • menghafal
  • meniru
  • mencatat
  • mengulang
  • mereproduksi
  • meninjau
  • memilih
  • menyatakan
  • mempelajari
  • mentabulasi
  • memberi kode
  • menelusuri
  • menulis
  • merespon

2. Tingkat (Level) Pemahaman – C2

Pada level atau tingkatan kedua ini, pemahaman diartikan sebagai kemampuan memahami materi tertentu, dapat dalam bentuk: (a) translasi (mengubah dari satu bentuk ke bentuk lain); (b) interpretasi (menjelaskan atau merangkum materi);(c) ekstrapolasi (memperpanjang/memperluas arti/memaknai data).

Kata Kerja Operasional Level C2

Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada level C2 (Cognitive 2 – Pemahaman) antara lain:
  • memperkirakan
  • menjelaskan
  • mengkategorikan
  • mencirikan
  • merinci
  • mengasosiasikan
  • membandingkan
  • menghitung
  • mengkontraskan
  • mengubah
  • mempertahankan
  • menguraikan
  • menjalin
  • membedakan
  • mendiskusikan
  • menggali
  • mencontohkan
  • menerangkan
  • mengemukakan
  • mempolakan
  • memperluas
  • menyimpulkan
  • meramalkan
  • merangkum
  • menjabarkan

3. Tingkat (Level) Aplikasi – C3

Pada level atau tingkatan ketiga ini, aplikasi dimaksudkan sebagai kemampuan untuk menerapkan informasi dalam situasi nyata.

Kata Kerja Operasional Level C3

Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada level C3 (Cognitive 3 – Aplikasi) antara lain:
  • menugaskan
  • mengurutkan
  • menentukan
  • menerapkan
  • menyesuaikan
  • mengkalkulasi
  • memodifikasi
  • mengklasifikasi
  • menghitung
  • membangun
  • membiasakan
  • mencegah
  • menentukan
  • menggambarkan
  • menggunakan
  • menilai
  • melatih
  • menggali
  • mengemukakan
  • mengadaptasi
  • menyelidiki
  • mengoperasikan
  • mempersoalkan
  • mengkonsepkan
  • melaksanakan
  • meramalkan
  • memproduksi
  • memproses
  • mengaitkan
  • menyusun
  • mensimulasikan
  • memecahkan
  • melakukan
  • mentabulasi

4. Tingkat (Level) Analisis – C4

Analisis adalah kategori atau tingkatan ke-4 dalam taksonomi Bloom tentang ranah (domain) kognitif. Analisis merupakan kemampuan menguraikan suatu materi menjadi bagian-bagiannya. Kemampuan menganalisis dapat berupa: (a) analisis elemen (mengidentifikasi bagian-bagian materi); (b) analisis hubungan (mengidentifikasi hubungan); (c) analisis pengorganisasian prinsip (mengidentifikasi pengorganisasian/organisasi).

Kata Kerja Operasional Level C4

Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada level C4 (Cognitive 4 – Analisis) antara lain:
  • menganalisis
  • mengaudit
  • memecahkan
  • menegaskan
  • mendeteksi
  • mendiagnosis
  • menyeleksi
  • merinci
  • menominasikan
  • mendiagramkan
  • mengkorelasikan
  • merasionalkan
  • menguji
  • mencerahkan
  • menjelajah
  • membagankan
  • menyimpulkan
  • menemukan
  • menelaah
  • memaksimalkan
  • memerintahkan
  • mengedit
  • mengaitkan
  • memilih
  • mengukur
  • melatih
  • mentransfer

5. Tingkat (Level) Sintesis – C5

Level kelima adalah sintesis yang dimaknai sebagai kemampuan untuk memproduksi. Tingkatan kognitif kelima ini dapat berupa: (a) memproduksi komunikasi yang unik; (b) memproduksi rencana atau kegiatan yang utuh; dan (c) menghasilkan/memproduksi seperangkat hubungan abstrak.

Kata Kerja Operasional Level C5

Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada level C5 (Cognitive 5 – Sintesis) antara lain:
  • mengabstraksi
  • mengatur
  • menganimasi
  • mengumpulkan
  • mengkategorikan
  • mengkode
  • mengombinasikan
  • menyusun
  • mengarang
  • membangun
  • menanggulangi
  • menghubungkan
  • menciptakan
  • mengkreasikan
  • mkengoreksi
  • merancang
  • merencanakan
  • mendikte
  • meningkatkan
  • memperjelas
  • memfasilitasi
  • membentuk
  • merumuskan
  • menggeneralisasi
  • menggabungkan
  • memadukan
  • membatas
  • merefarasi
  • menampilkan
  • menyiapkan
  • memproduksi
  • merangkum
  • merekonstruksi

6. Tingkat (Level) Evaluasi – C6

Level ke-6 dari taksonomi Bloom pada ranah kognitif adalah evaluasi. Kemampuan melakukan evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai ‘manfaat’ suatu benda/hal untuk tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang jelas. Paling tidak ada dua bentuk tingkat (level) evaluasi menurut Bloom, yaitu: (a) penilaian atau evaluasi berdasarkan bukti internal; dan (2) evaluasi berdasarkan bukti eksternal.

Kata Kerja Operasional Level C6

Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada level C6 (Cognitive 6 – Evaluasi) antara lain:
  • membandingkan
  • menyimpulkan
  • menilai
  • mengarahkan
  • mengkritik
  • menimbang
  • memutuskan
  • memisahkan
  • memprediksi
  • memperjelas
  • menugaskan
  • menafsirkan
  • mempertahankan
  • memerinci
  • mengukur
  • merangkum
  • membuktikan
  • memvalidasi
  • mengetes
  • mendukung
  • memilih
  • memproyeksikan

Demikian artikel tentang Pembagian Ranah (Domain) Kognitif Menurut Bloom dari blog PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dan Model-Model Pembelajaran, semoga bermanfaat. Salam.

Permasalahan di Kelas dan Hubungannya dengan Materi Prasyarat, Perbaikan, serta Pengayaan

Wednesday, March 13, 2013

Blog PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dan Model-Model Pembelajaran kali ini akan menyajikan tulisan tentang materi prasyarat, materi perbaikan, dan materi pengayaan dan hubungannya dengan permasalahan di kelas. Sebagaimana kita semua sudah maklum, bahwa dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru di dalam kelas seringkali menemukan berbagai hambatan. Beberapa hambatan yang terjadi di dalam kelas terkait dengan materi pembelajaran, paling tidak dapat dikategorikan menjadi 3 macam. Adapun ke-3 macam hambatan yang dapat terjadi itu yaitu (1) siswa belum memiliki bekal pengetahuan (pengetahuan prasyarat); (2) siswa mengalami kesulitan selama kegiatan pembelajaran, dan (3) siswa terlalu cepat menguasai materi pembelajaran sehingga menimbulkan gap (jurang) dengan kawan-kawannya yang lain. Berikut kita ulas satu per satu.

#1. Siswa Belum Memiliki Bekal Pengetahuan (Pengetahuan Prasyarat)

Beberapa siswa di dalam kelas biasanya akan kesulitan untuk memulai mengikuti pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru karena mereka belum memiliki pengetahuan psyarat (prequisite knowledge). Apa yang dimaksud dengan pengetahuan prasyarat? Pengetahuan prasyarat adalah bekal pengetahuan yang diperlukan untuk mempelajari suatu bahan ajar baru. Misalnya, untuk mempelajari perkalian siswa harus sudah mempelajari penjumlahan. Siswa yang tidak menguasai penjumlahan akan kesulitan mengikuti pembelajaran tentang perkalian. Untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki pengetahuan prasyarat, guru harus mengadakan tes prasyarat (prequisite test). Istilah yang lebih familiar bagi anda mungkin adalah pre-tes. Nah, bila hasil tes tersebut menunjukkan siswa ternyata belum memiliki pengetahuan prasyarat, maka siswa tersebut harus diberi materi prasyarat atau bahan pembekalan (matrikulasi). Bahan pembekalan untuk matrikulasi ini dapat diambil guru dari materi-materi atau modul-modul di bawahnya.
permasalahan di kelas dan hubungannya dengan materi pembelajaran
permasalahan di kelas dan hubungannya dengan materi pembelajaran

#2. Siswa Mengalami Kesulitan Selama Kegiatan Pembelajaran

Masalah kedua yang mungkin akan ditemui oleh guru terkait materi pembelajaran di kelas adalah siswa mengalami kesulitan selama kegiatan pembelajaran, bukan karena ia tidak memiliki pengetahuan prasyarat (bekal pengetahuan / bekal awal). Saat proses pembelajaran ternyata siswa mengalami kesulitan atau hambatan untuk menguasai materi pembelajaran. Untuk ini, guru harus menyediakan materi perbaikan (remedial). Materi pembelajaran remedial disusun lebih sederhana, lebih rinci, diberi banyak penjelasan dan contoh agar mudah ditangkap oleh siswa. Untuk keperluan remedial perlu disediakan modul remidial. Pemberian materi remidial disebut dengan pembelajaran remidial. Biasanya dilakukan di akhir unit pembelajaran setelah didapat nilai formatif siswa pada unit pembelajaran tsb rendah dibanding kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan.

#3. siswa terlalu cepat menguasai materi pembelajaran sehingga menimbulkan gap (jurang) dengan kawan-kawannya yang lain

Sebenarnya masalah yang ketiga ini bukanlah masalah serius. Akan tetapi masalah ini akan selalu muncul bersama kehadiran masalah kedua di atas. Bila ada siswa yang harus mengikuti program perbaikan untuk menerima materi perbaikan (remidial),maka otomatis juga akan ada siswa yang harus mendapatkan materi pengayaan (enrichment). Siswa yang dapat dengan cepat dan mudah menguasai materi pembelajaran harus disediakan bahan pengayaan (enrichment). Materi pengayaan berbentuk pendalaman dan perluasan. Materi pengayaan baik untuk pendalaman maupun perluasan wawasan dapat diambilkan dari buku rujukan lain yang relevan atau disediakan modul pengayaan. Selain pengayaan, perlu dipertimbangkan adanya akselerasi alami di mana siswa dimungkinkan untuk mengambil pelajaran berikutnya. Untuk keperluan ini perlu disediakan bahan atau modul akselerasi. Hal ini penting dilakukan agar siswa-siswa yang berada pada tataran ini tidak membuat ulah di kelas saat sedang dilakukan remidial. Selain itu, yang terpenting, bukankah waktu yang mereka miliki lebih baik dimanfaatkan untuk mempelajari topik tersebut secara lebih luas dan mendalam melebihi tuntutan standar?

Demikian tulisan tentang Permasalahan di Kelas dan Hubungannya dengan Materi Prasyarat, Perbaikan, serta Pengayaan dari blog PTK dan Model-Model Pembelajaran. Semoga bermanfaat.

Balikan (Feedback) dan Hubungannya dengan Motivasi Belajar Siswa

Tuesday, February 19, 2013


Balikan (Feedback) dan Hubungannya dengan Motivasi Belajar Siswa

Blog PTK dan Model-Model Pembelajaran kali ini akan memngulas tentang balikan (feedback / umpan balik) dalam hubungannya dengan motivasi belajar siswa, untuk memberikan tanggapan pada pertanyaan di Fanpage Facebook Penelitian Tindakan Kelas. Sebagai catatan, di tulisan ini anda akan menjumpai istilah feedback, balikan, dan umpan balik. Ketiganya mempunyai makna yang sama (sinonim). Nah, sekarang mari kita  simak bersama-sama.
hubungan balikan dengan motivasi belajar
Hubungan balikan dengan motivasi belajar?

Pengertian Feedback / Umpan Balik / Balikan

Dalam Bahasa Indonesia ada dua istilah yang sering digunakan untuk mengganti kata Bahasa Inggris ‘feedback’, yaitu ‘umpan bailk’ dan ‘balikan’.  Apakah yang dimaksud dengan balikan? Berikut diberikan defini balikan menurut para ahli psikologi pendidikan:

  • Pengertian Balikan (Feedback) Menurut Eggen & Kauchak (1994): Balikan atau umpan balik adalah informasi yang diberikan oleh guru kepada siswa tentang tingkah laku tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan performa (kinerja) siswa.
  • Definisi Umpan Balik (Feedback) Menurut Richard L. Arends (1997): Umpan balik atau feedback adalah informasi yang diberikan kepada siswa tentang performa mereka; misalnya tentang pengetahuan yang mereka peroleh dari pembelajaran.
  • Pengertian Feedback (Balikan) Menurut Robert E. Slavin (1997): Menurut Slavin, feedback atau umpan balik adalah informasi tentang hasil-hasil dari upaya belajar yang telah dilakukan siswa.


Jenis-Jenis Balikan (Feedback)

Guru dapat memberikan balikan dengan beragam cara / bentuk seperti; (1) balikan verbal; (2) balikan dari skor hasil tes; (3) balikan melalui komentar tertulis; hingga (4) balikan melalui rekaman video atau audio.

Umpan balik verbal

Umpan balik verbal adalah umpan balik secara lisan kepada siswa, biasanya diberikan saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Umpan balik verbal dapat digunakan dengan lebih cepat dibanding umpan balik jenis lain.

Umpan balik berupa hasil tes

Hasil tes yang dibagikan kepada siswa dapat menjadi umpan balik kepada mereka tentang hasil belajar mereka: seberapa banyak  penguasaan mereka terhadap materi pembelajaran atau bagian-bagian mana dari suatu unit pembelajaran yang belum mereka kuasai.

Umpan balik dengan komentar tertulis

Balikan melalui komentar tertulis dapat diberikan pada lembar jawaban ulangan, PR, tugas, atau LKS yang dikerjakan siswa. Guru memberikan balikan dengan cara menulis komentar-komentar yang memuat informasi bagaimana seharusnya mereka menjawab soal-soal ulangan, PR, tugas, atau LKS itu. Tidak hanya sekedar mencoret jawaban-jawaban yang salah dengan tanda silang, tetapi menuliskan langkah-langkah atau jawaban-jawaban yang tepat.

Umpan balik melalui rekaman audio atau video

Balikan juga dapat diberikan melalui rekaman audio misalnya pada pelajaran membaca puisi, guru dapat membuat rekaman suara anak yang sedang membaca puisi, lalu memperdengarkan rekaman tersebut sehingga siswa dapat menyadari pada bait-bait mana ia harus memperbaiki intonasi bacaannya. Balikan melalui rekaman audio misalnya diberikan pada siswa yang sedang belajar menari. Melalui rekaman siswa dapat melihat bagaimana penampilannya dan guru dapat memberikan komentar pada bagian-bagian mana siswa harus memperbaiki gerakannya.

Selain itu  balikan dapat pula digolongkan berdasarkan performa (kinerja) siswa dan tujuan pemberiannya kepada siswa, yaitu: (1) balikan negatif (negative  feedback) yang bertujuan agar siswa memperbaiki performanya; dan (2) balikan positif (positive feedback) yang bertujuan agar siswa mempertahankan performanya yang sudah bagus.

Balikan Negatif (Negative Feedback)

Umpan balik negatif diberikan kepada siswa yang performanya masih belum sesuai harapan guru. Pada balikan negatif ini, guru memberikan informasi bahwa performa siswa belum bagus disertai contoh bagaimana mereka seharusnya performa mereka. Tujuan diberikannya umpan balik negatif bersifat korektif, sehingga siswa dapat memperbaiki performanya.

Misalnya: “Jodi, hitunganmu masih belum tepat. Lihat, seharusnya kamu terlebih dahulu memperhatikan bagian mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu. Untuk menghitung panjang sisi miring segitiga siku-siku, kamu seharusnya memangkatkan dahulu kedua panjang sisi-sisinya, baru kemudian menjumlahkan, dan setelah itu mengakarkannya.” 

Balikan Positif (Positive Feedback)

Balikan positif atau umpan balik positif diberikan kepada siswa dengan tujuan siswa akan mempertahankan kinerja (performa)-nya di masa yang akan datang. Balikan positif sebaiknya dibarengi dengan penghargaan (reward) / penguatan (reinforcement) misalnya berupa pujian atau tepuk tangan, atau bentuk lainnya. Pada balikan positif guru memberikan informasi tentang performa siswa yang sudah bagus.
Misalnya: “Bagus Andi, hitunganmu tepat sekali. Dan saya suka caramu menuliskan langkah-langkah perhitungan tentang luas lingkaran di soal itu: rinci, rapi, dan dibuat selangkah demi selangkah secara berurutan sehingga mudah dimengerti orang lain.”

Tanpa diberikan umpan balik, maka siswa tidak akan dapat belajar menulis secara efektif dengan hanya menulis; mereka tidak akan dapat membaca dengan baik dengan hanya sekedar membaca; dan mereka tidak akan dapat bermain basket dengan baik dengan hanya berlatih bermain basket. Tanpa balikan, berarti siswa tidak tahu bagaimana hasil b elajarnya (apakah sudah tepat atau bagus, di mana kekurangannya, dsb) maka siswa tidak akan meningkat performanya.

Prinsip-Prinsip Pemberian Feedback yang Efektif

Beberapa prinsip yang harus dipegang oleh guru saat memberikan balikan kepada siswa adalah : (1) berikan feedback sesegera mungkin; (2) berikan feedback yang spesifik; (3) tekankan pada tingkah laku atau hal yang ingin dikoreksi, bukan yang lain; (4) berikan feedback sesuai tingkat perkembangan anak; (5) berikan penghargaan (reward) bersama-sama dengan balikan positif (positive feedback) pada performa yang sudah bagus; (6) saat memberikan balikan negatif (negative feedback), sekaligus tunjukkan / contohkan bagaimana performa yang benar (bagus); (7) bantulah siswa untuk tetap fokus pada proses, bukan pada hasil; (8) ajarkan siswa bagaimana memperoleh feedback dari dirinya sendiri dan bagaimana menilai performa (kinerja)-nya sendiri;

Berikan Feedback Sesegera Mungkin

Sebaiknya umpan balik diberikan sesegera mungkin agar bila siswa harus memperbaiki kinerja (performa) dapat juga dilakukannya sesegera mungkin sebelum kekeliruan / kesalahan siswa berlarut-larut dan melekat. Begitu pula bila siswa telah menunjukkan performa yang bagus, maka mereka akan mengerti bahwa ia harus mempertahankan performanya itu dan ia tahu bahwa ia telah belajar dengan benar.

Berikan Feedback Yang Spesifik

Feedback yang diberikan harus spesifik sehingga siswa mengerti apa yang dimaksud oleh guru.
Perhatikan kasus berikut:

Bu Titin sedang mengajar matematika. Ia sedang mengajarkan bagaimana menyederhanakan persamaan aritmatika berikut:

7 + 4(5 – 3) – 2

Bu Titin bertanya, “Apa yang harus kita kerjakan lebih dahulu dari persamaan tersebut? Hardi?”
“Menambahkan 7 dengan 4, Bu.”
“Belum tepat, Hardi. Coba yang lain, ada yang bisa membantu?”
Pada kasus itu Bu Titin telah memberikan feedback dengan segera setelah Hardi menyebutkan langkah yang salah, akan tetapi Bu Titin belum memberikan feedback yang spesifik kepada Hardi. Dengan feedback demikian, Hardi tidak akan pernah tahu ia salah di bagian mana dan mengapa.

Contoh lain:
Bandingkan dengan Bu Yanti yang memberikan feedback seperti di bawah ini:
Bu Yanti bertanya, “Apa yang harus kita kerjakan lebih dahulu dari persamaan tersebut? Randy?”
“Menambahkan 7 dengan 4, Bu.”
“Perhatikan kembali, Randy. Bila kita langsung menambahkan 7 dengan 4, kita masih punya angka 5 dikurang 3 di dalam tanda kurung. Ingat yang telah saya jelaskan sebelumnya apa artinya tanda kurung pada persamaan seperti ini?”
“...Kita seharusnya mengalikan 4 dengan 5 kurang 3 terlebih dahulu.”

Perhatikan, pada contoh kedua, Bu Yanti tidak hanya memberikan feedback dengan segera, tetapi juga memberikan informasi spesifik di bagian mana ketidaktepatan jawaban Randy. Lalu Bu Yanti juga memberikan bantuan agar Randy dapat kemudian menjawab persamaan aritmatika itu dengan tepat.

Perhatikan pula contoh berikut:
“Bagus, tanganmu berada di posisi yang tepat untuk melakukan pukulan backhand.” (Feedback yang bagus).
“Sip, backhand-mu sudah bagus, Ical.” (Feedback yang kurang bagus, karena siswa mungkintidak tahu mengapa backhand-nya sudah dianggap bagus oleh guru).

Tekankan Pada Tingkah Laku Atau Hal Yang Ingin Dikoreksi, Bukan Yang Lain

Berilah penekanan pada informasi tentang tingkah laku atau performa yang ingin dikoreksi saat memberikan feedback, bukan pada yang lain.
“Saat kamu berpidato di depan kelas tadi, suaramu terlalu pelan sehingga kebanyakan kawanmu tidak mendengar apa yang kamu katakan.” (Feedback yang bagus).
“Kamu harus membuang jauh-jauh rasa malu-mu saat berpidato di depan kelas.” (Feedback yang kurang bagus karena guru sebenarnya menginginkan siswa tersebut berpidato dengan suara lebih keras).

Berikan Feedback Sesuai Tingkat Perkembangan Anak

Beberapa guru seringkali memberikan umpan balik yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Misalnya, umpan balik yang diberikan terlalu banyak pada saat bersamaan, sehingga siswa-siswa tersebut kesulitan menanganinya.

Berikan Penghargaan (Reward) Bersama Balikan Positif

Bila guru ingin memberikan balikan positif (positive feedback) pada performa yang sudah bagus, berikanlah sekaligus bersama-sama dengan penghargaan (reward).

Berikan Contoh Bersama Balikan Negatif

Bila guru ingin memberikan balikan negatif (negative feedback), sekaligus tunjukkan / contohkan bagaimana performa yang benar (bagus) kepada siswa. Koreksi harus disertai contoh bagaimana performa yang benar.

Bantulah Siswa Untuk Tetap Fokus Pada Proses, Bukan Pada Hasil

Bila anda meminta siswa mengoreksi performa mereka melalui balikan, maka buatlah mereka tetap berfokus pada proses yang harus mereka koreksi, bukan ingin cepat-cepat menuju hasil akhir. Yakinkan mereka untuk benar-benar memahami dan melakukan langkah-langkah secara tepat.

Ajarkan Siswa Bagaimana Memperoleh Feedback dari Dirinya Sendiri

Siswa harus diajari bagaimana menilai performa (kinerja)-nya sendiri. Guru dapat melatih mereka dengan meminta mereka saling mengamati kemudian menilai performa kawannya yang lain, lalu memberikan feedback berdasarkan pengamatan mereka tersebut. Dengan mengamati dan memberikan feedback kepada orang lain, siswa pada tahap selanjutnya akan otomatis mengamati performanya sendiri dan memperoleh feedback untuk dirinya pribadi.

Hubungan Balikan dengan Motivasi Belajar

Beberapa hal berikut menunjukkan bahwa balikan (feedback) mempunyai hubungan yang erat dengan motivasi belajar siswa:
  • Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa balikan (feedback) berkorelasi positif dengan motivasi belajar. Guru yang memberikan feedback secara efektif (sesuai dengan prinsip-prinsip) pemberian feedback akan meningkatkan motivasi belajar siswa.
  • Untuk meningkatkan motivasi belajar, hal yang penting yang harus diingat guru saat memberikan balikan (feedback) terutama yang bersifat negatif adalah jaminan rasa aman (nyaman) siswa. Guru harus memberikan balikan negatif dengan kehangatan, keramahtamahan, dan jauh dari kesan mengejek atau merendahkan, sehingga siswa tetap nyaman meskipun mendapatkan koreksi atau balikan yang bersifat negatif (Arends, 1997).
  • Selain itu, menurut Kulik & Kulik, 1988 dalam Slavin, 1997: Agar feedback dapat memberikan motivasi kepada siswa, maka feedback harus diberikan dengan jelas dan spesifik. Ini penting bagi semua tingkat perkembangan siswa, terlebih lagi bagi siswa kelas rendah.
  • Kulhavy & Stock, 1989 menyatakan bahwa feedback yang spesifik bersifat informatif dan motivasional (meningkatkan motivasi belajar siswa).
  • Clifford, 1990 menyatakan bahwa umpan balik negatif sekalipun dapat meningkatkan motivasi belajar anak, asal berfokus pada performa yang diinginkan guru (bukan pada ketidakmampuan siswa secara umum).
Baca Juga:
Hakikat Motivasi Belajar

Referensi:

  • Arends, Richard L. (1997). Classroom Instruction And Management. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
  • Clifford, M. M. (1990). Students Need Challenge, Not Easy Succes. Educational Leadership.
  • Eggen, Paul D. & Kauchak, Donald P. (1994). Strategies For Teachers. Boston: Allyn and Bacon.
  • Kulhavy, R. W. & Stock, W. A. (1989). Feedback In Written Instructon: The Place of Response Certitude. Educational Psychology Review.
  • Slavin, Robert E. (1997). Educational Psychology. Boston: Alllyn and Bacon.


Terima kasih telah membaca artikel Balikan (Feedback) dan Hubungannya dengan Motivasi Belajar Siswa di blog PTK dan Model-Model Pembelajaran. Sampai jumpa pada artikel lainnya.  

 

Most Reading