Pages

Showing posts with label Sejarah Kelas X. Show all posts
Showing posts with label Sejarah Kelas X. Show all posts

Peradaban Lembah Sungai Kuning (Cina)

Thursday, May 9, 2013

 Peradaban Lembah Sungai Kuning (Cina)
Peradaban Lembah Sungai Kuning (Cina) - Sungai Hoang Ho jika banjir warna lumpurnya kuning, itulah sebabnya mengapa disebut Sungai Kuning. Penelitian Prof. Davidson Black memastikan kebudayaan kuno Cina di Lembah Sungai Hoang Ho yang pendukungnya ditemukan di Gua Chau Kuo Tien, yakni Sinathropus pekinensis. Kesimpulan dari hasil penelitiannya adalah.

a. pendukung kebudayaan lembah Hoang-Ho adalah Sinanthropus pekinensis (manusia kera dari Cina);
b. ditemukan barang tembikar berupa cambung berkaki pejal (ting), cambung berongga (li), dan jambangan tempat abu suci;
c. mengenal tulisan kuno Cina, yakni tulisan gambar lambang apa yang ditulis;
d. ditemukan alat pahat, kapak pemukul, dan alat tulang berupa jepitan rambut dan jarum;
e. orang Cina rajin mempelajari astronomi sehingga muncul penanggalan;
f. kepercayaannya menyembah banyak dewa, misalnya, dewa Shangti adalah dewa langit, dewa hujan, dewa panen, dan dewa tertinggi yang diwakili Kaisar Cina.

Di Cina dikenal adanya ajaran Tao. Ajaran ini di perkenalkan oleh Lao Tse dalam bukunya Tao-te- Ching dan disebut taoisme (semangat keadilan kesejahteraan yang kekal). Garis besar ajarannya adalah

a. adanya kerajaan langit dan yang menjadi rajanya adalah Dewa Ho Tien yang menguasai langit maupun bumi dan mengangkat kaisar Cina sebagai wakil dewa di dunia;
b. Cina adalah kerajaan dunia, raja dunia sebagai wakil Ho Tien (atas nama Ho Tien) yang menguasai bumi dan bergelar Huang Ti. Seorang raja Cina harus memiliki li (tindakan yang tepat dan penuh keadilan).

Ahli filsafat Cina Kung Fu Tse mengajarkan kongfusionisme. Ia adalah seorang ahli pemikir, guru, dan negarawan yang ajarannya adalah pemerintahan dan keluarga. Menurutnya, negara yang baik adalah jika raja menjadi raja, menteri menjadi menteri, anak menjadi anak. Mereka harus menjalankan tugas masing-masing sehingga pemerintahan berjalan baik. Jika perbuatan manusia disertai kebajikan (te), akan menimbulkan susunan teratur (li), baik masyarakat negara maupun agama.

Menurut J. Toynbee, pemerintahan Cina Kuno dimulai sejak 3000 SM, sebagai raja tertua adalah Huang Ti yang bijaksana. Kebesaran Cina tergantung pada kemampuan memanfaatkan sungai Hoang Ho dan Sungai Yang Tse Kiang yang teorinya disebut "Challenge and Response", yaitu hukum tantangan dan jawaban. Berdasarkan cerita kuno, ada tiga zaman raja yakni Yi Sui Yen, Fu Shi, Shen Nung, dan lima kaisar, yakni Huang Ti, Yao, Shun, Yin, dan Lui Tsu. Sesudah itu Cina diperintah oleh dinasti-dinasti berikut.


Dinasti Shang adalah dinasti tertua sebagai penumbuh dinasti dan peletak dasar peradaban Cina Kuno. Dinasti ini mampu membudidayakan Sungai Hoang Ho dengan tanggul sehingga rakyat Cina hidup dengan tenang dan sejahtera dengan memanfaatkan sungai tersebut. Rakyat hidup bercocok tanam dan beternak. Mereka sudah mengenal tulisan kuno piktograf yang aksaranya disebut Honji. Mereka menyembah Dewa Shang Ti. Mereka sudah mengenal ilmu astronomi dan menentukan penanggalan.


Dinasti Chou didirikan oleh Pangeran Wu Wang dengan pusat pemerintahan di Provinsi Shensi. Sebagai balas jasa, kepada para penguasa diberi tanah sehingga lahirlah sistem feodal. Peristiwa yang penting adalah munculnya ahli pemikir, seperti Lao Tse, Kung Fu Tze, Meng Tze, dan Chung Tze.


Dinasti Chin memerintah Cina mencapai kejayaan, yakni pada masa Chin Shih Huang Ti. Pada masa pemerintahannya, dinasti ini berhasil menguasai Kerajaan Chou, Wei, dan Han sehingga Cina dipersatukan di bawah kekuasaannya. Jasa-jasanya adalah sebagai berikut.

1) Cina dipersatukan dan diperintah oleh hanya satu raja.
2) Feodalisme dibubarkan.
3) Dibangun Tembok Besar Cina yang panjangnya 3.000 km, lebarnya 8 m, dan tingginya 16 m. Tembok ini berfungsi untuk membendung serangan bangsa Syiung Nu.
4) Wilayah Cina dibagi menjadi 36 provinsi.


Pendirinya adalah Liu Pang, kaisar yang terkenal adalah Han Wu Ti. Pada masa pemerintahannya terdapat kemajuan-kemajuan, antara lain,

1) meluaskan wilayah ke Korea,
2) ajaran Kung Fu Tze dijadikan dasar pemerintahan,
3) memajukan perdagangan,
4) orang Cina sudah dapat membuat kertas dari kulit kayu yang disebut tsa’ilun, dan
5) agama Buddha mulai masuk Cina.


Dinasti Sui mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sui Yang Ti dengan menundukkan dinasti Han serta menaklukan Syiung Nu, yakni suku liar dari Utara yang selalu mengganggu Cina. Usaha yang dilakukan, antara lain,

1) meluaskan wilayah Cina,
2) membangun istana kerajaan,
3) mengadakan ujian penyaringan bagi pegawai, dan
4) membangun saluran kaisar untuk memperlancar perdagangan.


Masa pemerintahan dinasti T'ang merupakan masa penting bagi pertumbuhan Cina. Saat inilah mulai muncul adanya hubungan dengan Indonesia. Masa pemerintahan yang besar adalah pada masa Tang Tai Sung. Keberhasilannya adalah

1) wilayah Cina sampai ke luar Cina, seperti Tonkin, Annam, Kampuchea, dan Persia;
2) kesenian maju pesat dengan tokoh Li Tai Po, Tu Fu, dan Weng Wei, hasilnya adalah guci, belanga, dan jambangan;
3) sistem pemerintahan desentralisasi serta dibangunnya pagoda;
4) dikeluarkannya undang-undang yang mengatur masalah pembagian tanah.


Dinasti Sung memerintah Cina di bawah kaisar Sung Tai Tsu. Pada masa pemerintahanya, ilmu pengetahuan maju pesat. Usaha-usahanya adalah

1) mendirikan museum;
2) mengekspor porselin ke Jepang, Korea, India, Persia, Afrika, dan Eropa;
3) menggunakan tulisan piktograf dengan gambar lambang tertentu;
4) pengetahuan astronomi digunakan untuk menentukan penanggalan berdasarkan bulan dan matahari.


Orang Mongol berhasil menguasai Cina di bawah Genghis Khan yang kemudian memusatkan ibu kota di Kambaluk (Peking). Pada tahun 1227, Genghis Khan meninggal digantikan Ogodai yang memperluas wilayah ke Rusia, Hongaria, Polandia, dan Siberia.

Tahun 1260, Kublai Khan menggantikan kekuasaannya dan mendirikan pemerintahan yang kemudian disebut dinasti Yuan. Pada masa pemerintahannya, ia menyuruh utusan ke Singasari untuk meminta pengakuan dari Kertanegara, tetapi ditolak. Akibatnya, pada tahun 1293 Cina mengerahkan tentara ke Singasari untuk menaklukannya.


Setelah berhasil mengalahkan dinasti Mongol di Cina, Chu Yuang Chang kemudian memerintah dengan menyusun persatuan Cina kembali di bawah Dinasti Ming. Ia kemudian digantikan oleh puteranya, yakni Yung Lo. Pada masa inilah Cina mengadakan hubungan dagang dengan Majapahit sehingga ada hubungan yang damai antara kedua negara tersebut. Seni bangunan sangat maju dengan dibangunnya pagoda. Pada masa pemerintahan Yung Lo datanglah Portugis (1516), orang Belanda, dan Inggris untuk mengadakan hubungan perdagangan. Dinasti Ming mengalami keruntuhan disebabkan oleh serangan bangsa Manchu yang akhirnya berkuasa di Cina.


Dinasti ini berasal dari Manchuria yang datang dan menguasai Cina. Dinasti ini diperintah oleh kaisar yang kurang pandai sehingga menggugah kesadaran bangsa Cina untuk berjuang bagi bangsanya dalam Revolusi Cina 10 Oktober 1911 yang dikenal dengan Revolusi Wucang Day. Hasilnya, tanggal 1 Januari 1912 Cina lahir sebagai negara republik dengan Presiden Sun Yat Sen.

Materi Selanjutnya Peradaban Lembah Sungai Eufrat dan Tigris (Mesopotamia)

Peradaban Lembah Indus dan Lembah Gangga

Peradaban Lembah Indus dan Lembah Gangga


Peradaban Lembah Indus berada di India pada masa lalu dan sekarang berada di kawasan negara Pakistan. Kebudayaan Indus (Sindhu) berlangsung 3000 SM – 1000 SM, wujudnya berupa kota kuno Mohenjo Daro dan Harappa. Kebudayaan Indus ini didukung oleh orang-orang Dravida yang berhidung pesek, berambut hitam dan keriting. Kebudayaan Indus berhasil diteliti oleh seorang arkeolog Inggris, Sir John Marshal, yang dibantu Banerji (orang India). Dari hasil temuannya dapat disimpulkan sebagai berikut.

1) Kota Mohenjo Daro dan Harappa dibangun berdasarkan pola kota terencana yang modern.
2) Terdapat bangunan besar sebagai tempat pertemuan rakyat.
3) Rumah-rumah dibuat dari batu bata.
4) Jalan-jalan dibuat lebar-lebar.
5) Saluran air dibuat sesuai perencanaan kota modern.
6) Ditemukan bekas permandian.
7) Ditemukan perhiasan kalung emas dan perak dihias dengan permata.
8) Ditemukan senjata yang terbuat dari batu dan tembaga.

Peninggalan tersebut termasuk dalam masa praaksara, namun kita temukan juga tulisan berbentuk gambar belum beraksara sehingga disebut piktograf. Benda kuno yang terdapat di kota Mohenjo Daro dan Harappa, antara lain,

1) lempeng tanah (terra cotta) yang berbentuk persegi dan bergambar binatang atau tumbuhan, seperti gajah, harimau, sapi, badak, dan pohon beringin;
2) adanya tembikar yang berbentuk periuk belanga dan pecah-belah semacam piring dan cangkir;
3) alat perhiasan berupa kalung, gelang, dan ikat pinggang dari tembaga;
4) terdapat gambar dewa yang bertanduk, patung dewi Ibu (dewi kesuburan), dan patung pujaan: dewa bumi, dewa langit, dewa bulan, dewa air, serta dewa api.

Mata pencahariannya adalah bercocok tanam, yang dibuktikan dari adanya cangkul, kapak, dan patung Dewi Ibu yang dianggap lambang kesuburan. Hasil pertaniannya adalah gandum dan kapas. Pada saat itu, sudah ada saluran irigasi untuk mencegah banjir serta untuk pengairan sawah-sawah rakyat. 

Dalam perdagangan terlihat adanya hubungan dengan Sumeria di Lembah Eufrat dan Tigris, yang diperdagangkan adalah keramik dan permata. Kepercayaannya adalah menyembah banyak dewa (politeisme) serta segala sesuatu yang dianggap keramat. Contohnya adalah pohon pipal dan beringin yang oleh umat Buddha dianggap pohon suci, binatang yang dipuja adalah gajah dan buaya.

Tata kota, sanitasi, serta kebersihan dan kesehatan dari perencanaan kota dapat dibuktikan dengan adanya:

1) bangunan rumah dibuat tinggi berdasarkan petunjuk kesehatan,
2) bangunan rumah dibuat seragam dari batu bata,
3) bangunan tidak ada yang menjorok ke depan, dan
4) saluran air dibangun sesuai dengan syarat kesehatan.

Kebudayaan Indus runtuh pada tahun 1000 SM disebabkan oleh:
1) adanya bencana banjir dari Sungai Indus (Sindhu);
2) karena diserang bangsa Arya.


Pendukung kebudayaan Gangga adalah orang-orang Arya. Mereka berasal dari sekitar Laut Kaspia yang datang memasuki India sekitar 2000 SM di daerah India Utara. Akibat kedatangan bangsa Arya, bangsa Dravida terdesak dan menyingkir ke India Selatan. Namun, tidak dapat dihindari adanya percampuran budaya yang akhirnya melahirkan hinduisme.

Bangsa Arya menjadi pendukung kebudayaan Gangga dan menguasai daerah subur di sekitar Sungai Gangga bahkan seluruh daerah di sekitar Lembah Indus. Mereka menyebutnya sebagai daerah Arya Warta atau daerah Hindustan, artinya tanah orang Hindu. Daerahnya meliputi sekitar Sungai Gangga, Lembah Yamuna, serta Lembah Indus. Untuk membatasi adanya percampuran ras, maka diciptakanlah Kasta serta kewajiban sattie (wanita ikut suami di waktu upacara pembakaran mayat). Perkawinan antarkasta menjadi salah satu penyebab seseorang dikeluarkan dari kasta. Orang Arya berada pada kasta brahmana, ksatria, dan sedikit pada kasta waisya. Merekalah yang menulis kitab suci Weda.

Prinsip-Prinsip Dasar dalam Penelitian Sejarah Lisan

Prinsip-Prinsip Dasar dalam Penelitian Sejarah Lisan - Penelitian sejarah lisan membutuhkan suatu metode pengumpulan data atau bahan penulisan sejarah yang dilakukan oleh peneliti sejarah melalui wawancara secara lisan terhadap pelaku atau saksi peristiwa. Metode ini sudah dipergunakan sejak masa lalu yang semula dipergunakan di Amerika Serikat.

Langkah yang harus ditempuh bagi penelitian sejarah lisan adalah menemukan sumber pendukung yang berasal dari para pelaku atau saksi-saksi langsung serta tempat terjadinya peristiwa untuk mencari latar belakang dan pemahaman akibat dari peristiwa yang ditimbulkan sehingga akan mendekati kebenaran seperti yang diharapkan.

Oleh karena itu, untuk melakukan penelitian sejarah lisan perlu adanya sumber dari para pelaku maupun para saksi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap pelaku atau saksi peristiwa. Namun, terkadang keterangan para pelaku bersifat subjektif sehingga perlu dilakukan penyeleksian atau analisis secara cermat (misalnya, yang menguntungkan pelaku dikatakan, sedangkan yang dianggap negatif atau merugikan pelaku disembunyikan). Kritik terhadap sumber lisan adalah dengan melakukan cross check atau mengecek dengan sumber lisan lainnya.

Berikut teknik-teknik pengumpulan data sumber lisan.


Pelaku merupakan unsur utama yang berperan dalam peristiwa sebab para pelaku tahu persis latar belakang peristiwa tersebut, apa yang terjadi, sasaran dan tujuannya, serta mengapa terjadi dan siapa saja pelakunya. Metode wawancara kepada pelaku merupakan metode yang paling tepat untuk mengungkapkan dan memaparkan suatu peristiwa.

Ada beberapa cara dalam pengumpulan informasi lisan melalui teknik wawancara, yaitu adanya seleksi individu untuk diwawancarai guna memperoleh informasi yang akurat (maksudnya kedudukan orang tersebut dalam suatu peristiwa, sebagai pelaku utama, informan, atau saksi), harus ada pendekatan kepada orang yang diwawancarai, mengembangkan suasana lancar dalam wawancara dengan pertanyaan yang jelas, tidak berbelit dan menghindari pertanyaan yang menyinggung perasaan. Persiapkan pokok-pokok masalah yang akan ditanyakan dengan sebaik-baiknya agar memperoleh data yang lengkap dan akurat.

Wawancara langsung dapat dilakukan dengan metode-metode berikut.

a. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan acak dan jawaban tidak ditentukan (pertanyaan terbuka).

b. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan dengan jawaban yang telah ditentukan (pertanyaan tertutup).
c. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan lebih dahulu baru kemudian responden menjawab satu per satu.
d. Wawancara dilakukan dengan cara mengajukan suatu pertanyaan, kemudian responden
langsung menjawabnya. Setelah selesai, pewawancara mengajukan pertanyaan selanjutnya.
e. Wawancara dilakukan dengan menggunakan tape recorder yang dapat menyimpan kesaksian pelaku atau saksi lisan tersebut.


Orang yang pernah melihat atau menyaksikan suatu peristiwa, tetapi bukan pelaku, disebut saksi. Berita juga sering disampaikan oleh para saksi peristiwa, dapat berupa berita kebenaran, berita sepihak, atau hanya sekadar berita dari suatu peristiwa. Para saksi juga tidak melihat secara utuh dan detail suatu peristiwa sebab ia hanya sekadar mengetahui suatu peristiwa, itu saja tidak seluruhnya. Oleh karena itu, keterangan dari para saksi perlu didukung oleh data lain yang memperkuat bukti peristiwa sejarah.


Masalah tempat sering mempunyai kaitan dalam sebuah peristiwa, misalnya, peristiwa Rengasdengklok, penyusunan teks proklamasi, dan tempat proklamasi. Tempat tersebut menjadi saksi sejarah yang mampu menjadi sumber lisan.

Demikianlah Materi Prinsip-Prinsip Dasar dalam Penelitian Sejarah Lisan, semoga bermanfaat.

Jenis-Jenis Sejarah

Jenis-Jenis Sejarah
Jenis-Jenis Sejarah - Sejarah sebagai suatu ilmu pengetahuan mempelajari pengetahuan pada masa lampau dalam lingkup kehidupan manusia. Kejadian dalam sejarah itu dapat digolongkan dalam beberapa jenis sejarah sehingga dalam pembahasan sejarah lebih terfokus pada suatu masalah, walaupun dalam pembahasan itu juga terkait dengan berbagai masalah.

Oleh karena itu, yang dimaksud jenis dan kategori sejarah adalah perpaduan ciri-ciri yang pada dasarnya dianggap sebagai karakteristik kelompok dan adanya kemampuan menampilkan jenis atau tipe sejarah. Menurut Louis Gattaschalk dalam bukunya yang berjudul Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto tahun 1975, ia membagi sejarah dalam tiga jenis:

1. yang menentukan kelangsungan hidup rekaman sejarah hanya kebetulan ditemukan;
2. untuk penulisan sejarah di masa mendatang dengan teknik sampling, akan diperoleh tokoh sejarah yang konkret;
3. penulisan sejarah yang menggunakan contoh par excellen, yaitu seorang individu terkemuka dalam bangsanya yang memiliki watak mampu memperbaiki perilaku bangsanya secara optimal menyeluruh.

Ada juga yang membagi sejarah berdasarkan pada fokus masalah sebagai berikut.


Sejarah geografi ini dikaitkan dengan masalah sejarah yang memiliki keterkaitan dengan geografi, untuk menjawab pertanyaan "di mana peristiwa itu terjadi?" baik secara langsung maupun tidak langsung. Peristiwa sejarah dalam sejarah geografi ini dikaitkan dengan tempat dan lokasi kejadiannya. 

Oleh karena itu, ilmu pengetahuan tentang geografi (ilmu geografi) sangat diperlukan, kemudian muncul pertanyaan "mengapa di tempat tersebut?". Selain itu, pengetahuan geografi juga penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, luas wilayah Indonesia dan keadaan alam ikut mendukung terjadinya suatu peristiwa sejarah. Bahkan adat istiadat pun juga mengambil peran. Begitu juga keadaan alam, dapat dipakai sebagai pertimbangan untuk menciptakan strategi dalam perang.


Ilmu pengetahuan yang membahas adanya upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya disebut ilmu ekonomi. Manusia tidak ada yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya sendiri. Untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya itu, mereka membutuhkan bantuan orang atau pihak lain. Keadaan inilah yang kemudian menimbulkan terjadinya sistem ekonomi dalam masyarakat (sistem ekonomi kemasyarakatan). 

Masyarakat Indonesia mulai mengenal sistem ekonomi sejak masa bercocok tanam dengan sistem barter (barang ditukar dengan barang) sebab belum mengenal sistem ekonomi uang. Perdagangan di Nusantara berkembang pesat, terbukanya jalan dagang darat (jalan sutra) yang kemudian muncul jalan dagang laut (jalan dagang rempah-rempah) membuat perdagangan Nusantara semakin marak, sehingga peran aktif pedagang Indonesia semakin tampak dalam hubungan antarbangsa.

Melalui hubungan perekonomian dan majunya perdagangan inilah banyak pedagang Cina dan India yang masuk ke nusantara. Keberadaan mereka berpengaruh besar, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan religius. Bahkan kerajaan-kerajaan Nusantara dapat dikenal di luar negeri akibat banyaknya pedagang-pedagang asing yang singgah di kerajaan pada masa itu. Dengan demikian sejarah ekonomi bangsa Indonesia berkembang dari tingkat sederhana ke arah ekonomi luas bahkan mampu menembus ekonomi internasional.


Sejarah sosial bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Masalah sosial menjadi pendorong munculnya peristiwa-peristiwa sejarah. Sejarah sosial mengalami proses perkembangan sesuai dengan perkembangan taraf hidup manusia.

Ketika masa bercocok tanam, kehidupan sosial mulai tumbuh, gotong royong dirasakan sebagai kewajiban yang mendasar dalam kehidupan sehari-hari. Mereka hidup secara bersama-sama dalam satu kelompok sosial, mereka masih food gathering (mengumpulkan makanan) yang kemudian meningkat ke food producing (menghasilkan makanan).

Sejarah sosial terus mengalami perkembangan selaras dengan perkembangan masyarakatnya dari yang paling sederhana ke tingkat yang lebih maju. Munculnya modernisasi masyarakat pun akan terus membangun kemajuan sosial. Seperti dalam taraf hidup yang sederhana di masa bercocok tanam, maka upaya sosial muncul dengan masyarakat gotong-royong yang dirasakan sebagai hal yang wajib dalam kehidupan bermasyarakat luas bahkan kepada aturan-aturan masyarakat yang perlu mereka taati bersama untuk dijaga kelestariannya.

Setelah masuknya hinduisme, kehidupan sosial masyarakat semakin baik, bahkan mereka secara sukarela dan bersama mampu menghasilkan bangunan yang amat besar dan dianggap suci, seperti candi Prambanan dan Borobudur. Masyarakatnya jujur, taat kepada sang pencipta secara sukarela, juga taat kepada para pemimpin bahkan di dalam keluarga mereka taat dan saling menghormati. 

Pada masa Hindu-Buddha inilah di Indonesia muncul kerajaan yang pertama, seperti Kerajaan Kutai pada abad ke-5, Tarumanegara, kemudian Sriwijaya di Sumatra. Hubungan yang erat terjadi di dalam atau di luar istana, walaupun mempunyai satu arah pada istanasentris bahkan muncul pengultusan pada raja.

Di zaman Islam, seiring dengan berkembangnya kerajaan Islam di Nusantara masyarakat sudah mulai teratur, kehidupan sosial semakin tampak membawa kesejahteraan dan perbaikan sosial. Kehidupan demokrasi mulai tertata melalui sistem kerajaan. Sistem ini kemudian dikembangkan di tengah masyarakat luas dengan cara mengurangi sikap feodal sebab para raja Islam telah memberikan contoh kehidupan yang demokratis. Oleh karena itu, masalah sosial tidak lepas dari perkembangan hidup masyarakat yang menciptakan perkembangan sejarah umat manusia.


Pembicaraan tentang sejarah ketatanegaraan atau sejarah politik sebenarnya berawal dari zaman pras aksara. Hanya saja, bagaimana perkembangan atau wujud dari hal tersebut banyak ahli yang menafsirkan berbagai macam, misalnya, primus inter pares. 

Berdasarkan peninggalan sejarah diungkapkan bahwa zaman praaksara berbentuk kesukuan. Namun setelah pengaruh Hindu dan Buddha masuk ke Nusantara, muncul sistem baru, yaitu kerajaan, misalnya, Kerajaan Kutai. Sistem kerajaan berkembang luas di Nusantara, baik di Jawa atau di luar Jawa muncul banyak kerajaan Hindu dan Buddha.

Masuknya agama Islam ke Nusantara memberi angin baik bagi pertumbuhan kerajaan, sebab memunculkan sistem baru dalam istana. Pada zaman Islam, gelar kepala negaranya adalah sunan atau sultan, itulah salah satu bentuk perkembangan sejarah ketatanegaraan. Ada juga yang membagi jenis sejarah secara geografis sebagai berikut.

a. Sejarah dunia

Sejarah dunia menceritakan peristiwa penting sejumlah negara, menyangkut hubungan antarnegara, serta peristiwa dan fakta sejarah dari banyak negara di belahan dunia ini. Banyak ahli sejarah dan para peneliti telah mempublikasikan sejarah dunia, seperti sejarah negara-negara Eropa, sejarah negara-negara Asia, sejarah Mesir, sejarah Afrika, dan sejarah Australia yang telah dibentangkan secara panjang lebar dari aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang terjadi pada kawasan negara-negara tersebut.

Contoh penulisan sejarah dunia adalah buku Soebantardjo yang berjudul Sari Sejarah Asia – Australia. Buku ini menceritakan mengenai negara Jepang, Tiongkok (Cina), India, Ceylon (Sri Lanka), Birma (Myanmar), Malaya, Muangthai (Thailand), Indocina, Iran, Afghanistan, Arab, Siria, Libanon, Irak, Yordania, Palestina, Mesir, Turki, dan Australia. Selain itu, Soebantardjo juga menulis sejarah negara-negara Eropa dan Amerika. Jadi, sejarah dunia menceritakan bagaimana situasi negara-negara di seluruh kawasan dunia ini dan hubungannya satu dengan yang lainnya.

b. Sejarah nasional

Sejarah nasional menceritakan sejarah bangsa Indonesia mulai sejak pertumbuhan sampai sekarang. Sejarah zaman purbakala memuat bagaimana keadaan dan kemampuan masyarakat nenek moyang kita, kepercayaannya, serta hasil-hasil budayanya. Setelah kedatangan Hindu, diceritakan pula bagaimana wujud akulturasinya, kemudian diceritakan pula masuknya Islam serta kedatangan bangsa barat yang akhirnya muncul penjajahan. 

Gerakan nasional Indonesia memaparkan bagaimana giatnya perjuangan nasional yang puncaknya adalah proklamasi serta usaha mengisi kemerdekaan. Beberapa gangguan keamanan muncul serta adanya usaha Belanda untuk menguasai kembali, meskipun pada akhirnya mampu kita atasi dan kita pertahankan tanah air ini. Memasuki zaman modern sekarang ini pun bangsa Indonesia masih terus membuat sejarahnya. Contoh penyusunan sejarah nasional dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan diterbitkan sebagai Buku Sejarah Nasional Indonesia dalam enam jilid.

c. Sejarah lokal

Sejarah lokal mengandung pengertian suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau dan hanya terjadi di suatu daerah atau tempat tertentu yang tidak menyebar ke daerah lain di Indonesia. Peristiwa-peristiwa yang muncul hanyalah dari daerah tertentu dan memuat masalah-masalah yang ada di daerah tertentu itu juga, misalnya, sejarah lokal tentang kampung Minahasa, sejarah suku Toraja, masyarakat Nias, atau suku Dayak di Kalimantan. Dalam sejarah lokal muncul tokoh-tokoh lokal yang memperjuangkan wilayahnya, misalnya, perjuangan Imam Bonjol dari Sumatra Barat, perjuangan Teuku Umar dari Aceh, perjuangan Pangeran Diponegoro dari Jawa (Yogyakarta), dan pahlawan-pahlawan lain dari berbagai daerah di Nusantara.

Sejarah lokal merupakan sejarah yang penting, namun sering kali kita justru memperoleh sumber-sumber dari negara lain (misalnya, Belanda), walaupun banyak juga kita temukan bukti-bukti sejarah dari pelosok tanah air. Barang bukti sejarah yang sudah pindah tangan ke negara lain, misalnya, kitab asli Negara kertagama dan patung Ken Dedes (Prajna Paramita) yang berada di negara Belanda. 

Masyarakat yang dinamis dan berkembang memang terjadi di mana-mana, namun di sisi lain dampak dari perkembangan ini sangat menyulitkan pengungkapan bukti sejarah lokal dikarenakan adanya percepatan pembangunan, pergantian generasi, serta perkembangan penduduk yang pesat sehingga menambah semaraknya negeri ini. 

Sejarah lokal dapat dikategorikan menjadi sejarah peristiwa masa silam, sejarah mengenai kerajaan-kerajaan di Nusantara, sejarah yang membentangkan peranan petani dan para priyayi serta kuli kontrak di zaman Belanda, dan sejarah lokal yang membentangkan keadaan masa kuno sampai sekarang mengenai tradisi, adat istiadat, dan kepercayaan pada daerah-daerah tertentu. Oleh karena itu, dapat kita perhatikan bagaimana kenyataan dalam penulisan sejarah lokal sebagai berikut.

1) Sejarah lokal hanya membicarakan daerah tertentu saja, misalnya, sejarah kabupaten Madiun, sejarah kabupaten Tegal, atau sejarah Yogyakarta.
2) Sejarah lokal lebih menekankan struktur daripada prosesnya.
3) Sejarah lokal hanya membicarakan peristiwa tertentu yang dianggap terkenal di suatu daerah.
4) Sejarah lokal hanya membahas aspek tertentu saja.

Demikianlah Materi Jenis-Jenis Sejarah.

Pengertian Sumber, Bukti, dan Fakta Sejarah

Pengertian Sumber, Bukti, dan Fakta Sejarah
Candi Panataran, contoh Artefak berbentuk
bangunan
Pengertian Sumber, Bukti, dan Fakta Sejarah


Sejarah dimulai dari cerita-cerita rakyat atau legenda yang mampu mengungkapkan peristiwa pada masa lampau, walaupun penuh dengan berbagai mitos yang harus diteliti lebih lanjut agar dapat digunakan sebagai sumber sejarah. 

Masyarakat dahulu memang memberikan informasi sejarah secara turun temurun dan mereka menganggap benar apa yang telah mereka terima dari nenek moyangnya yang terpancar dari peninggalan-peninggalan di sekitar tempat tinggalnya. Oleh karena itu, untuk mengungkapkan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa sumber yang memadai, artinya sumber yang mendukung sehingga mampu mendekati kebenaran suatu peristiwa sejarah.

Sumber sejarah adalah semua yang menjadi pokok sejarah. Menurut Moh. Ali, yang dimaksud sumber sejarah adalah segala sesuatu yang berwujud dan tidak berwujud serta berguna bagi penelitian sejarah sejak zaman purba sampai sekarang. Sementara Muh. Yamin mengatakan bahwa sumber sejarah adalah kumpulan benda kebudayaan untuk membuktikan sejarah

Ada tiga macam sumber sejarah.

a. Sumber tertulis

Sumber tertulis adalah sumber sejarah yang diperoleh melalui peninggalanpeninggalan tertulis, catatan peristiwa yang terjadi di masa lampau, misalnya prasasti, dokumen, naskah, piagam, babad, surat kabar, tambo (catatan tahunan dari Cina), dan rekaman. Sumber tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu sumber primer (dokumen) dan sumber sekunder (buku perpustakaan).

b. Sumber lisan

Sumber lisan adalah keterangan langsung dari para pelaku atau saksi mata dari peristiwa yang terjadi di masa lampau. Misalnya, seorang anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) yang pernah ikut Serangan Umum menceritakan peristiwa yang dialami kepada orang lain, apa yang dialami dan dilihat serta yang dilakukannya merupakan penuturan lisan (sumber lisan) yang dapat dipakai untuk bahan penelitian sejarah. Dapat juga berupa penuturan masyarakat di sekitar kota Yogyakarta saat 1 Maret 1949 yang ikut menyaksikan Serangan Umum tersebut, penuturannya juga dapat dikategorikan sebagai sumber lisan. Jika sumber lisan berupa cerita rakyat (folklore), maka perlu dicermati kebenarannya sebab penuh dengan berbagai mitos.

c. Sumber benda

Sumber benda adalah sumber sejarah yang diperoleh dari peninggalan benda-benda kebudayaan, misalnya, alat-alat atau benda budaya, seperti kapak, gerabah, perhiasan, manik-manik, candi, dan patung. Sumber-sumber sejarah tersebut belum tentu seluruhnya dapat menginformasikan kebenaran secara pasti. Oleh karena itu, sumber sejarah tersebut perlu diteliti, dikaji, dianalisis, dan ditafsirkan dengan cermat oleh para ahli. Untuk mengungkap sumber-sumber sejarah di atas diperlukan berbagai ilmu bantu, seperti:

1) epigrafi, yaitu ilmu yang mempelajari tulisan kuno atau prasasti;
2) arkeologi, yaitu ilmu yang mempelajari benda/peninggalan kuno;
3) ikonografi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang patung;
4) nomismatik, yaitu ilmu yang mempelajari tentang mata uang;
5) ceramologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang keramik;
6) geologi, yaitu ilmu yang mempelajari lapisan bumi;
7) antropologi, yaitu ilmu yang mempelajari asal-usul kejadian serta perkembangan makhluk manusia dan kebudayaannya;
8) paleontologi, yaitu ilmu yang mempelajari sisa makhluk hidup yang sudah membatu;
9) paleoantropologi, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk manusia yang paling sederhana hingga sekarang;
10) sosiologi, yaitu ilmu yang mempelajari sifat keadaan dan pertumbuhan masyarakat;
11) filologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang bahasa, kebudayaan, pranata dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat di bahan-bahan tertulis.


Sejarah suatu masyarakat dan bangsa di masa lampau dapat diketahui melalui penemuan bukti atau fakta (kata fakta berasal dari bahasa Latin, factus atau facerel, yang artinya selesai atau mengerjakan). Fakta menunjukkan terjadinya suatu peristiwa di masa lampau.

Bukti peninggalan sejarah merupakan sumber penulisan sejarah. Fakta adalah hasil dari seleksi data yang terpilih. Fakta sejarah ada yang berbentuk benda konkret, misalnya, candi, patung, perkakas yang sering disebut artefak. Fakta yang berdimensi sosial disebut sociofact, yaitu berupa jaringan interaksi antarmanusia, sedangkan fakta yang bersifat abstrak berupa keyakinan dan kepercayaan disebut mentifact. Bukti dan fakta sejarah dapat diketahui melalui sumber primer dan sumber sekunder.

a. Artefak

Artefak adalah semua benda baik secara keseluruhan atau sebagian hasil garapan tangan manusia, contohnya, candi, patung, dan perkakas. Peralatan-peralatan yang dihasilkannya dapat menggambarkan tingkat kehidupan masyarakat pada saat itu (sudah memiliki akal dan budaya yang cukup tinggi), bahkan dapat juga meggambarkan suasana alam, pikiran, status sosial, dan kepercayaan para penciptanya dari suatu masyarakat, hal inilah yang perlu dicermati oleh para sejarawan.

b. Fakta sosial

Fakta sosial adalah fakta sejarah yang berdimensi sosial, yakni kondisi yang mampu menggambarkan tentang keadaan sosial, suasana zaman dan sistem kemasyarakatan, misalnya interaksi (hubungan) antarmanusia, contoh pakaian adat, atau pakaian kebesaran raja. Jadi fakta sosial berkenaan dengan kehidupan suatu masyarakat, kelompok masyarakat atau suatu negara yang menumbuhkan hubungan sosial yang harmonis serta komunikasi sosial yang terjaga baik. 

Fakta sosial sebagai bukti sosial yang muncul di lingkungan masyarakat mampu memunculkan suatu peristiwa atau kejadian. Masyarakat pembuat logam memunculkan ciri sosial yang maju, berintegritas, dan mengenal teknik. Di balik itu mereka memiliki tradisi animisme atau dinamisme melalui benda hasil garapannya, bahkan jika kita teliti dengan saksama masyarakat tersebut sudah mengenal persawahan dan hidup dengan ciri gotong royong.

c. Fakta mental

Fakta mental adalah kondisi yang dapat menggambarkan suasana pikiran, perasaan batin, kerohanian dan sikap yang mendasari suatu karya cipta. Jadi fakta mental bertalian dengan perilaku, ataupun tindakan moral manusia yang mampu menentukan baik buruknya kehidupan manusia, masyarakat, dan negara. 

Peristiwa yang terjadi pada masa lampau dapat memengaruhi mental kehidupan pada masa kini bahkan ke masa depan. Fakta mental erat hubungannya antara peristiwa yang terjadi dengan batin manusia, sebab perkembangan batin pada suatu masyarakat dapat mencetuskan munculnya suatu peristiwa (ingat peristiwa bom atom di kota Nagasaki dan Hirosima di Jepang yang menyisakan perubahan watak dan rasa takut, itu sebabnya Jepang memelopori kampanye anti bom atom). 

Fakta mental merupakan fakta yang sifatnya abstrak atau kondisi yang menggambarkan alam pikiran, kepercayaan atau sikap, misalnya kepercayaan keyakinan dan kepercayaan benda yang melambangkan nenek moyang dan benda upacara, contohnya nekara perunggu di Pejeng (Bali), untuk dipuja. 

Namun ada artefak yang juga menunjukkan fakta sosial dan ciri fakta mental, contoh kapak perunggu atau bejana perunggu adalah artefak yang merupakan fakta konkret, tetapi jika dilihat dari hiasannya dapat berfungsi sebagai fakta sosial, dan jika menempatkan kapak perunggu dan bejana perunggu sebagai sistem kepercayaan maka disebut fakta mental.

Menentukan usia peninggalan sejarah dapat dilakukan dengan tiga cara berikut.

1. Tipologi merupakan cara penentuan usia peninggalan budaya berdasarkan bentuk tipe dari peninggalan itu. Makin sederhana bentuk peninggalan, makin tua usia benda. Namun dengan cara ini seringkali timbul masalah sebab benda yang sederhana belum tentu dibuat lebih dahulu dari benda yang lebih halus dan sempurna buatannya. Contohnya, benda dari tanah liat pada saat ini dipakai bersama-sama dengan benda dari logam dan plastik.

2. Stratigrafi adalah cara penentuan umur suatu benda peninggalan berdasarkan lapisan tanah di mana benda itu berasal/ditemukan. Semakin ke bawah lapisan tanah tempat penemuan benda peninggalan budaya, semakin tua usianya sehingga dapat disimpulkan bahwa lapisan paling atas adalah paling muda.

3. Kimiawi adalah suatu cara penentuan umur benda peninggalan berdasarkan unsur kimia yang dikandung oleh benda itu, misalnya, unsur C-14 (Carbon 14) atau unsur Argon.

Demikianlah Materi Pengertian Sumber, Bukti, dan Fakta Sejarah.

Langkah-Langkah dalam Penelitian Sejarah (Heuristik, Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi)

Sunday, May 5, 2013

Bagan Penelitian Sejarah
Langkah-Langkah dalam Penelitian Sejarah (Heuristik, Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi) - Sejarah masa lampau diperoleh melalui proses penelitian. Penelitian dilakukan berdasarkan disiplin sejarah atau ilmu sejarah sehingga mampu menemukan sumber-sumber yang tepat sesuai dengan topik yang ditulis. Bentuk penelitian sejarah terkait dengan metode pengumpulan data yang digunakan. 

Dalam usaha menyingkap sejarah, kita akan mendapatkan sejarah sebagai suatu peristiwa atau kejadian yang telah terjadi dalam lingkup kehidupan manusia pada masa lampau yang akan meninggalkan bukti-bukti sejarah. Oleh karena itu, penelitian sejarah ada empat tahapan yang bersifat spesifik (khusus) dalam penelitian sejarah. Empat tahap itu adalah heuristik, verifikasi, interpretasi, danhistoriografi.

1. Heuristik

Heuristik berasal dari kata Yunani, heuriskein, artinya menemukan. Heuristik, maksudnya adalah tahap untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber berbagai data agar dapat mengetahui segala bentuk peristiwa atau kejadian sejarah masa lampau yang relevan dengan topik/judul penelitian. Untuk melacak sumber tersebut, sejarawan harus dapat mencari di berbagai dokumen baik melalui metode kepustakaan atau arsip nasional. 

Sejarawan dapat juga mengunjungi situs sejarah atau melakukan wawancara untuk melengkapi data sehingga diperoleh data yang baik dan lengkap, serta dapat menunjang terwujudnya sejarah yang mendekati kebenaran. Masa lampau yang begitu banyak periode dan banyak bagian-bagiannya (seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya) memiliki sumber data yang juga beraneka ragam sehingga perlu adanya klasifikasi data dari banyaknya sumber tersebut. 

Dokumen-dokumen yang berhasil dihimpun merupakan data yang sangat berharga Dokumen dapat menjadi dasar untuk menelusuri peristiwa-peristiwa sejarah yang telah terjadi pada masa lampau. Menurut sifatnya ada dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber yang dibuat pada saat peristiwa terjadi, seperti dokumen laporan kolonial. Sumber primer dibuat oleh tangan pertama, sementara sumber sekunder merupakan sumber yang menggunakan sumber primer sebagai sumber utamanya. Jadi, dibuat oleh tangan atau pihak kedua. Contohnya, buku, skripsi, dan tesis. 

Jika kita mendapatkan sumber tertulis, kita akan mendapatkan sumber tertulis sezaman dan setempat yang memiliki kadar kebenaran yang relatif tinggi, serta sumber tertulis tidak sezaman dan tidak setempat yang memerlukan kejelian para penelitinya. Dari sumber yang ditemukan itu, sejarawan melakukan penelitian. Tanpa adanya sumber sejarah, sejarawan akan mengalami kesulitan menemukan jejak-jejak sejarah dalam kehidupan manusia. Untuk sumber lisan, pemilihan sumber didasarkan pada pelaku atau saksi mata suatu kejadian. Narasumber lisan yang hanya mendengar atau tidak hidup sezaman dengan peristiwa tidak bisa dijadikan narasumber lisan.

2. Verifikasi

Verifikasi adalah penilaian terhadap sumber-sumber sejarah. Verifikasi dalam sejarah memiliki arti pemeriksaan terhadap kebenaran laporan tentang suatu peristiwa sejarah. Penilaian terhadap sumber-sumber sejarah menyangkut aspek ekstern dan intern. 

Aspek ekstern mempersoalkan apakah sumber itu asli atau palsu sehingga sejarawan harus mampu menguji tentang keakuratan dokumen sejarah tersebut, misalnya, waktu pembuatan dokumen, bahan, atau materi dokumen. Aspek intern mempersoalkan apakah isi yang terdapat dalam sumber itu dapat memberikan informasi yang diperlukan. Dalam hal ini, aspek intern berupa proses analisis terhadap suatu dokumen.

Aspek ekstern harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut.

a. Apakah sumber itu merupakan sumber yang dikehendaki (autentitas)
b. Apakah sumber itu asli atau turunan (orisinalitas)
c. Apakah sumber itu masih utuh atau sudah diubah (soal integritas)

Setelah ada kepastian bahwa sumber itu merupakan sumber yang benar diperlukan dalam bentuk asli dan masih utuh, maka dilakukan kritik intern. Kritik intern dilakukan untuk membuktikan bahwa informasi yang terkandung di dalam sumber itu dapat dipercaya, dengan penilaian intrinsik terhadap sumber dan dengan membandingkan kesaksiankesaksian berbagai sumber.

Langkah pertama dalam penelitian intrinsik adalah menentukan sifat sumber itu (apakah resmi/formal atau tidak resmi/informal). Dalam penelitian sejarah, sumber tidak resmi/informal dinilai lebih berharga daripada sumber resmi sebab sumber tidak resmi bukan dimaksudkan untuk dibaca orang banyak (untuk kalangan bebas) sehingga isinya bersifat apa adanya, terus terang, tidak banyak yang disembunyikan, dan objektif.

Langkah kedua dalam penilaian intrinsik adalah menyoroti penulis sumber tersebut sebab dia yang memberikan informasi yang dibutuhkan. Pembuatan sumber harus dipastikan bahwa kesaksiannya dapat dipercaya. Untuk itu, harus mampu memberikan kesaksian yang benar dan harus dapat menjelaskan mengapa ia menutupi (merahasiakan) suatu peristiwa, atau sebaliknya melebih-lebihkan karena ia berkepentingan di dalamnya. 

Langkah ketiga dalam penelitian intrinsik adalah membandingkan kesaksian dari berbagai sumber dengan menjajarkan kesaksian para saksi yang tidak berhubungan satu dan yang lain (independent witness) sehingga informasi yang diperoleh objektif. Contohnya adalah terjadinya peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. 

Sumber-sumber yang diakui kebenarannya lewat verifikasi atau kritik, baik intern maupun ekstern, menjadi fakta. Fakta adalah keterangan tentang sumber yang dianggap benar oleh sejarawan atau peneliti sejarah. Fakta bisa saja diartikan sebagai sumbersumber yang terpilih.

3. Interpretasi

Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Interpretasi dalam sejarah dapat juga diartikan sebagai penafsiran suatu peristiwa atau memberikan pandangan teoritis terhadap suatu peristiwa. Sejarah sebagai suatu peristiwa dapat diungkap kembali oleh para sejarawan melalui berbagai sumber, baik berbentuk data, dokumen perpustakaan, buku, berkunjung ke situs-situs sejarah atau wawancara, sehingga dapat terkumpul dan mendukung dalam proses interpretasi.

Dengan demikian, setelah kritik selesai maka langkah berikutnya adalah melakukan interpretasi atau penafsiran dan analisis terhadap data yang diperoleh dari berbagai sumber. Interpretasi dalam sejarah adalah penafsiran terhadap suatu peristiwa, fakta sejarah, dan merangkai suatu fakta dalam kesatuan yang masuk akal. Penafsiran fakta harus bersifat logis terhadap keseluruhan konteks peristiwa sehingga berbagai fakta yang lepas satu sama lainnya dapat disusun dan dihu-bungkan menjadi satu kesatuan yang masuk akal.

Bagi kalangan akademis, agar dapat menginterpretasi fakta dengan kejelasan yang objektif, harus dihindari penafsiran yang semena-mena karena biasanya cenderung bersifat subjektif. Selain itu, interpretasi harus bersifat deskriptif sehingga para akademisi juga dituntut untuk mencari landasan interpretasi yang mereka gunakan. Proses interpretasi juga harus bersifat selektif sebab tidak mungkin semua fakta dimasukkan ke dalam cerita sejarah, sehingga harus dipilih yang relevan dengan topik yang ada dan mendukung kebenaran sejarah.

4. Historiografi

Historiografi adalah penulisan sejarah. Historiografi merupakan tahap terakhir dari kegiatan penelitian untuk penulisan sejarah. Menulis kisah sejarah bukanlah sekadar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan suatu pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan fakta hasil penelitian. 

Untuk itu, menulis sejarah memerlukan kecakapan dan kemahiran. Historiografi merupakan rekaman tentang segala sesuatu yang dicatat sebagai bahan pelajaran tentang perilaku yang baik. Sesudah menentukan judul, mengumpulkan bahan-bahan atau sumber serta melakukan kritik dan seleksi, maka mulailah menuliskan kisah sejarah.

Ada tiga bentuk penulisan sejarah berdasarkan ruang dan waktu.

a. Penulisan sejarah tradisional

Kebanyakan karya ini kuat dalam hal genealogi, tetapi tidak kuat dalam hal kronologi dan detail biografis. Tekanannya penggunaan sejarah sebagai bahan pengajaran agama. Adanya kingship (konsep mengenai raja), pertimbangan kosmologis, dan antropologis lebih diutamakan daripada keterangan dari sebab akibat.

b. Penulisan sejarah kolonial

Penulisan ini memiliki ciri nederlandosentris (eropasentris), tekanannya pada aspek politik dan ekonomi serta bersifat institusional.

c. Penulisan sejarah nasional

Penulisannya menggunakan metode ilmiah secara terampil dan bertujuan untuk kepentingan nasionalisme.  Menurut Taufik Abdullah dan Surjomihardjo, ada tiga penulisan sejarah di Indonesia, yaitu sejarah ideologis, sejarah pewarisan, dan sejarah akademik.

Demikianllah Materi Langkah-Langkah dalam Penelitian Sejarah (Heuristik, Verifikasi, Interpretasi, dan Historiografi) , semoga bermanfaat.

Penulisan Sejarah di Indonesia (sejarah tradisional, kolonial dan Sejarah nasional)

Sunday, April 28, 2013

Penulisan Sejarah di Indonesia (sejarah tradisional, kolonial dan Sejarah nasional) - Penulisan kisah sejarah bukanlah sekadar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan pendirian dan pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan hasil penelitian. 

Dalam perkembangan selanjutnya penulisan sejarah mengalami kemajuan, yaitu dengan munculnya gagasan baru dalam penulisan sejarah.

http://sibarasok.blogspot.com/2013/04/penulisan-sejarah-di-indonesia.html
Setelah Indonesia merdeka sejarah sudah menjadi ilmu yang wajib dipelajari dan diteliti kebenarannya dengan teori dan metode yang modern. Hal ini disebabkan oleh nation building, yaitu sejarah nasional akan mewujudkan kristalisasi identitas bangsa, serta membudayakan ilmu sejarah dalam masyarakat Indonesia yang menuntut pertumbuhan rakyat, meningkatkan kesejahteraan sejarah tentang perkembangan bangsa-bangsa. Secara garis besar ada tiga jenis penulisan sejarah (historiografi) Indonesia.

a. Penulisan sejarah tradisional (historiografi tradisional)

Penulisan sejarah tradisional adalah penulisan sejarah yang dimulai dari zaman Hindu sampai masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Penulisan sejarah pada zaman ini berpusat pada masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa, bersifat istanasentris yang mengutamakan keinginan dan kepentingan raja. 

Penulisan sejarah di zaman Hindu-Buddha pada umumnya ditulis di prasasti dengan tujuan agar generasi penerus dapat mengetahui peristiwa di zaman kerajaan pada masa dulu di mana seorang raja memerintah, contoh kitab Arjunawiwaha zaman Erlangga, kitab Panji zaman Kameswara, serta kitab Baratayuda dan Gatotkacasraya di zaman Kediri pada masa Raja Jayabaya. Kitab Gatotkacasraya memuat unsur javanisasi, yakni mulai muncul dewa asli Jawa, yaitu Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong).

Walaupun dari segi wajah kurang, tokoh ini bijak dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Setelah agama Islam masuk ke Nusantara maka terjadi proses akulturasi kebudayaan yang menghasilkan bentuk baru dalam penulisan sejarah. Bentuk penulisan itu adalah mulai digunakannya kitab sebagai pengganti prasasti, contohnya, Babad Tanah Jawi dan Babad Cirebon.

Penulisan peristiwa yang terjadi pada masa raja-raja Islam ditulis berdasarkan petunjuk raja untuk kepentingan kerajaan, misalkan kitab Bustanus Salatina. Kitab ini menulis sejarah Aceh, juga berisi kehidupan politik pada masa Islam di Aceh, kehidupan masyarakat, soal agama Islam, sosial, dan ekonomi.

Penulisan sejarah tradisional pada umumnya lebih menekankan pada beberapa hal berikut.

1) Hanya membahas aspek tertentu, misalnya, hanya aspek keturunan (genealogi saja) atau hanya diutamakan aspek kepercayaan (religius saja).
2) Hanya membicarakan peristiwa tertentu yang dianggap penting dan perlu ditanamkan di tengah masyarakatnya untuk kepentingan istana belaka.
3) Mengedepankan sejarah keturunan dari satu raja kepada raja berikutnya.
4) Sering sejarah tradisional hanya memuat biografi tokoh-tokoh terkemuka di masa kekuasaannya.
5) Sejarah tradisional menekankan pada struktur bukan prosesnya.

Jadi, dalam penulisan sejarah tersebut tradisi masyarakat dan peran tokoh sangat diutamakan sebab adanya gambaran raja kultus dalam penulisannya, seperti di zaman Raja Kertanegara. Namun, penulisan sejarah tradisional sangat berarti bagi penelusuran sejarah di masa lalu.

b. Penulisan sejarah kolonial (historiografi kolonial)

Penulisan sejarah kolonial adalah penulisan sejarah yang bersifat eropasentris. Tujuan penulisan ini adalah untuk memperkukuh kekuasaan mereka di Nusantara. Penulisan sejarah yang berfokus barat ini jelas merendahkan derajat bangsa Indonesia dan mengunggulkan derajat bangsa Eropa, misalnya, pemberontakan Diponegoro dan pemberontakan kaum Padri. Tokoh tersebut oleh bangsa Eropa dianggap pemberontak, sedangkan Daendels dianggap sebagai figur yang berguna.

Tulisan mereka dianggap sebagai propaganda penjajahan serta pembenaran penjajahan di Indonesia. Padahal, kenyataannya adalah penindasan. Akan tetapi, ada juga penulis Eropa yang cukup objektif, misalnya, Dr. Van Leur dengan karya tulisan Indonesian Trade and Society dan karya Dr. Schrieke, Indonesia Sociological Studies, yang memaparkan perdagangan dan masyarakat Nusantara. Dasar pemikiran sarjana Belanda tersebut dirumuskan kembali secara sistematik oleh Dr. Sartono Kartodirdjo dengan pendekatan multidimensional, yaitu pendekatan dalam penulisan sejarah dengan beberapa ilmu sosial, ekonomi, sosiologi, dan antropologi.

c. Penulisan sejarah nasional (historiografi nasional)

Penulisan sejarah nasional adalah penulisan sejarah yang bersifat Indonesia sentris, dengan metodologi sejarah Indonesia dan pendekatan multidimensional. Jadi, penulisannya dilihat dari sisi kepentingan nasional. Historiografi nasional dirintis oleh Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo.

Dalam historiografi nasional akan terungkap betapa pedihnya keadaan di zaman pergerakan nasional Indonesia oleh penjajahan barat sehingga membangkitkan semangat rakyat untuk merdeka. Historiografi nasional juga akan mengungkapkan bagaimana mengisi kemerdekaan Indonesia yang telah teraih pada 17 Agustus 1945 itu agar menjadi negara yang maju dan dihormati bangsa lain.

Dalam perkembangannya, penulisan sejarah di Indonesia pada umumnya bersifat naratif yang mengungkapkan fakta mengenai apa, siapa, kapan, dan di mana serta menerangkan bagaimana itu terjadi. Supaya sejarah dapat mengikuti perkembangan ilmu lainnya maka harus meminjam konsep ilmu-ilmu sosial dan diuraikan secara sistematis.

Beberapa pendekatan yang digunakan dalam perkembangan penulisan sejarah sebagai berikut.

1) Pendekatan sosiologi untuk melihat segi sosial peristiwa yang dikaji, misalnya, golongan masyarakat mana yang memelopori.
2) Pendekatan antropologi untuk mengungkapkan nilai yang mendasari perilaku para tokoh sejarah, status, gaya hidup, dan sistem kepercayaan.
3) Pendekatan politik untuk menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, tingkat sosial, dan pertentangan kekuasaan.

Demikianlah Materi Penulisan Sejarah di Indonesia (sejarah tradisional, kolonial dan Sejarah nasional), Semoga Bermanfaat.

Perkembangan Rekaman Tertulis Sejarah Indonesia (Jejak historis dan Non Historis)

Perkembangan Rekaman Tertulis Sejarah Indonesia (Jejak historis dan Non Historis) - Jejak-jejak masa lampau menjadi bahan penting untuk menuliskan kembali sejarah umat manusia. 

Jejak masa lampau mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan penulisan sejarah. Masa lampau yang hanya meninggalkan jejak-jejak sejarah tersebut menjadi komponen penting dan mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan untuk penulisan sejarah. 

http://sibarasok.blogspot.com/2013/04/perkembangan-rekaman-tertulis-sejarah.html
Kisah sejarah tersebut disampaikan dari generasi ke generasi dan dapat dipelihara terus sehingga mampu untuk mengisahkan kembali peristiwa dari jejak-jejak pada masa lampau. Jejak sejarah dapat dibedakan menjadi dua.

1) Jejak historis, yaitu jejak sejarah yang menurut sejarawan memiliki atau mengandung informasi tentang kejadian-kejadian yang historis sehingga dapat digunakan untuk menyusun penulisan sejarah.

2) Jejak non historis, yaitu suatu kejadian pada masa lampau yang tidak memiliki nilai sejarah. Jejak historis yang berwujud tulisan merupakan rekaman tertulis tradisi masyarakat pada masa lalu. Rekaman tertulis di Indonesia terbagi menjadi sumber tertulis sezaman dan setempat, sumber tertulis sezaman tetapi tidak setempat, dan sumber tertulis setempat tidak sezaman.

1) Sumber tertulis sezaman dan setempat

Sumber tertulis sezaman ialah sumber tersebut ditulis oleh orang yang mengalami peristiwa itu, atau ditulis waktu itu, atau ditulis tidak lama setelah peristiwa itu terjadi. Sumber setempat maksudnya adalah penulisannya di dalam negeri sendiri.

Contoh sumber tertulis sezaman dan setempat adalah prasasti. Prasasti berarti pengumuman atau proklamasi, semacam perundang-undangan yang memuji raja, dan biasanya berbentuk puisi atau bahasa puisi. Dalam istilah bahasa Inggris disebut enloggistie. Istilah lain untuk prasasti adalah inscriptie atau piagam. 

Ilmu yang mempelajari tentang prasasti disebut epigraphy. Prasasti ada yang terbuat dari batu (disebut Caila Prasasti), dari logam, atau dari batu bata. Wujud prasasti yang berupa batu (Caila Prasasti) terdiri atas:

a) batu biasa (batu kali) disebut natural stone;
b) batu lingga (batu lambang Siwa);
c) pseudo lingga (lingga semu), biasanya berupa batu patok atau batu pembatas;
d) batu yoni (lambang isteri Siwa), biasanya juga disebut lambang wanita.

Adapun prasasti dari logam terbuat dari tembaga, perunggu, atau emas. Prasasti dari perunggu, misalnya, prasasti dari Airlangga, yakni prasasti Calcutta. Prasasti yang berupa batu bata disebut juga Terra Cotta. Prasasti dari batu bata ini di Indonesia hanya sedikit sekali kita dapatkan. Contohnya adalah prasasti di candi Sentul. Berdasarkan bahasa yang digunakan, prasasti dibedakan menjadi empat.

a) Prasasti berbahasa Sanskerta, misalnya, prasasti Kutai, prasasti Tarumanegara, prasasti Tuk Mas, prasasti Canggal (sumber sejarah Mataram Hindu), Ratu Boko, Kalasan, Kelurak, Plumpungan, dan Dinoyo.

b) Prasasti perpaduan bahasa antara Jawa Kuno dengan Sanskerta, misalnya, prasasti Kedu, prasasti Randusari I dan II, dan prasasti Trowulan I, II, III, IV.

c) Prasasti perpaduan bahasa Melayu Kuno dengan Sanskerta, misalnya prasasti Kota Kapur di Sriwijaya, prasasti Gondosuli, prasasti Dieng, dan prasasti Sajomerto (Pekalongan).

d) Prasasti perpaduan bahasa Bali Kuno dengan Sanskerta. Prasasti Bali Kuno kebanyakan terdapat di pura atau candi. Prasasti ini dianggap benda suci sehingga hanya diperlihatkan pada waktu upacara oleh para pedande (pendeta). Prasasti di Bali pada umumnya berisi Raja Casana atau peraturan dari raja. Pura yang terkenal di Bali, misalnya, Bangli, Kintamani, dan Sembiran. Ahli prasasti Bali adalah R. Goris. Beliau mentranskrip prasasti Bali. Di Bali, prasasti yang sudah rusak, hurufnya diduplikasikan kembali dengan istilah "tinulat".

Ada keanehan pada prasasti Tugu Sanur. Tinggi prasasti adalah 1 m, bentuknya agak silinder, tetapi tulisannya sudah rusak. Prasasti ini memiliki keistimewaan menggunakan huruf Pranagari menggunakan bahasa Bali Kuno, sedangkan yang menggunakan huruf Bali Kuno menggunakan Bahasa Sanskerta. Artinya, prasasti Tugu Sanur ditulis dengan menggunakan dua bahasa (bilingual). Secara umum isi prasasti memuat beberapa bagian, antara lain, sebagai berikut.

a) Penghormatan kepada dewa dalam agama Hindu biasanya diawali dengan kata Ong Civaya,sedangkan agama Buddha diawali dengan kata Ong nama Buddhaya.

b) Angka tahun dan penanggalan, dalam penulisannya biasanya diawali dengan permulaan kata-kata: "Swasti Cri Cakawarsatita" yang berarti Selamat Tahun Caka yang sudah berjalan. Penamaan hari dalam satu minggu (tujuh hari) terdiri dari: Raditya (Minggu), Soma (Senin), Anggara (Selasa), Buddha (Rabu), Respati (Kamis), Cakra (Jumat), dan Sanaiswara (Sabtu).

c) Menyebut nama raja, diawali dengan kata-kata "Tatkala Cri Maharaja Rakai Dyah ..." dan selanjutnya.

d) Perintah kepada pegawai tinggi, perintah ini biasanya melalui Rakryan Mahapatih dengan istilah "Umingsor ring rakryan Mahapatih ...", jadi raja tidak memberi perintah langsung.

e) Penetapan daerah sima (daerah bebas pajak), yang telah menolong raja atau menolong orang penting atau telah menolong rakyat banyak, misalnya, daerah penyeberangan sungai.

f) Sambhada (sebab musabab mengapa suatu daerah dijadikan sima).

g) Para saksi.

h) Desa perbatasan sima disebut juga "wanua tpisiring".

i) Hadiah yang diberikan oleh daerah yang dijadikan sima kepada raja, kepada pendeta, dan para saksi. Jika berupa uang, ukurannya adalah Su, berarti suwarna atau emas. Ma berarti masa dan Ku berarti kupang (1 su = 16 Ma = 64 Ku atau 1 Su = 1 tail = 2 real), demikianlah ukuran uangnya.

j) Jalannya upacara.

k) Tontonan yang diadakan.

l) Kutukan (sumpah serapah kepada orang yang melanggar peraturan daerah sima).

Pada zaman Islam di Indonesia masih terdapat prasasti, yakni dari zaman Sultan Agung Mataram, antara lain, ditemukan di Jawa Barat berupa tembaga di desa Kandang Sapi atau Tegalwarna daerah Karawang. Prasasti ini menggunakan bahasa Jawa Tengahan, isinya daerah Sumedang dijadikan sima karena menjaga lumbung padi.

Amangkurat I dari Mataram juga mengeluarkan prasasti di dekat Parangtritis pada sebuah gua. Prasasti ini dibuat Amangkurat waktu melarikan diri karena diserang Trunojoyo. Di situ terdapat Condro Sengkolo "Toya ingasto gono Batara" (toya = 4, asto = 2, gana = 6, Batara = 1) sama dengan 1624 tahun Jawa.

2) Sumber tertulis sezaman tetapi tidak setempat

Sumber ini dimaksudkan ditulis sezaman, tetapi ditulis di luar negeri. Sumber ini biasanya tidak begitu jelas, kebanyakan berasal dari Tiongkok, Arab, Spanyol, dan India. Misalnya, kitab Ling Wai Taita karangan Chou Ku Fei pada tahun 1178. Buku ini menggambarkan kehidupan tata pemerintahan, keadaan istana, dan benteng Kerajaan Kediri. Juga menceritakan kehidupan bangsawan pada saat itu yang memakai sepatu kulit, perhiasan emas, pakaian sutra, dan menunggang gajah atau kereta, serta pesta air dan perayaan di gunung bagi rakyat. Kitab Chu Fang Chi ditulis Chau Ju Kua pada abad ke-13, menceritakan di Asia Tenggara tumbuh dua kerajaan besar dan kaya, yaitu di Jawa dan Sriwijaya. 

Sumber lain adalah tambo dinasti Tang dari Cina yang memuat tentang Holing dan Sriwijaya serta tambo dinasti Ming yang membicarakan kemajuan perdagangan zaman Majapahit. Berita Fa Hsien menyebut Tarumanegara atau Jawa dengan sebutan Yepoti dalam bukunya Fo Kwa Chi. Musafir I-Tsing yang pernah datang di Indonesia (di Sriwijaya dan belajar di sana) mengatakan bahwa Sriwijaya maju perdagangannya. 

Kemudian Hwining dalam perjalanannya singgah di Holing dan bekerja sama dengan Jnanabhadra untuk menerjemahkan kitab Hastadandasastra dalam bahasa Sanskerta (mereka berada di Holing selama tiga tahun). Selain itu, banyak juga catatan dari Arab, Spanyol, India, dan Belanda.

3) Sumber tertulis setempat tidak sezaman Sumber ini ditulis lama sesudah peristiwa terjadi, mungkin sudah berdasarkan cerita dari mulut ke mulut atau berdasar cerita rakyat. Misalnya, buku Babad Tanah Jawi dan kitab Pararaton (walaupun ada babad sezaman, tetapi tidak banyak). 

Material Penulisan Rekam Tertulis

Sebagai salah satu sumber penulisan sejarah, sumber sejarah tertulis menggunakan beberapa material untuk media penulisannya. Media-media penulisan tersebut tergantung pada zaman atau tingkat kemajuan budaya saat itu. Material-material yang digunakan untuk media penulisan, antara lain, sebagai berikut.

a. Bata/tanah liat, misalnya, yang ditemukan di Bugis, Makassar.
b. Batu, misalnya, prasasti Kutai.
c. Lempeng tembaga, misalnya, prasasti Watukura, berangka tahun 962 M, ditemukan di Belitung.
d. Perunggu, misalnya, tulisan yang ditemukan di genta perunggu, bergaya Kediri, Jawa Timur (+ abad XI – XII M).
e. Daun lontar, misalnya, kakawin karya Empu Kanwa.
f. Daun nipah, misalnya, naskah Raja Dewata (abad XVI), berhuruf dan berbahasa Sunda Kuno.
g. Kulit kayu, misalnya, Pustaha (buku Batak).
h. Kayu, misalnya, prasasti Kayu Jati dari Indramayu, berhuruf Cacarakan berbahasa Cirebon Kuno.
i. Tulang, misalnya, yang ditemukan di Sumatra, beraksara Batak, tertulis pada semacam tabung obat dari tulang.
j. Bambu, misalnya, Warage Baduy, digunakan sebagai alat upacara adat.
k. Emas, misalnya, Kipas Upacara (Jongan) dari Kesultanan Riau-Lingga, berhuruf/bahasa Arab (abad 19).
l. Daluwang/kertas saeh, terbuat dari kulit batang pohon saeh (Broussonetia papyera).
m. Kertas, misalnya, pada buku Babad Tanah Jawi karangan Raden Panji Sastrominarso (1886).
n. Kain, seperti kain Simbut Baduy. Corak yang diterapkan pada kain ini berupa simbol-simbol seperti yang biasa terdapat pada waruga.

Demikianlah Materi Perkembangan Rekaman Tertulis Sejarah Indonesia (Jejak historis dan Non Historis) selanjutnya simak juga Materi Penulisan Sejarah di Indonesia. Selamat belajar.
 

Most Reading